6. Ulah Riani

22.6K 1.3K 9
                                    

Mustahil mengharapkan semua santri bertindak dan bersikap seperti harapan visi misi pondok pesantren Darus-salam. Mereka juga manusia, jadi sangat mungkin jika mereka berbuat salah. Diantara mereka ada yang mengukir prestasi, ada yang membanggakan, ada yang selalu patuh pada peraturan, ada yang kadang melanggar dan ada yang hobi melanggar.

Harapan segenap dewan pengasuh dan dewan asatidz, adalah santri tidak melakukan pelanggaran berat. Baik di mata peraturan PPDS, Maupun di mata masyarakat dan agama. Kasus Yudi termasuk pelanggaran berat, meski niatannya tidak benar-benar mencuri, tetapi kasusnya melibatkan masyarakat. Ini sangat disayangkan.

Baru saja lega karena masalah Yudi terselesaikan, ternyata masalah lain sudah menyambutku. Malam-malam begini, kusaksikan santri yang juga berstatus mahasiswi bermesraan di warung sate dekat pondok. Ia asik melingkarkan lengannya di lengan cowok yang bukan santri PPDS. Ia sangat terkejut melihatku.

"Mba, kenapa di luar? Bersama siapa?" Aku berusaha mengontrol emosi sebisa mungkin.

Tak bisa kubayangkan kalau nanti ternyata cowok itu bukan mahramnya.

Santri putri itu terkejut. Tangan yang tadinya dilingkarkan ke lengan si cowok seketika dilepaskan.

"Bersama saudara, ustadz" jawab dia terkejut.

"Oh,,, dari mana?"

"Dari rumah,, ada hajatan"

"Oh, diantar pulang ke pondok mba?"

"Iya, ustadz" Jawabnya dengan nada khawatir. Sesaat kutatap piring di depannya sudah kosong. Hanya tersisa sesikit sambal dan beberapa tusuk sate.

"Sudah selesai nyate mba?" Tanyaku lagi.

"Sudah ustadz" jawabnya terbata.

Santri putri di depanku itu mulai terlihat gelisah. Ia membenarkan jilbabnya yang masih rapi, berusaha tersenyum lalu sedikit menggosok hidung. Tatapan matanya tak fokus memandang satu titik serta mengalihkan pandangan ke tukang sate.

Dia mungkin berbohong, lelaki itu bukan mahramnya.

Cowok di sampingnya sedikit memegang leher. Ia menutup mulut dan sedikit terbatuk. Walaupun cowok berbaju koko tersebut berusaha bertingkah tenang, mana mungkin kebohongannya tak terlihat??

"Ajak saudaranya ke ndalem mba"

Santri putri tersebut tak langsung menjawab, justru yang menjawab adalah si cowok

"Saya mau langsung pulang ustadz, biar tidak kemalaman di jalan"

"Menginap saja,, mas.. sudah larut, kalau ada apa-apa di jalan nanti malah repot" ujarku sungguh-sungguh.

"Betul kata gus Zainal mas...Menginap di pondok aja,, perjalanan Pekalongan Bumiayu lumayan jauh" Bapak tukang sate ikut memberi saran. Sepertinya beliau sudah ngobrol dengan dua sejoli tersebut dari tadi. Hingga mengetahui tentang Bumiayu segala.

Mau tak mau mereka akhirnya ikut kami. Jadilah Aku, Yudi berjalan santai, sementara mereka berdua berboncengan mengikuti kami ke ndalem pondok.

Ku suruh Yudi kembali ke kamar, lalu kupersilakan santri putri tadi masuk ke ruang tamu 1 bersama cowok yang tampan tadi.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pilihan Sang Gus [Khatam] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang