Gus Zainal POV
Aku masih merebus mie instan rasa soto saat Nabila mendatangiku bersama Salwa dan Ani. Nabila bilang permisi padaku, kemudian minta maaf dengan kedua tangannya ditautkan ke samping badan. Badannya setengah membungkuk dengan wajahnya menunduk ke bawah.
"Ustadz,, saya mohon maaf atas semua kesalahan saya" ucap santri putri itu dengan lancar. Mengalir begitu saja seperti air sungai.
Semudah itu? Dia tak berpikir bagaimana aksi bolosnya dan kencannya tadi??
Dia tak mengerti pertemuanku dengan para reseller dan dropshipper harus aku tunda. Ya, harus kutunda saat aku dapat laporan dari Reno tadi pagi. Padahal pertemuan itu sudah dijadwalkan sejak sebulan lalu. Aku harus menyusun kembali detail kegiatan pertemuanku dengan mereka karena mencari satu santri yang bolos.
Aku juga harus menyuruh Anam dan Faiq untuk menyebar mencari keberadaan Nabila. Sementara tugas Anam beli karpet harus tertunda, tugas Faiq bikin draft penerimaan santri baru harus tertunda pula.
Tidak hanya itu, aku pun harus mendengar ceramah abah dari A sampai Z. Gara-garanya, aku pamitan pergi untuk ngejar dia. Santri yang bolos sekolah demi kencan. Masih untung aku bisa menahan diri, merahasiakan aksi nekat dia dari abah sama umi. Kalau tadi aku bilang dia bolos sekolah, bisa jadi umi akan cancel jadwal ke semarang dan Indramayu.
Kini,.. Se-enteng itu dia minta maaf?
Dikiranya aku sesantai tadi itu tidak marah apa. Itu taktik-ku untuk menyuruh dia pulang dari kawasan alas pinus. Aku pun berusaha tetap tenang agar tak melemparkan pukulanku pada Dito, demi nama baik abah-umi. Santri tipe Nabila sama sekali tak akan bisa mengerti kewajiban dan beban seorang 'gus' yang harus kupikul.
Kulihat mereka bertiga saat aku menoleh. Salwa bicara padaku. Memintakan maaf untuk Nabila. Apa Nabila tak menjalankan amanatku?
"Ustadz, apapun kesalahan Nabila,, kami turut minta maaf."
"Kami mungkin membawa pengaruh buruk bagi dia, ustadz" Ani turut berbicara.
Apa-apaan ini. Sudah seperti birokrasi media masa saja. Pakai klarifikasi dan minta maaf berjamaah. Yang salah siapa, yang ikut minta maaf semuanya. Baik sih, tetapi salah penempatan. Mbolos kok dibelani.
Sengaja tak kurespon. Aku hanya diam dan meneruskan meracik mie. Kutunggu sampai mie yang kurebus matang, kumasukkan bumbu ke mangkok, lalu kutuang mie yang telah matang ke mangkok. Nabila berdiri 2 meter dariku dengan dua temannya.
Selesai meracik mie, aku mematikan kompor, menaruh panci ditempat cuci piring lalu membawa semangkok mie yang kubuat ke ruang tengah. Pintu antara ruang tengah dan dapur sengaja kututup.
Reaksi mereka bertiga bagaimana? Siapa peduli?? Sekali-kali aku berhak marah sama santri yang kepalang nakal. Bukankah begitu?
Membolos sekolah, membolos les, dan membolos ngaji demi kencan. Kalau dia bukan Nabila yang begitu disayang umi,, sudah kubentak dia lalu bawa ke pengurus. Langsung sidang, langsung hukum. Kelar masalah.
Aku ambil buku PD/PRT PPDS tentang hukuman kencan. Gundul, membersihkan pondok, ngaji dan istighfar di ndalem tiga bulan berturut-turut. Ah,,, kalau begini 99,9 % aku yang akan digundul umi kalau aku berani menghukum Nabila. Orang abah menyinggung Nabila sedikit aja, umi langsung kecewa kok.
استغفر الله العظيم.....
Apa yang harus aku lakukan padamu, Nabila. Dari pada pusing lebih baik chat sama ning Afaf.
"Tasih nopo ning?" Tanyaku
"Tasih ten margi. Tembe wangsul sima'an.. Njenengan tasih nopo, Gus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Sang Gus [Khatam] ✔
Ficción General15+ Bagian pertama dari trilogi PPDS 🔹🔹🔹 💚Gus Zainal💚 Abah.... Aku laki-laki Bah,, masak dijodoh-jodohin,, masak dikenal-kenalin?? Aku bukan Siti Nur Baya, Bah.. Aku mohon Bah.. biarkan aku pilih dia.. 💚Nabila Tisfina💚 Gus.... Ning di PPDS b...