Gus Zainal POV
Oke. Nabila akan mulai belajar panggil Mas dari sekarang. Tapi lewat HP dulu ya.. kalau papasan tetep manggilnya ustadz. Biar gak ketahuan teman-teman.. 😄
Kutatap layar androidku dengan mata berbinar bahagia. Ada balasan chat dari santri yang telah sukses menyita pikiranku selama berbulan-bulan itu.
Kuketik balasan chat di WA.
Nabila manggil bib Ahmad apa?
Screen yang kutatap berkedip. Menampilkan pesan baru.
Kasih tau gak ya? Hihihi. Mpun riyin nggih Mas.., 😊 Nabila mau ngerjain tugas dulu. Wassalam..
Mas..
Panggilan yang sebetulnya biasa saja jika diucapkan oleh orang lain. Tetapi terasa istimewa bila Nabila yang mengucapkan. Kubaca dan kubaca lagi chat WA barusan.
Kira-kira dia panggil bib Ahmad apa ya.. Mudah-mudahan bukan panggilan sayang. Aku tak mau cintaku bertepuk sebelah tangan lagi.
Masih kuingat perkataan bib Ahmad saat kutemui setelah membuntuti Nabila. Bib Ahmad saat itu berkata untuk terang-terangan saingan. Jadi keputusan siapa yang berhak jadi suami Nabila ada pada Nabila sendiri.
Nabila pernah bilang mau fokus kuliah dulu. Maunya ta'arufan dulu dan mengenalku lebih jauh. Mudah-mudahan semakin mengenalku, semakin Nabila tertarik padaku. Syukur-syukur kalau dari tertarik padaku bisa menjadi rasa cinta untukku.
Sejauh ini aku berhasil mengenal dia lebih jauh. Sekarang aku mengerti apa makanan dan minuman favoritnya, warung atau resto yang dia sering kunjungi. Warna kesukaan dia, pelajaran diniyyah yang dia suka, ustadz yang dia kagumi, juga cerita lucu masa kecil dia.
Apa lagi ya? Mmmm... Sudah sekitar 10x aku ngobrol dengan dia via telepon. Kok ngobrol? Iya ngobrol.
Di PPDS santriwan/santriwati mahasiswa diperbolehkan membawa HP. Santri huffadz yang usia mahasiswa pun boleh bawa HP. Hanya saja penggunaan HP dibatasi. Santri mahasiswa diperbolehkan membawa HP saat di kampus. Kalau di asrama hanya boleh diaktifin di selain jam mengaji. Hal ini semata-mata agar santri mahasiswa lebih leluasa mencari bahan mata kuliah sekaligus berkomunikasi dengan teman sekelas maupun dosen mereka. Alasan lainnya karena urusan anak seusia mahasiswa dengan keluarganya jauh lebih kompleks. Jadi komunikasi dengan keluarga masing-masing lebih mudah.
Sebenarnya itu alasannya. Adapun santri yang menggunakan HPnya untuk maksiat terkadang sulit kami kontrol. Terutama santri putra mahasiswa. Kami sangat kesulitan mengontrol akses penggunaan HP mereka. Kalau kami larang mereka pakai HP mereka akan KuPer dan KuIn. Saat inspeksi dadakan history Youtube maupun Google mereka, seringkali mereka sudah auto hapus riwayat pencarian.
Kalau ternyata mereka menggunakan HP untuk ta'arufan sesama santri ya masih bisa kami toleransi. Komunikasi untuk saling mengenal masih bisa dimaklumi. Aku juga pernah merasakan pola pembolehan penggunaan HP seperti di PPDS waktu nyantri sambil kuliah dulu. Asalkan kita bijak menggunakan sebuah alat komunikasi kenapa tidak? Saat itu aku lebih bisa mengenal ning Adiba berkat HP.
Sekarang ternyata terjadi lagi. Aku bisa mengenal Nabila. Dia memang bukan seorang ning. Akan tetapi pribadinya tak kalah dengan ning A, B, C, D yang pernah kukenal.
Kalian mungkin akan kaget karena ternyata Nabila enak diajak ngobrol. Kecerdasannya melampaui prediksiku ternyata. Mungkin dia hobi baca juga, karena beberapa topik obrolan yang agak berat seperti dunia ekonomi, filsafat, dan aliran-aliran dalam islam bisa dia utarakan. Dia juga banyak bertanya padaku tentang qira'at sab'ah, untungnya dasar nahwu-shorofnya lumayan bagus, jadi dia paham ketika aku njelasin beberapa kaidah qira'at. Ngobrol 2 jam sambil dia nunggu jam kuliahnya, jadi serasa singkat.
Nabila memang belum berani bercanda denganku ditelepon, tetapi aku bersyukur, dia sudah berani bertanya balik padaku. Dia sudah mulai mau membuka dirinya untuk bercerita padaku. Siapa teman akrab dia sekarang, dosen dan bagaimana masa kenakalan nabila waktu kecil.
"Zain.." Umi mengetuk pintu kamar. Segera kubuka pintu dan menyilakan umi masuk.
"Umi dengar dari umi Fatimah, kamu suka juga ya sama Nabila?" Ucap umi begitu masuk kamarku.
"Iya"
"Kenapa harus Nabila, Zain.."
"Umi gak ridho?"
"Bukan seperti itu, Zain.. Tetapi, bib Ahmad kan sudah maju duluan."
"Tapi kan belum diterima Nabila, Mi. Itu biar jadi urusan saya, bib Ahmad sama Nabila."
"Kamu tau, abahmu itu semalem kecewa. Kecewa sama kamu, juga kecewa sama umi.."
"Nyari istri putri kyai kalih hafidzah fardhu 'ain nopo? Kok ngantos kecewa ngoten? Umi ugi ngersaake calon mantu kados ingkang dikersaake abah nopo?"
"Astaghfirulloh.. gak Zain.. Umi cuma mau tanya. Emang kamu itu siapa, kok berani nyerobot incarannya bib Ahmad."
"Memang bukan siapa-siapa Mi, kalau dibandingin bib Ahmad. Tetapi Mi,, saya suka Nabila. Saya cinta sama dia."
"Terus gimana nanti ngadepin abahmu?"
"Nggih tinggal dihadapin aja Mi, tinggal jawab sekenanya."
Abah tiba-tiba masuk kamar. Entah kapan datangnya tidak kami sadari.
"Cari yang lain, Zain. Abah gak setuju."
"Alasannya?"
"Kalau kamu ingin santri, cari yang anak huffadz."
"Bah..."
"Udah abah kasih kelonggaran lho itu. Gak apa-apa bukan dari keluarga kyai. Tapi harus hafidzah.."
"Abah, saya laki-laki Bah, saya bukan siti nur baya.. biarkan saya pilih sendiri Bah.. Zain mohon Bah.."
Abah hanya diam, menghela nafas lalu keluar kamar. Pintu kamar dibanting kasar oleh abah.
"Astaghfirullah.... " umi melafalkan istighfar dengan lirih..
Aku benar benar tak menyangka. Abah yang terkenal santai dan bijaksana seantero pesantren ternyata tak bisa mempertimbangkan pilihan putranya. Abah mengesampingkan perasaanku. Aku laki-laki. Namun laki-laki manapun juga punya perasaan.
Banyak solusi bagi keberlanjutan asrama tahfidz putri. Tidak harus dengan mewajibkanku nyari yang hafidzah. Belum tentu yang hafidzah mampu membuatku bahagia. Belum tentu yang hafidzah baik untukku.
"Umi.." ujarku pelan. Kusandarkan punggungku ke dinding. Kutangkupkan telapak tanganku ke wajah karena tak tau harus bagaimana.
"Zain..." kata umi lembut
"Ya ummi?"
"Minta sama Allah Ta'ala. Nabila, bib Ahmad, orangtua bib Ahmad, abah dan umi'mu serta semua makhluk yang ada di dunia ini adalah milik Allah semata. Jika memang Nabila baik untukmu dan kamu juga baik untuknya, pasti Allah Ta'ala akan kasih jalan yang terbaik. Minta juga jalan yang paling mudah buat kalian."
Aku mengangguk. Umi mengusap pelan dahiku.
"Sudah gak usah bikin pusing."
"Abah Mi?"
"Umi yang akan menghadapi abahmu"
"Belum pernah Abah sampai banting pintu seperti tadi Mi.."
"Gak apa-apa. Mungkin abahmu hanya lelah. Sudah sudah.. umi mau nyusul abah." Umi tersenyum padaku.
Aku memutuskan untuk ikut keluar juga. Lebih baik kugunakan untuk menyibukkan diri. Mungkin akan nengokin toko? Mungkin juga mantau konveksi? Mungkin juga nyari kain? Atau boleh jadi ke kebun saja biar fresh..
Yang penting gerakin badan dulu. Mumpung belum terlalu siang.
Allāhumma yassir kulla al-'asīr...
💦💦💦💦💦
🔮 Mumpung hp masih bersahabat
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Sang Gus [Khatam] ✔
Ficción General15+ Bagian pertama dari trilogi PPDS 🔹🔹🔹 💚Gus Zainal💚 Abah.... Aku laki-laki Bah,, masak dijodoh-jodohin,, masak dikenal-kenalin?? Aku bukan Siti Nur Baya, Bah.. Aku mohon Bah.. biarkan aku pilih dia.. 💚Nabila Tisfina💚 Gus.... Ning di PPDS b...