Nabila POV
Kyaaaaaaa.....
Kututup bantal di mulut, lalu berteriak sekencang mungkin. Cuma buku yang ilang, tapi nyesegg banget di dada. Dari tadi di sekolah aku sudah hilang konsentrasi gegara buku itu. Aku sudah siap jika rankingku jeblok karena beberapa hari terakhir saat tes sekolah pagi, tak bisa fokus.
Sudah seminggu dicari, tetap gak ketemu juga. Dari jaman Salwa berangkat olimpiade fisika di Bandung sampai dia pulang, buku diniyahku itu tetap belum ketemu. Dari jaman Ani ikut debat bahasa Inggris di Malang, sampai dia pulang juga belum ketemu. 😧
Seisi kamar sudah ku ubek-ubek belum ketemu juga. Rak buku, lemariku, kolongnya, lemari kedua sobitku, nanya ke pembina kamar, tetap belum ketemu. Di tangga kamar menuju ke dapur ndalem juga tak bisa kutemukan. Sudah kucari juga di tempat persembunyianku yaitu kolong aula belakang. Nihil.
Kemungkinannya hanya satu ditemu orang. Atau diumpetin mbak-mbak tak kasat mata penghuni aula belakang. 😱
Duuuhh,,, ntar malam tes semesteran diniyyah. Semua catatan penting keseluruhan mapel diniyyah ada di buku bersampul biru itu.. kemarin aku bisa mengerjakan lagi PR takhrij hadits, tetapi kalau mau tes terus buku itu hilang bagaimana aku mengerjakan mapel diniyyah yang lain coba??
Soal catatan mungkin aku masih bisa deh, liat punya ning Fia atau ning Hasna. Hanya saja ada satu hal lagi yang membuatku ingin nangis. Aku ingat betul coretan curhatanku di halaman belakang bukuku. Dan kemungkinan besar hilangnya buku itu cuma di kamar atau aula belakang.
Kalau bukan mbak pembina kamar yang nemu,, siapa lagi coba??
Umi Hannah yang nemu? Pasti akan dikembalikan. Beliau pasti akan memaafkan coretanku tentang putra beliau. Hiks,, bagaimana kalau umi memang sengaja tidak memberikan buku itu karena sudah ngeluh tentang gus Zainal? Tak mungkin. Umi orangnya baik banget.
Umi Sely yang nemu? Bisa jadi. Apalagi saat ketemu beliau terakhir kali beliau senyum gitu.
Kyaaaa,,,, sebel sebel sebel...
Aku berteriak kembali. Bantal masih kudekapkan di mulut. Andai di rumah, aku tentu sudah guling-guling gak jelas di kamar.
Apa jadinya kalau umi Sely nemu tuh buku, terus bilang ke ustadz Basith, terus tembus ke gus Zainal. Hiii amit-amit jabang tua. Mudah-mudahan jika memang umi Sely yang nemu, beliau tak akan bilang siapa-siapa.
Hiks... Tamat riwayatku.
Aaaaaaaaaaa..
Bantal yang sabar ya, aku tak bermaksud meneriakimu. Aku hanya ingin perasaanku sedikit lega. Tak mungkin kan, kalau aku teriak di kamar tanpa aling-aling. Ntar bakal bikin seisi PPDS heboh disangka ada orang gila nyasar.
"Kenapa Bil?" Suara sobitku yang amat kukenali membuat aku melepas bantal.
"Hiks, Salwa.. "
"Buku itu lagi?"
"Iya, belum ketemu. Apa aku coba tanya ke umi Hannah atau umi Sely saja ya?". Tanyaku ragu. Memalukan rasanya menanyakan buku yang hilang kepada beliau berdua.
Salwa yang kemarin dapat juara 3 olimpiade fisika tingkat SMA seluruh Indonesia itu menghela nafas. Mungkin mencoba mencari solusi.
"Girl.. please gunain otak encermu itu untuk membantuku", pintaku.
Ayo kita cari lagi di aula belakang. Mumpung belum digunain buat ngaji ba'da ashar.
Salwa menuntunku kaya ibu nuntun anaknya. Ia dengan sabar berjalan ke aula belakang untuk menemaniku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Sang Gus [Khatam] ✔
Fiksi Umum15+ Bagian pertama dari trilogi PPDS 🔹🔹🔹 💚Gus Zainal💚 Abah.... Aku laki-laki Bah,, masak dijodoh-jodohin,, masak dikenal-kenalin?? Aku bukan Siti Nur Baya, Bah.. Aku mohon Bah.. biarkan aku pilih dia.. 💚Nabila Tisfina💚 Gus.... Ning di PPDS b...