Bab 10

113K 5.5K 80
                                    

Author POV

Sudah lebih dari 15 menit Bima mondar-mandir di depan pintu kamar Arabella.

"Masuk, gak, masuk, gak, masuk." Ucapnya  sedari tadi, tapi tak kunjung berani mengetok pintu yang ada di depannya itu.

Huft

Bima menghembuskan nafas pelan.

"Bismilahirohmanirohim." Ucap Bima sudah bersiap mengetok pintu kamar Ara.

Tapi sebelum tangan nya menyentuh permungkaan pintu itu, tiba-tiba pintu itu terbuka membuat Bima dan juga Ara yang membuka pintu dengan memegang sebuah gelas terkejut bersamaan.

"Untung saja gelasnya tidak jatuh." Suara batin Ara sambil mengelus dada yang terkejut.

"Ada apa?" Tanya Ara yang sudah menstabilkan ekspresi nya.

"O...o....  lo mau kemana?" Tanya Bima tergagap.

Ara memperlihatkan gelas yang dia pegang.
"Mau ambil minum." Jawab Ara.

Bima menganggukan kepalanya karena masih ragu mengutarakan maksud kedatangannya.

"Kamu ngapain di sini?" Tanya balik Ara.

"Gue bisa numpang tidur disini gak? Teman-teman gue pada mau nginap disini, dan di sana gak muat lagi buat tidur." Ucap Bima akhirnya.

Ara terdiam karena permintaan Bima.
Dalam hati Ara ingin menolak karena belum siap satu kamar dengan Bima. Tapi disisi lain Ara juga tidak enak untuk menolak, takut-takut Bima gak pulang-pulang lagi seperti 3 hari kemaren.

Sadar keterdiaman Arabella nyali Bima jadi menciut.

"Kalau gak bisa, gak apa-apa." Kata Bima dan berbalik ingin meninggalkan Ara yang terdiam disana.

Tapi tiba-tiba Ara mencekal tangan Bima membuat Bima berhenti.

"Boleh kok. Kamu masuk saja dulu,aku mau ambil minum di dapur bentar." Kata Ara dan melepaskan  tangan Bima.

Ara sudah menghilang di balik tembok dapur apartement Bima.

Sedangkan Bima diam-diam tersenyum setelah kepergian Arabella.

Bima melangkahkan kakinya ke kamar Ara. Kamar yang dulu tempat menginap para sahabatnya.

Bima mencium wangi greenty.

"Wanginya menenangkan." Bima bermonolog sendiri.

Kamar yang dulu berantakan dan bau rokok kini berubah menjadi rapi dan wangi.

Tap

Tap

Ceklek.

Arabella masuk kedalam kamar. Mereka sama-sama merasakan kecanggungan.

Ara tidak bicara apa-apa hanya saja dia meletakan gelasnya di atas meja kecil di samping ranjang. Setelah itu Ara masuk ke dalam kamar mandi.
Sadar akan kecanggungan yang terjadi, Bima mengambil salah satu bantal yang berada di ranjang Ara dan membawanya ke sofa di dalam kamar itu.

"Mungkin lebih baik begini." Ucap Bima membaringkan badannya di sofa.

Tak berselang begitu lama, Arabella keluar dari kamar mandi dengan wajah yang basah. Kebiasaan Ara adalah sebelum tidur harus bersih-bersih dulu dan tak lupa mencuci wajahnya karena tidak ingin ada sisa make up disana.

Ara melihat Bima tidur di sofa dengan meringkukkan kakinya karena sofa yang terlalu pendek untuk badan Bima.

***
Bima POV

Gue merebahkan badan gue di sofa di kamar itu setelah mengambil salah satu bantal si ranjang Ara.

Rasanya sungguh tidak nyaman, belum lagi sofanya terlalu pendek untuk badan gue. Tapi karena mata gue yang tinggal 5 watt, gue gak peduli lagi.

Tak berselang berapa lama terasa ada yang mengguncang badan gue walau terasa sangat pelan.

"Bima." Terdengar samar-samar suara Ara.

Gue coba buka mata, ternyata Ara yang barusan membagunkan gue. Terlihat ada sedikit tetesan air wajahnya.

"Ada apa?" Tanya gue dengan suara serak.

"Kenapa tidur di sofa?" Tanya nya.

"Lalu dimana lagi." Kata gue pura-pura bingung. Padahal di hati berharap banget di ajak pindah tidur keranjang.

"Di ranjang saja. Lagian masih banyak luang untuk kamu walau aku sudah tidur sendiri disana." Jawab Ara membuat hati gue merasa menang malam ini.

"Emangnya boleh?" Tanya gue lagi pura-pura merasa tak enak.

Ara tersenyum dan menganggukan kepalanya.
"Tentu. Kamu kan suami aku." Jawab nya pelan tapi masih bisa gue dengar.
Saat dia menjawab itu, gue pengen senyum tapi gue tahan. Apalagi melihat rona merah di pipinya, gue pura-pura gak ngelihat aja biar dia gak malu.

Sudah lewat satu jam mata gue gak kunjung bisa si pejamkan.
Bukan tak nyaman atau sebagainya.

Masalahnya tadi baru saja ingin memejamkan mata, gue terkejut merasakan tangan meluk perut gue.

Jantung gue seakan mau pacu lari, ternyata Ara yang meluk gue.  Gue bisa dengar dengkuran halusnya.

Gue gak pernah merasakan ini sebelumnya.

Jujur gue bukanlah orang suci. Bahkan hampir seluruh mantan gue, pernah gue ajak tidur sekedar Ons. Tetapi entah kenapa baru di peluk Ara saja gue ngerasa geogi, seakan ini bukan gue banget.

Dengan sedikit gemetar gue balas pelukannya, kepala Ara sekarang berada di ceruk leher gue.
Andai gue bisa mendapatkan hak gue malam ini pasti akan lebih indah.

SUAMIKU ADIK PACARKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang