"Istirahat lagi ya? Aku capek." Cicit Ara dan langsung mendudukan dirinya di atas tanah dan bersandar di sebuah batang pohon.
Bima hanya memijat pangkah hidungnya ketika mendengar Ara minta berhenti lagi.
Bahkan setiap sepuluh menit sekali istrinya itu mengeluh dan memintak istirahat.
Bima melirik jam di tangannya. Dia yakin sekali para sahabat nya sekarang sudah sampai di cadas dan sedang mendirikan tenda atau bahkan sudah nyenyak terlelap dalan sleeping bag milik nya.Sedangkan dirinya dan Ara masih terperangkap disini. Bima memperhatikan Ara yang memejamkan matanya dan bersandar ke batang pohon di dekat mereka.
Suhu sudah semakin dingin, dan Bima dapat menebak kalau mereka pasti sudah hampir dekat dengan tujuan.
Hujan sudah turun sedari 30 menit yang lalu, beruntung mereka berada di bawah hutan yang lebat sehingga air hujan yang turun tidak mengenai mereka begitu deras karena terhalang pepohonan.
Tapi itu tetap saja membuat mereka basah kuyup.
Sudah lenih dari lima menit Ara bersandar di batang pohon itu. Melihat Ara yang terdiam dan tidak bersuara seketika membuat Bima cemas.
"Ara, ara." Ucap Bima berjongkok di depan Ara. Tapi Ara tetap diam saja.
Jantung Bima berdetak kencang takut terjadi sesuatu pada istrinya.
"Ara, bangun Ara." Kata Bima lagi menepuk-nepuk pelan pipi istrinya.
"Nggeh." Respon Ara membuat Bima menghelakan nafas lega.
"Bangun Ra, kamu kenapa? Ada yang sakit?" Tanya Bima mengelus pipi Ara. Walau Ara sudah bereaksi tapi dia tidak kunjung membuka matanya.
"Ngehh. Bima aku ngantuk." Jawab Ara dengan masih setia menutup matanya dan itu membuat mata Bima melotot.
Padahal Bima mengira jika Ara itu pingsan, ternyata istrinya ini hanya mengantuk dan ketiduran membuat Bima menggelengkan kepalanya.
"Bangun Ra, sebentar lagi kita nyampe. Setelah itu kamu bebas mau tidur lagi." Kata Bima membuat Ara membuka matanya.
"Kita udah hampir sampai?" Tanya Ara membuat Bima mengulas senyum.
"Iya, makanya ayo semangat. Semakin lama kita berhenti maka kita akan semakin merasa kedinginan karena tidak ada pergerakan." Ucap Bima.
Ara menganggukan kepalanya, dan tiba-tiba terdengar suara angin yang begitu riuh membuat badan mereka menggigil. Bagaimana tidak, badan yang basah kuyup terkena angin.
"Jangan takut." Kata Bima melihat Ara yang sudah melihat perpohonan yang bergoyang.
Ara menganggukan kepalanya dan berdiri di tuntun oleh Bima untuk melanjutkan perjalanan mereka.
"Ara liat." Ucap Bima menunjuk ke atas.
Ara melihat ke arah telunjuk Bima.
"Langit?" Kata Ara polos.
Bima terkekeh, karena tahu jika Ara pasti tidak mengerti kenapa dia menyuruh Ara melihat ke atas langit.
"Kita sudah keluar dari hutan, dan sudah bisa melihat langit dan bukan pepohonan lagi. Itu artinya cadas sudah semakin dekat." Kata Bima membuat mata Ara berbinar.
"Benarkah?" Tanya Ara semangat.
Bima mengganggukan kepalanya.
"Ayo lebih cepat." Ajak Bima menggenggam tangan Ara dan berjalan terlebih dahulu menuntun Ara dengan tangan yang berpegangan. Dan itu mau tak mau harus membuat Ara melangkah lebih cepat agar tak terlalu terkesan terseret oleh Bima.
Dengan semangat Ara melupakan tenggorokan nya yang kering, karena mereka telah kehabisan air sedari tadi.
Hujan terasa semakin deras karena tak ada lagi pepohona di atas mereka, yang ada daun ilalalang yang tinggi-tinggi tepat di samping kiri dan kanaan tempat mereka berjalan saat ini.
Bahkan Ara tidak memperdulikan wajahnya sering beradu dengan tas carrier yang di sandang Bima. Walau rasanya lumayan perih tapi Ara tidak mempermasalahkan karena dia ingin cepat sampai dan segera tidur di tenda nantinya.
"SAMPAI." Teriak Ara dan Bima serentak melihat deretan tenda para pendaki yang berada di hutan mati ini.
Dengan reflek Ara memeluk Bima saking senangnya melihat tenda yang bewarna-warni tersusun acak tapi tetap indah di mata Ara, walau hanya sedikit dari para pendaki yang berada di luar tenda mengingat cuaca yang sangat buruk dan penerangan yang seadanya dari senter para pendaki.
Telapak kaki Ara serasa beku karena dingin nya suhu saat ini.
"Ayo." Ajak Bima pada Ara mengelilingi tenda para pendaki mencari keberadaan para sahabat laknat yang meninggalkan mereka berdua begitu saja.
"Suuit SuUuuit. Pengantin baru."
Bima dan Ara langsung menoleh ke arah suara.
Di sana sudah berada ketiga sahabatnya duduk di dalam tenda dengan pintu tenda yang terbuka sambil memperhatikan air yang sedang mereka masak dengan kompor dan gas mungil kusus mereka bawa.
Melihat Bima menatap mereka dengan tatapan tajam para sahabat Bima malah terkekeh.
"Jangan marah, ganti baju sana." Ucap Noval santai menunjuk tenda di sebelah mereka.
Bima menyuruh Ara masuk ke dalam tenda yang kosong di tunjuk Noval tadi untuk mengganti baju yang kering dan bersih. Sedangkan Bima mengganti bajunya di tenda para sahabatnya.
"Kok di sini. Tenda lo sama bini lo di sana woy. Kita udah sempit bertiga." Kata Noval.
"Iya gue tau. Gue cuma numpang ganti baju aja, dasar pelit." Balas Bima kesal membuat yang lain terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU ADIK PACARKU
Romance2 tahun berpacaran ternyata tindak menjamin sampai ke tahap pernikahan. Tepat di hari H Revan menghilang tanpa jejak. Maka Bima lah yang sekarang menjadi suami sah dari Arabella. Memiliki suami lebih muda dari nya dan lebih-lebih Bima adalah adik...