Bab 19

98.4K 5.2K 84
                                    

*****

"Apa gak keterlaluan kita meninggalkan mereka?" Tanya Heru.

"Udah lo tenang aja, inikan demi mereka juga. Kalau kita gak begini tu bocah gak bakal ngomong sama bini nya." Jawab Noval.

"Benar tuh. Gue kasihan liat mbak Ara di cuekkin aja sedari kita di Jakarta." Sela Heru.

"Padahal ya, gue rasa mereka itu udah saling cinta deh." Celetuk Noval diangguki teman-temanya.

"Dari cara mereka menatap masing-masing aja kita udah tau. Tapi sayang, ego mereka terlalu tinggi." Kata Heru.

"Menurut kalian siapa di antara mereka yang duluan mengatakan cinta?" Tanya Noval.

"Mbak Ara." Jawab Heru dan Reno serentak, lalu mereka terkekeh.

"Gue juga sepikiran, teman kita mah pikirannya masih bocah. Mana bisa dia jadi dewasa menghadapi mbak.Ara. Selama ini kan dia cuma menghadapi pacar-pacarnya yang cabe-cabr itu. Mana bisa di menghadapi wanita dewasa seperti mbak Ara" celetuk Noval.

"E tapi jangan salah lo, waktu di Mall kan kita sama-sama liat bagaimana cara Bima memperlakukan mbak Ara." Sela Reno.

"Iya juga sih, tapi kan gak bertahan lama. Habis itu berantem kan." Kata Noval membuat yang lain terkekeh.

"Bahasa lo kampret, gak bertahan lama." Kata Reno terkekeh bersama Heru.

Sepanjang perjalanan mereka terus membicara sang pengantin baru yang tak lain adalah sahabat mereka Bima.

*****

Ara memandang lesu pemandangan di depannya.

"Bagaimana cara naik ke atas." Desah Ara.

Di depan mereka sekarang ada tantangan yang lebih ekstrem lagi.
Yaitu, tebing setinggi sekitar 8 meter yang harus di lewati untuk dapat mencapai ke atas dan melanjutkan perjalanan mereka.

Disana cuma di sediakan tali seperti tali tambang yang sudah terikat kuat di atas pohon yang berada di atas tebing dan pohon  dibawah tebing tepat di sebelah mereka. Jadi para pendaki harus berpegangan dengan tali itu dan melangkah atau mungkin bisa di sebut memanjat secara perlahan sampai ke atas seperti atlet pemanjat tebing.

Tapi bedanya adalah tebing ini tidak begitu tinggi,  tapi bahaya nya tebing ini memiliki struktur tanah yang licin seperti tanah berlumpur.

"Ikuti saja apa yang aku lakukan." Kata Bima hanya bisa di angguki Ara denga lesu.

Bima sudah mulai memegang tali itu dan melangkah satu demi satu langkah.

"Ayo coba." Teriak Bima pada Ara yang masih memperhatikan dari bawah.

Ara juga mencoba melakukan seperti Bima. Bima tersenyum kecil melihat usaha Ara dan sesekali menghapus keringat di dahinya.

Suhu yang dingin tidak terasa lagi saat mereka mencoba bersusah payah menaiki tebing ini. Malah Ara sudah seperti bermandikan air peluh saking takutnya terlepas dari tali tempat mereka berpegangan.

Saat Bima mencoba lebih naik lagi, maka ptomatis tali yang di pegang Ara bergoyang karena mereka memegan tali yang sama dan itu sukses membuat Ara gemetar saking takutnya.

"Ayo cepat Ara." Teriak Bima yang sudah berhasil berada di atas sana.

Ara mengangguk dan mencoba meniru dengan apa yang dilakukan Bima barusan.

"Ayo Ra." Kata Bima mengulurkan tangan nya ke arah Ara setelah Ara hampir mendekatinya. Dan___

Hap

Ara berhasil di tarik Bima membuat mereka terjatuh terlentang ke tanah dengan posisi Ara tepat di atas tubuh sang suami Bima.

"Capek?" Tanya Bima.

Ara menganggukan kepalanya yang sedang bersandar di dada bidang milik Bima dengan nafas yang masih ngos-ngosan.

"Mau minum gak?" Tanya Bima lagi dan melepaskan Ara dari dekapan nya.

"Iya." Jawan Ara.

Bima menyodorkan botol minum pada Ara dengan posisi mereka terduduk saling berhadapan di tanah.

Tanpa banyak bicara Ara langsung meneguk air itu tanpa memikirkan dimana air itu di dapat lagi.

"Itu air selokan tadi loh." Ucap Bima saat Ara selesai meneguk airnya.

"Gimana lagi, kan cuma ada ini." Kata Ara polos menunjuk botol minum itu, membuat Bima mengacak rambut Ara karena gemas.

"Masih kuat lanjut lagi?"

"Istirahat dulu ya, capek." Lirih Ara sambil memberikan botol minum ke tangan Bima.

Bima hanya menganggukan kepalanya.

Tiba-tiba terdengar bunyi petir dan yang diselingi angin membuat Ara sedikit takut.

"Bima." lirih Ara memegang tangan Bima.

"Cuma hujan Ara bukan hantu." Kata Bima membuat Ara merengut.

"Jalan lagi ya? Masih kuat kan, nanti keburu hujan. Perjalanan kita tinggal sedikit lagi loh." Ucap Bima.

"Sekarang jama berapa?" Tanya Ara.

"Jam 3 pagi." Jawab Bima membuat mata Ara melotot.

"Bukannya kata Reno jam 3 kita udah sampai di cadas?" Tanya Ara.

"Itu kalau kita bisa cepat, dari tadi kan kita banyak berhentinya. Palingan 2 jam lagi kita baru bisa sampai cadas" Jelas Bima.

***
Di lain tempat.

"Setelah lepas masa nifas mu kita akan berpisah." Kata Revan pada istrinya.

"Jangan ceraikan aku mas." Mohon istri Revan.

"Keputusan ku sudah bulat, aku ingin Arabella bukan kamu." Ucap Refan membuat istrinya terisak.

"Tapi apa kamu yakin dia mau menerima mu setelah kamu mempermalukan dia dan keluarganya dengan lari di hari pernikahan kalian." Kata istrinya tersenyum sinis walau masih dengan berurai air mata.

Revan menatap tajam sang istri.
"Dengar jalang, walau dia menolak ku. Aku akan berjuang mendapatkan maaf dan kesempatan kedua darinya, karena dia pantas di perjuangkan. Bukan seperti dirimu." Ucap Revan.

"Dan kau fikir aku tak tau kenapa kau mabuk di club malam itu? Malam itu kau mabuk karena gagal merusak rumah tangga mantan kekasih mu kan? Tapi sayang, malah aku yang terperangkap dengan mu malam itu." Lanjut Bima membuat istrinya terdiam.

"Andai aku juga tidak mabuk dan kau tak menganggap aku kekasih malam itu. Mungkin aku sekarang sudah bahagia dengan kekasihku."



SUAMIKU ADIK PACARKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang