Chapter 03. Her Past

97 14 12
                                    

Terlepas dari kantor polisi usai diberi pertanyaan dan menceritakan kronologi dari kejadian naas yang menimpanya, Hwa Yong mencoba kabur dari sana. Ia bukan anak kecil yang bodoh, tentu dirinya berbohong, menelepon nomor acak dan mengaku sebagai keponakan. Ia menunggu beberapa lama hingga ada sebuah mobil yang tidak sengaja parkir sementara di dekat kantor polisi yang cukup jelas untuk dilihat mata dan ia pun pamit undur diri dari sana setelah menolak untuk diantar sampai sana. Sempat untuk menoleh kebelakang, memastikan dirinya sudah lepas dari pengamatan polisi, maka Hwa Young segera berlari mencari tempat sembunyi pada gang kecil kumuh bertepatan dengan mobil yang dia tunjuk sebagai pihak keluarganya beranjak pergi.

Tidak mempunyai tujuan pulang, rumahnya pun tertutup garis polisi yang ia yakini polisi masih berkeliaran disana untuk pemeriksaan lebih lanjut. Langkahnya luntang-lantung dengan darah kering yang masih melekat ditubuh Hwa Young. Tadi saat di kantor polisi dirinya menolak untuk membersihkan diri. Setiap orang yang berpapasan dengannya menatap bingung tak sedikit pula rasa takut juga menyambangi. Hingga kakinya yang menuntun tiada arah berhenti dan duduk di ayunan taman sepi.

"Hei, adik kecil." Rupanya ada sosok lain di taman itu yang tak disadari Hwa Young.

"Hei-hei, jangan takut. Aku bukan orang jahat. Aku Park Nari Siapa namamu, hm?"

Yang ditanya pun masih setia mengatupkan kedua bibirnya. Hwa Young masih diam.

"Adik kecil, sini menghadapku." Park Nari menarik lengan Hwa Young lembut lalu membersihkan semua darah kering di tubuh Hwa Young.

"Hwa Young. Namaku Im Hwa Young, Eonni."

"Nama yang cantik, seperti dirimu. Cha~ Sudah bersih." Tangan Nari mengumpulkan semua tissue yang digunakan dan membuangnya pada tempat sampah terdekat lalu menghampiri Hwa Young.

"Apa kau habis bermain dengan tinta merah? Bajumu merah sekali. Cepatlah pulang, dan berganti pakaian, hm? Aku pergi. Sampai jumpa Hwa Young." Tersenyum manis terbit wajah Park Nari, bohong jika ia tidak tahu itu darah. Ia hanya tidak ingin membahas beban anak kecil ini. Wajah anak ini sudah muncul dalam beberapa berita yang ditontonnya.

"Eonni..." Hwa Young menarik ujung baju yang dikenakan Nari, pun presensi yang terpanggil itu berbalik dan berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Hwa Young.

"Boleh aku ikut denganmu? Hiks... Aku- aku takut pulang ke rumah. Hiks... Disana - disana hiks... Disana ada banyak darah. Aku takut, Eonni. Aku hiks... Aku... Orangtuaku meninggal. Aku membunuh mereka."

"Stt... Sudah, jangan menangis. Kau boleh ikut denganku asal kau berhenti menangis. Kita akan makan es krim yang banyak, oke? Tapi sebelumnya, ayo kita pulang dan bersihkan tinta merah in–"

"Ini darah Eonni. Ini darah orangtuaku. Hiks... Aku yang membunuh mereka." Tangis Hwa Young pecah.

"Ssttt... Stt... Sudah, kita anggap ini tinta saja, oke? Tidak ada darah disini, hanya tinta merah. Sekarang ayo kita pulang. Mari bersihkan dirimu dari tinta ini." Park Nari sungguh tidak tega melihat keadaan Hwa Young. Anak itu jelas sangat terguncang dengan kejadian yang menimpanya.

Nari tahu itu darah, tahu Hwa Young shock, terguncang, dan bahkan bisa jadi trauma dengan kejadian ini. Maka dari itu ia mencoba tidak mengungkitnya. Menunggu waktu yang tepat atau Hwa Young yang menceritakannya sendiri. Yang penting sekarang membersihkan tubuh Hwa Young dan tidak mengungkitnya barang sedikitpun hingga membuat Hwa Young lebih lega.

*****

Sampainya mereka di flat miliknya setelah menempuh jalan setapak yang cukup panjang, Nari segera membersihkan Hwa Young.

Who Are You?Where stories live. Discover now