Chapter 13. Anger and Sorry

49 8 0
                                    

Mobil Jungkook berhenti pada sebuah bangunan yang bisa disebut rumah, berada di kawasan elit, tapi Hwa Young tidak tahu dimana ini. Tadi setelah membersihkan lukanya, lelaki itu tidak bicara lagi, hanya diam sepanjang jalan, jas kerjanya pun sudah teronggok di kursi belakang menemani tas sekolah Jiwoo.

Niatnya ingin menanyakan dimana mereka sekarang kembali urung. Aura Jungkook yang dingin sudah kembali, jadi ia memilih bungkam. Matanya sibuk mengamati bangunan itu dari luar, masih bertanya-tanya siapa gerangan pemilik hunian ini, kenapa tidak langsung pulang saja, dan pertanyaan lainnya.

"Bisa jalan sendiri kan?!"

Hwa Young berjengit kaget atas suara Jungkook yang memecah segala tanya dikepalanya dengan nada ketus. Ia mengangguk pelan sebagai respon dari pertanyaan suaminya.

Jungkook keluar lebih dulu meninggalkannya yang masih terdiam di mobil itu, pikirannya masih bertanya-tanya mengapa mereka ada di sini. Tentunya pertanyaan itu tidak akan mendapat jawaban, jadi Hwa Young mengenyahkan tanya itu dan menyusul Jungkook. Baru saja pintu itu terbuka, di hadapannya sudah ada lelaki itu dengan raut jengkel.

"Ck! Lama sekali, dasar merepotkan. Bilang saja kalau tidak bisa, minta tolong apa susahnya, sih?!"

Mata Hwa Young membola pun diikuti mulutnya yang membulat tak percaya. Bukannya tidak mau minta tolong, dirinya bahkan baru saja membuka pintu berniat menyusul. Jungkook kini malah menggendong tubuhnya memasuki hunian itu.

'Apasih maunya?!' Batin Hwa Young memprotes.

Jungkook mendudukan sang istri pada sebuah sofa empuk dengan perlahan, "Akh..., punggungku sakit sekali. Pegalnya menggendong orang tidak tahu terimakasih." Ucap lelaki itu memukul pelan area punggungnya.

'Benar-benar, manusia ini! Panjangkan sabarmu Youngie, kau harus sabar.'

Tiba-tiba suara gemeruduk langkah kaki kecil yang berlari menyapa rungu keduanya, "Bu Guru! Jiwoo rindu." Siapa lagi kalau bukan keponakan Jungkook satu-satunya, anak ini menanti-nanti kepulangan guru tercintanya.

"Oh, Jiwoo-ya!" Hwa Young terkejut mendapati sosok Jiwoo yang berada disini, "Ibu juga rindu. Bagaimana kabarmu?"

"Baik, Jiwoo selalu baik kalau bersama Bu Guru." Jawab buntalan kecil itu, masih kecil tapi sudah pandai merayu, tidak tahu ketika dewasa nanti seperti apa. "Bu Guru bagaimana? Uncle Tae mana?" sambungnya lagi, kepalanya celingukan ke kanan dan kiri mencari sosok lainnya yang mungkin saja ikut bergabung.

Namun suasana riuh di sana seketika berubah menjadi sunyi, hening dengan aura murung.

"Jiwoo, se–" Jungkook niatnya ingin menengahi pertanyaan keponakannya ini namun sangat disayangkan harus terpotong dengan seruan bocah itu.

"Kookie Appa! Kookie Appa melanggar janji. Lihat! Bu Guru luka." Dua jari telunjuknya mengarah pada luka di lutut Hwa Young, wajahnya menunjukkan kemarahan tapi lebih terkesan lucu daripada menyeramkan.

Respon yang diberikan kedua orang dewasa disana jauh berbeda. Hwa Young mengerut bingung, sedang Jungkook mengusap tengkuk bagian belakangnya sambil berdesis.

"Itu... Tadi itu begini. Jadi, tadi... tadi itu, emm..." Jungkook bingung hendak berkilah apa.

"Bu Guru tadi jatuh, tidak sengaja tersandung." Hwa Young menengahi dengan cepat setelah memahami situasi disana, "Bukan salah Appa. Jadi jangan dimarahi, ya?"

Jiwoo mengangguk patuh. "Bu Guru tunggu disini ya, Jiwoo akan mengobati lukanya." Ucap bocah lelaki itu yang segera diangguki Hwa Young.

Jiwoo langsung berlari sedikit meloncat girang saat mencari kotak obat yang entah dimana, Hwa Young dibuat gemas sampai-sampai tidak bisa menahan kekehannya. Pandangan gadis itu beralih pada Jungkook setelah presensi Jiwoo hilang ditelan dinding, ia tidak tahu bahwa lelaki itu memandanginya sejak tadi. Baru saja ingin membuka percakapan, Jungkook lebih dulu memutusnya dengan melengos pergi menyisakan dirinya duduk sendirian disana.

Who Are You?Where stories live. Discover now