Warning.
Chapter ini mengundang emosi.
Saat itu Hwa Young tengah berjalan tak tentu arah, tiba-tiba saja hari ini seolah bom besar sedang menghantam kepalanya hingga tak mampu membuatnya berpikir jernih. Untungnya, ia masih bisa berjalan lurus bukan layaknya orang mabuk. Tidak lucu, kalau siang terang benderang di atas terik matahari begini ada orang mabuk tidak tahu waktu. Meski sudah bisa menghindari orang-orang agar jalannya tak mengganggu pun tidak menabrak pejalan kaki lainnya. Sayangnya, tetap saja ia menyenggol bahu orang lain hingga orang itu terjatuh.
"Oh, astaga!" Pekik Hwa Young lalu menutup mulutnya reflek terkejut, lalu berjongkok di hadapan orang yang terjatuh tadi. "Maafkan aku paman, aku tidak sengaja. Apa kau baik-baik saja?"
Sesosok laki-laki berumur pertengahan atau akhir empat puluhan, menggunakan hoodie hitam berkerudung serta topi berwarna senada. Sosok ini sempat mendongak, matanya membola terkejut lantas mengalihkan pandangan. Bergegas berdiri dan pergi dengan langkah kaki lebar nyaris berlari. Terlihat menghindari Hwa Young.
Hwa Young sempat melihatnya, wajah itu, matanya serta garis wajah. Seseorang yang tak asing baginya meski lama tak pernah berjumpa. Sosok yang selama tiga belas tahun ia rindukan, ayahnya. Itu ayahnya, tapi, mungkinkah itu ayahnya? Ayahnya masih hidup?
Tersadar dari pikirannya, Hwa Young segera mengejar orang itu. Matanya menilik orang yang sudah jauh didepannya. Hwa Young tertinggal jarak yang bisa membuatnya kehilangan jejak jika sekali saja berkedip. Nyatanya benar, ia kehilangan jejak di persimpangan jalan. Tertelan kerumunan orang yang sibuk menikmati liburan musim panas. Sebuah getaran dari ponsel berhasil mengganggu kesibukkan matanya mengitari tempat dimana ia kehilangan jejak sang ayah. Sebuah pesan dari dari nomor yang tidak dikenalnya, nyaris saja ia ingin menggeser notifikasi itu jika tidak tertera kata Appa dalam pesannya.
From: Unknown [12.10 p.m.]
Kau melihatnya? Kau sudah bertemu Appa-mu? Terkejut? Sepertinya..., bukan, kau memang kehilangan jejaknya. Sayang sekali, Im Hwa Young. Pertemuan kalian sangat singkat setelah tiga belas tahun berlalu. Aku kasihan padamu. Rindu sekali dengan Appa-mu, ya? Aku bisa membantumu bertemu lagi dengannya.
Hwa Young melihat sekitarnya, mencari sosok si pengirim pesan. Orang itu pasti disekitar sini, ia pasti mengetahui sesuatu tentang ayahnya. Tak lama ponselnya kembali bergetar, telepon dari nomor yang sama. Bergelut dengan pemikirannya, akhirnya, pada detik kesepuluh ia mengangkat telepon itu."Hai, Nona Im. Kenapa lama sekali mengangkatnya?! Lama tak melihatmu. Kau tumbuh sesuai ekspektasiku, menjadi gadis canti. Ah, tidak, cantik, menarik, dan... menggoda."
"Siapa kau?"
"Tenanglah, Sayang. Kau tidak perlu mengetahuiku sekarang, nanti pasti kita akan bertemu. Sekarang, biarkan aku saja yang melihatmu. Kau tau? Pesonamu itu sangat kuat, aku ingin menyimpanmu didalam kamar, tidak akan kulepaskan. Kau masih virgin? Bermain sebentar, sepertinya tak jadi masalah. Ah, aku tidak sab–"
"Sepertinya kau salah sambung. Akan aku tutup teleponnya."
"Hei! Kau tidak sabaran sekali. Ingin bertemu langsung denganku, ya? Tidak sabar bermain denganku? Padahal aku ingin memberitahu tentang Appa-mu, tapi sepertinya kau lebih tertarik padaku. Baiklah aku kan menghampirimu disana. Jangan pergi, aku akan ke sana."
YOU ARE READING
Who Are You?
FanfictionJeon Jungkook. Kita melewati banyak cerita bersama dalam pernikahan ini. Cerita yang kita lalui bersama. Ah, bukan. Aku tidak melalui semua cerita itu bersamamu. Maafkan aku, tidak semua waktu yang kau lalui bersamaku itu adalah aku yang kau kenal...