permen jahe dan tamarind

376 73 23
                                    


Vote and comment

Jangan Ada sider diantara kita

....

Masih hari minggu yang sama, dengan wajah yang sama juga sejak tadi perjumpaan kembali jisung dengan pemuda yang dikerjainya waktu itu. Jisung hanya mengaduk-ngaduk teh nya sedari tadi, tak lupa dengan wajah masamnya.

"Kamu kenapa sih!" Tanya taeil menyadarkan jisung dari lamunannya.

"Sebel, mukanya minta di segel!" Jisung mencebik masih menatap lurus ke depan seolah memandang musuhnya.

"Ya sebel kenapa!?"

"Cih, kelihatan banget tampang nepotisnya."

Taeil mengernyit acuh, terserah anaknya mau menggerutu bagaimana.

" yang penting sekarang kamu tolongin ibu, " Taeil mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya, meletakkannya kasar beserta kertas isi daftar belanjaan di meja tempat anaknya memangku wajah cemberut itu.

"belinya di minimarket perempatan jalan itu."

Jisung mengambil malas uang, tidak mau repot membantah walau sebenarnya moodnya tidak mendukung kakinya untuk melangkah kemana-mana.

"Kenapa gak besok aja sih, bu," gerutunya sepelan mungkin, bibirnya mencucu, taeil tertawa gemas melihat putrinya masih seperti bocah.

"Besok kamu kerja, kalo ada bahannya sekarang kan enak, ibu engga perlu bolak-balik ngabisin waktu buat ke minimarket, lagian  kalo kamu kerja, gak ada yang Bantuin ibu, " sang ibu menggunakan jurus andalannya. Kalau sudah begini Jisung mana tega menolak. Sambil bersenandung ringan gadis berjalan menuju minimarket terdekat untuk membeli barang yang ibunya suruh tadi, tanpa menyadari kesialan berikutnya yang akan ia hadapi di minggu ini.

Tak perlu waktu lama untuknya menyelesaikan semua daftar belanjaan sudah ceklist, tapi rasanya kurang sah kalau mampir ke minimarket tapi melewatkan kesayangannya. Dengan antusias kakinya melangkah ke tempat yang selalu berhasil membuat matanya berbinar saat melihat deretan berbagai rasa yang katanya bisa menetralisir hambarnya hidup.

Hari ini rasa apa ya? Pikirnya, dan diliriklah sebungkus permen tamarind itu dengan mata bak predator kelaparan, gerakan tangannya sengaja di perlambat untuk menambah kesan perjumpaan lama dengan kekasih, namun saat hanya tinggal mengikis dua centi, momen romantis itu harus kandas karena rupanya bukan jisung saja yang mengincar bungkusan itu. giginya menggertak, Jadi ini rasanya ditikung?

Ah, enggak! Ia selalu mengalah, tapi tidak untuk permen! Ia harus berjuang mendapatkan pack permen terakhir itu. Perlahan matanya memicing pada tangan yang memblokir adegan romantisnya dengan permen tadi, semakin naik lirkannya semakin tajam pada pemuda disampingnya, si penikung itu juga sama sinisnya, namun tetiba saja aksi saling pandang mereka berubah menjadi ekspresi melongo.

"L-lagi?" Cicit jisung.

Pemuda di samping jisung memutar bola matanya jengah, menjitak pelan kepalanya sendiri lalu menjitak pinggiran etalase, seperti sedang ritual buang sial. "amit-amit jabang bayi," gumamnya. Jisung berdecih seolah paham maksud aksi si pemuda.

"Tolong ya, mas. Saya juga nggak mau ketemu situ."
Si pemuda mengangkat satu alisnya, menatap jisung dari ujung dahi sampai ke ujung rahang, lalu kembali membuang muka.

"Oh." Si Pemuda  mendorong jisung ke samping untuk melanjutkan aksi menikung permen tadi, untung dengan cekatan jisung menjambak rambut si perebut, dengan wajah khas psikopat.

"Ambil permen lain, kalau besok, mas nggak mau ada di dunia lain," bisik jisung disusul tawa anak kecil di film horror.

"Apa-apaan! itu gua duluan yang ambil ya---Akh!"

satang(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang