Permen terakhir

250 39 16
                                        

Chapter terakhir huaaa

Siapapun readers sedikitku, makasi udah dukung ff abal-abal ini. doain supaya bisa bikin ff chensung baru, atau nggak yang penting jisung submisive dah:") yang lebih baik tata bahasanya.

....

9 tahun kemudian...

Wanita yang semakin kurus itu terduduk di kursi lobby sebuah rumah sakit, menunggu sang suami menjemputnya. Lembaran kertas berisikan hasil tes yang sudah hampir seminggu ditunggu itu ternyata mengecewakan. Tangan kirinya meremat cincin di jari manisnya, kembali teringat perkataan dokter tadi, kemudian sesak dada seperti menekan intensitas tangisnya yang berusaha diredam.

"saya terima nikahnya seo jisung dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Wanita itu kembali teringat pada saat-saat suaminya melamarnya, mengikat janji suci, menunggu selama dua tahun untuk mendapatkan anak, saat sudah mendapatkan, tuhan sepertinya belum memberi kepercayaan padanya untuk menjaga seorang anak. Apa kata orang-orang?mati satu tumbuh seribu? jangankan seribu, bahkan jisung divonis rahimnya sudah kering sehingga akan sangat sulit memiliki anak. Hatinya masih berusaha meyakini kalau arti sulit itu bukan berarti tidak mungkin.

"kalau sudah umur 30an mungkin akan sulit punya anak lagi, untung keluarga wong sudah punya cucu dari nak nana sama jeno."

"ibu kun kapan nih momong cucu?"

"nenek paham,le. Tapi poligami nggak dilarang, lagipula kamu sudah berkecukupan."

"iya, le. Jisung pasti ngerti."

"anak itu salah satu perekat hubungan antara suami dan istri."

"jangan cuman bagiin permen ke anak-anak panti, kamu juga harus mulai perduli gimana caranya biar bisa kasih permen ke anak kamu nanti."

"eh lebaran tahun ini masih belum punya pengganti anak pertamamu, nggak coba adopsi anak atau bayi tabung? Lihat deh anak nana sama jeno udah mau dua, kamu juga jangan mau kalah dong, le."

Semua perkataan itu kembali terngiang, seberapa keraspun jisung mencoba untuk tidak perduli, tetap saja hatinya mulai muncul sedikit keraguan.

Andai kamu nggak nikahin cewek nggak berguna kayak aku, le. Gumam Jisung kemudian mengambil permen tamarind dari saku celananya, merasakan asam permen untuk mencoba rileks. Ini hanya asam tamarind, bukan asam garam kehidupan yang sudah sering dialaminya.

"sayang!"

Panggilan itu membuatnya dengan beringsut menghapus jejak-jejak air matanya, mengusahakan senyum terbaiknya untuk orang yang dinikahinya tujuh tahun lalu. Masih dengan setelan jas kerjanya, sang suami terlihat sama seperti bertahun-tahun lalu. Mata untuknya tidak pernah berubah, tidak ada kekecewaan meskipun ia tahu suaminya itu juga ingin menjadi sumber kekuatannya.

Sang suami duduk di samping dengan rangkulan yang masih menghangatkan, mata wanita itu memandang takut ke arah laki-laki di hadapannya yang malah tersenyum tanpa beban.

"bukannya pulang, habis dari bandara malah ke sini, aku kan bisa minta jemput nana,"ocehnya sambil memeluk suaminya dari samping, tanpa memperdulikan orang-orang di sekitar memandangi mereka gemas.

"mereka masih mesra kayak lima tahun lalu, istrinya beruntung bisa dapat suami setia setelah kecelakaan lima tahun lalu, bahkan belum bisa ngasih anak lagi sampai sekarang."

"tapi tahu nggak salah satu pasien dokter jang, kondisinya juga hampir sama kayak si mbak itu, aku nggak sengaja dengar kalau suaminya tiba-tiba pulang bawa bayi, anaknya dari perempuan lain. Namanya juga cowok kan, tetap aja imannya lemah kalau demi keturunan."

satang(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang