1. Allesya Arfani

7.2K 194 60
                                    


Allesya Arfani. Gadis imut, yang berasal dari desa terpencil, di Pulau Jawa, mengurusi kepindahan sekolahnya. Dia pindah di Jakarta, karena dia ingin merasakan hidup dan bersekolah di kota besar.

Allesya memiliki sifat acuh tak acuh. Ia tidak begitu mempedulikan lingkungan sekitarnya.

Tak disadarinya jika dia memiliki karakter yang super dingin dan cenderung pendiam. Dia belum bisa menerima keadaan keluarganya yang telah hancur. Terlebih orang yang disayanginya mulai meninggalkannya.

Karena keadaan yang seperti itu, membuat dirinya sangat terpukul. Ia memendam dan merasakan rasa sakit yang begitu mendalam. Ia tidak mau membagi ceritanya dengan orang lain, meskipun itu sahabatnya sendiri.

Allesya memiliki sahabat yang selalu mendukung dan menemaninya, tapi entah kenapa Allesya tidak bisa membagi ceritanya untuk sahabat yang dipercayainya.

Maya Firda dan Salma Tasya. Itulah sahabatnya yang sejak SMP. Maya sangat cantik dengan kulit putih mulusnya itu. Sedangkan Salma sangat manis dengan kulit sawo matangnya. Mereka tidak rela ketika Allesya memutuskan untuk pindah di Jakarta dengan alasan yang tidak jelas. Tapi apa daya mereka, mau dipaksa seperti apa juga Allesya tak kunjung berubah pikiran.

Kini mereka bertiga sedang berada di kamar Allesya membantunya packing baju dan perlengkapan yang akan di bawa ke Jakarta. Ketiga sahabat itu tidak ada yang membuka percakapan, karena telah disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Maya yang sedang mengemasi kosmetik dan juga skincare milik Allesya, Salma sedang memasukkan gitar Allesya ke dalam tas gitar, dan Allesya yang tengah sibuk mengangkat telefon dari kakaknya.

"Aku sudah siapin semuanya, Mas. Ini dibantu sama Maya dan Salma." Ucap Allesya menjawab telefon sembari menghisap rokok yang dia apit diantara jari telunjuk dan jari tengahnya.

Merokok? Ya, tidak salah. Gadis yang memiliki paras imut itu memang merokok. Bukan karena dia anak yang tidak baik, melainkan semenjak keluarganya yang hancur itu dia mulai membuat aturan untuk dirinya sendiri. Sebenarnya salah yang dilakukannya karena rokok tidak baik untuk tubuh, tapi baginya ketika ia merokok bisa mendapat ketenangan pikiran dan menyembuhkan kekosongan hati.

"Oke." Tutup kata dari gadis perokok itu untuk kakaknya.

"Sya, kamu jadi berangkat besok tah?" tanya Maya menghampiri Allesya yang berkacak pinggang memunggungi kamarnya.

Kamarnya ada di lantai dua dan ber-AC, tidak mungkin jika dia merokok disana, terlebih ada sahabatnya, jadi dia sejak merokok berada di balkon kamarnya. "Kamu mau merokok terus? Gak baik lo," imbuh Maya yang duduk di kursi sambil membalas pesan dari pacarnya.

Tak lama dari itu Salma menyusul sambil membawa 2 kaleng minuman soda dan menyodorkan ke Maya. "Allesya, kamu tau gak sih, kita takut kalo kamu disana gak ada yang ngingetin kamu buat kurangin rokokmu. Cukup to, Sya." Ucap Salma dengan logat Jawa medok yang enak didengar.

"Iya." Singkat, padat, dan mudah dimengerti.

Salma hanya menarik napas panjang karena dia sudah sangat memahami sahabat yang sudah dia kenal selama 3 tahun ini. "Besok kamu dijemput Kakakmu apa diantar Pak Abdi dari sini?" 

Allesya anak bungsu dari keluarga yang sangat berkecukupan. Bahkan dia tinggal di rumah yang besar ini hanya dengan sepasang suami istri tukang kebun dan ART.  Orang tuanya sudah bercerai sejak tahun pertama gadis itu masuk di Sekolah Menengah Pertama. Mama memilih untuk keluar dari rumah, begitupun juga Papa. Sedangkan Kakaknya memiliki perusahaan di Jakarta, jadi dia tidak bisa menemani adiknya di rumah, ditambah lagi Kakaknya itu sudah menikah.

***

Gadis bertubuh ramping dengan setelan hoodie dan leging itu tengah menunggu di dalam mobil bersama tukang kebun yang merangkap menjadi  supirnya. Ia menunggu kedatangan dari Kakaknya, Ilham Zaeyen, untuk menjemputnya. Di dalam mobil ia mengalihkan pandangannya untuk melihat hiruk pikuknya kota metropolitan yang kerap terendam banjir kala musim penghujan.

Tak berselang lama, ada sebuah mobil Pajero Sport yang menghampiri mobil Allesya. Sudah tampak dari saat pemiliknya keluar, itu Kakaknya dan sang istri. "Adeek," Ilham tersenyum dan langsung membuka pintu belakang mobil.

"Adek, buruan turun ya, barangmu biar Mas sama Pak Abdi yang beresin," titah Ilham setelah memeluk dan mencium Allesya. "Sayang, ajak Allesya ke mobil, gih." Perintah Ilham kepada istrinya.

Ilham memindahkan barang-barang adiknya ke dalam mobilnya yang dibantu dengan Pak Abdi. "Gimana Allesya kalau di rumah, Pak?"

"Sama aja, Mas. Mba Allesya sejak saat itu selalu murung dan sudah satu tahun ini dia...merokok." Ucap Pak Abdi sambil mengeluarkan koper yang berada di bagasi mobil mungil Allesya.

Ilham terkejut dengan penuturan pria paruh baya bertubuh tinggi kurus yang ada di sampingnya. Ia tidak ingin menghakimi adiknya, karena hal itu pasti keputusan adiknya sendiri. Setelah menyelesaikan pekerjaannya dan memberikan Pak Abdi upah untuk pulang, Ilham langsung menghampiri dua wanita yang kini tengah mengobrol.

"Dek, Mas udah beliin kamu apartement, fasilitasnya lengkap pokoknya." Ia mulai menyalakan mesin mobilnya dan memakai sabuk pengaman. "Lagian ngapain to kok gak mau tinggal bareng Mas sama Mba aja? tanyanya.

Allesya memang lebih memilih tinggal di apartement daripada tinggal bersama Kakaknya  yang sudah memiliki keluarga baru. "Makasih, ya, Mas Ilham."

"Kalau soal kepindahan sekolah kamu itu udah beres. Kamu tinggal masuk sekolah aja. Besok Mas antar ke sekolah barumu." kata Ilham yang hanya dibalas dengan anggukan.

Setelah itu mereka menuju ke swalayan untuk membeli beberapa bahan makanan dan camilan.

***

Tbc..

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang