LS : 12

3.3K 612 305
                                    


Irene diam di dalam mobil, meski beberapa kali kepalanya melirik kepada Sehun yang sedang mengemudi dengan wajah mengeras seperti menahan amarahnya. Jujur, Irene benar-benar tidak paham kenapa Sehun marah seperti ini kepadanya. Ia membuat salah apa? Apa yang sudah ia lakukan sampai Sehun semarah ini?

Jika sebelumnya ia hanya bersikap tak acuh, namun kali ini ia seperti meledak-ledak. Irene tidak tahu bagaimana menyikapi pria ini. Ia hanya bisa duduk diam di dalam mobil, ibarat patung yang Sehun bawa ke mana pun.

Ingin berucap pun Irene tidak berani, wajah  pria itu begitu menakutkan sekarang. Rasanya ia sedang menahan emosinya yang lain. Dan jika Irene menanyakan sesuatu yang menyentuh amarahnya, maka luapan emosi itu mungkin akan kembali Irene dengar.

“Sudah makan?” tanya Sehun tanpa menarik atensinya dari jalan raya.

Irene meremas jemarinya lalu berucap, “belum.”

“Mau makan apa?” tanya Sehun dengan nada bicara yang masih dalam dan dingin.

“Terserah.”

Irene membuang napasnya lalu menopang dagunya sambil melihat jalanan juga. Suasana hatinya memburuk kala Sehun membentaknya tadi.

“Irene — jangan membuatku marah. Kau mau makan apa?!” ucap Sehun meninggikan suaranya.

“Terserah, Sehun! Aku tidak pilih-pilih makanan!” bentak Irene tidak kalah keras. Ia rasanya cukup menahan emosinya sejak tadi.

Sehun pun membawa mobilnya menuju sebuah restoran mewah. Restoran yang terakhir kali ia dan Irene kunjungi, di mana di tempat ini ia membuat Irene hampir mati dengan memesan sop jagung dengan seafood. Tapi karena hanya ini restoran yang mewah dan pantas untuk Irene dan ia datangi maka Sehun harus memilihnya lagi.

Setelah sampai, Sehun pun membukak sabuk pengamannya dan kemudian langsung turun sebelum Irene membuka pintunya sendiri. Karena, Sehun yang ingin membukanya. Hal ini membuat Irene terkejut karena kali pertama Sehun membukakannya pintu mobil setelah beberapa kali mereka berada di dalam mobil yang sama.

Irene sedikit terperangah beberapa detik dengan memandang wajah Sehun. Dan ia harus tersadar kembali saat Sehun menyentil keningnya gemas.

“Cepat turun, Nona Bae.”

Tak tanggung-tanggung, pria itu langsung menarik Irene keluar dari mobilnya dengan tangan yang terpaut cukup erat. Irene benar-benar tidak mengerti dengan sikap Sehun kali ini. Apa ia salah minum obat atau mungkin Sojung baru saja memutuskannya lalu ia menjadi aneh seperti ini?

Irene memikirkannya dengan keras.

Sehun pun menarik kursi dan mempersilahkan Irene duduk di sana lalu ia duduk di depan gadis itu. Seorang pelayan pun menghampiri mereka untuk menuliskan pesanan keduanya.

“Kau mau makan apa?” tanya Sehun sambil melihat-lihat daftar menu yang tersedia.

“Salad kurasa.”

“Rene!” Sehun menatapnya tajam.

“Pasta!” katanya cepat dengan bibir dikerucutkan membuat Sehun terkekeh geli seakan melupakan emosinya beberapa saat yang lalu.

Sehun pun memesankan dua porsi pasta untuk keduanya. Dan sembari menunggu, Sehun membuang napasnya lalu memandang Irene yang berusaha tidak terperangkap dengan iris mata Sehun. Karena itu bisa berbahaya.

“Jika ingin ke kantorku, kau harus menelepon lebih dulu. Paham?”

“Agar aku tidak bertemu kekasihmu begitu?” tanya Irene dengan matanya yang berkedip.

• Love Scenario   ✔ | Sudah Diterbitkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang