LS : 10

3.2K 569 202
                                    


Sehun banyak berpikir sebelum ia menyelamatkan Irene, ia sepertinya sudah menyakiti Sojung dengan mengabaikannya seperti tadi dan meninggalkannya begitu saja. Lalu ia harus apa jika pikirannya langsung kacau saat mendengar Irene menangis ketakutan seperti tadi? Rasanya ia takut luar biasa terjadi sesuatu dengan Irene. Jangankan Irene, Sojung pun jika dalam keadaan yang sama, ia akan pergi tanpa memikirkan apa pun lagi.

Ia mau menghubungi Sojung, namun ia memilih untuk mengantar Irene pulang dulu. Sepertinya gadis ini kelelahan karena berlari. Ia pun sepertinya masih ketakutan terlihat dari tidurnya yang tidak nyaman dan berkeringat. Sehun jadi kasihan dan merasa bersalah. Jika saja Irene tidak kabur tadi, mungkin tidak akan seperti ini kejadiannya.

Sehun menatap Irene yang tertidur di kursi sebelahnya. Wajahnya pucat dan sepertinya bayangan ketakutan ia dikejar oleh orang tadi juga masih menghantui pikirannya.

Padahal mereka sudah sampai di rumah gadis itu, namun Sehun seperti tidak rega membangunkannya. Jadi mau bagaimana lagi? Sehun harus menggendongnya sampai ke dalam.

Pria itu akhirnya turun dari mobilnya, kemudian membukakan pintu Irene dan melepaskan sabuk pengaman gadis itu. Dengan hati-hati, Sehun mengangkat tubuh Irene dalam gendongannya, memastikan bahwa Irene nyaman dan tidak terbangun dari tidurnya. Setelahnya, Sehun berjalan menuju rumah Irene dan dengan setengah mati menekan bel rumah gadis itu.

Untung saja pelayan rumah mereka cepat membuka pintu kalau tidak tangan Sehun bisa pegal menggendong Irene lama-lama.

“Nona Irene?”

“Ssst! Dia tidur,” kata Sehun tanpa basa basi lagi.

“Mari saya antar ke kamarnya,” kata kepala pelayan itu lalu mengantar Sehun menuju kamar Irene di lantai dua.

Dan setelah sampai di dalam kamar, Sehun membaringkannya di atas ranjang dan menyelimuti tubuh Irene dengan selimut. Wajah gadis itu pucat, Sehun bisa memastikan bahwa Irene masih ketakutan dan panik. Ia trauma mungkin, dan Sehun semakin merasa iba karenanya.

“Aku pulang. Mungkin dia sedikit demam,” kata Sehun dan kepala pelayan itu mengangguk paham.

Sehun pun pulang, ia menaiki mobilnya dan menghela napasnya sejenak. Ia melirik ponselnya dan Sojung tidak memberi pesan apa pun padanya. Gadisnya marah, ia menebak itu. Dan ia harus minta maaf besok, semoga saja Sojung bisa mengerti dan tidak mendiaminya seperti yang sudah-sudah. Karena sejujurnya, Sehun akan merana jika gadisnya mendiaminya lagi.

Irene terbangun dengan tubuh yang lebih segar. Di atas nakas tersedia beberapa buah segar untuk ia nikmati dan juga susu. Meskipun tubuhnya sudah lebih baik, kepalanya masih terasa berat. Ia memang tidur dengan cukup, namun badannya seperti lelah. Baiklah, mungkin tubuhnya tidak terlalu segar.

Irene menatap makanan itu dengan malas, kemudian turun dari ranjangnya dan berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka sejenak. Ia sudah berada di kamar, berarti semalam Sehun menggendongnya ke dalam kamar karena ia ketiduran. Ah, memalukan.

Padahal ia tidak berniat menyusahkan Sehun, namun bagaimana lagi jika kantuk menerjangnya begitu hebat hingga ia tidak sanggup menahannya.

Dan setelah ia selesai dari kamar mandi, Irene keluar dari kamar dan menatap orang tuanya yang sedang duduk sarapan bersama. Irene pun menghampiri dan duduk bersama mereka di sana. Sang ayah langsung menatap Irene dengan lamat-lamat.

“Kau baik-baik saja, Rene?”

Ne,” jawabnya dengan nada sedikit malas.

• Love Scenario   ✔ | Sudah Diterbitkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang