Malam Hari Dalam Kamarnya

4.8K 327 11
                                    

MATA lentik itu menatap nyalang pada langit-langit kamar milik lelaki yang tak lain adalah suaminya. Raya baru saja terbangun dari tidurnya dan tiba-tiba merasakan pening di kepalanya. Ia teringat hari kemarin yang seharusnya menjadi hari Arya melamarnya, tetapi James Dylan terkena serangan jantung mendadak, dan permintaan terakhirnya adalah melihat cucu lelakinya menikah. Pernikahan pun dilaksanakan di rumah sakit, dalam ruang ICU. Meski berlangsung cukup singkat, akad nikah tetap terasa sakral. Lalu, James Dylan menghembuskan napas yang terakhir dan suka cita pun bercampur duka.

Jam beker di atas nakas kembali berdering, menyentak Raya dari lamunannya. Raya meraih benda itu dan mematikannya. Sudah pukul delapan lebih lima belas menit. Ia kemudian menyapu seisi kamar dengan pandangannya. Kosong. Tidak ada seorangpun di sana, hanya dirinya. Di mana Arya?

Setelah mandi, Raya keluar kamar menuju dapur. Ia merasa lapar, berharap dapat menemukan bahan makanan untuk dimasak. Ada beberapa butir telur dan sayuran di dalam kulkas, cukup untuk dibuat omelet.

"Sedang apa, Sayang?"

Arya datang entah darimana dan berdiri di samping Raya yang siap mengiris daun bawang.

"Buat omelet," jawabnya.

"Sarapan sudah siap, Raya, di meja makan. Kenapa masak omelet?"

Raya meletakkan pisaunya dan menatap Arya. "Kamu yang masak?"

"Bukan. Di sini ada asisten rumah tangga yang bertugas menyiapkan makanan." Arya tiba-tiba semakin mendekatkan wajahnya dan mengecup kening Raya. "Cuci tanganmu, saya tunggu di ruang makan," katanya lalu beranjak.

Raya termangu, masih merasa asing dengan perlakuan manis Arya. Ia seharusnya mulai membiasakan diri. Lelaki itu dengan tulus mencintainya dan membuktikannya ke dalam sebuah pernikahan. Kedepannya, ia akan selalu memberikan kecupan sebagai tanda cinta. Mungkin juga lebih.

Usai mencuci tangan, Raya menyusul Arya yang sudah lebih dulu ke ruang makan. Lelaki itu dengan sigap menarikkan kursi untuk Raya. Lagi, Raya tertegun.

"Nenek di mana?" tanyanya mengalihkan perhatian.

"Gereja."

Raya merespon jawaban Arya dengan senyuman singkat. Ia masih belum tahu bagaimana Arya bisa berbeda keyakinan dengan keluarga Dylan lainnya yang tinggal di London. Arya tidak pernah bercerita. Seperti biasa, lelaki itu seperti menyimpan banyak sekali rahasia.

"Kamu tidur nyenyak kan, Raya?" tanya Arya seraya membersihkan bibirnya dengan tisu.

Raya mengangguk. "Kamarmu nyaman. Kamu sendiri semalam tidur di mana?"

"Di sampingmu."

Raya nyaris tersedak kuah sup yang diseruputnya kala mendengar jawaban Arya. Semalam setelah menunjukkan kamar untuk Raya beristirahat, Arya mengatakan ingin menemui seseorang. Ia tidak tahu kalau setelah itu Arya tidur di kamar dan seranjang dengannya. Pipi Raya memerah, membayangkan saat-saat yang sama sekali tidak diketahuinya. Bahkan, ia mulai memikirkan kemungkinan apa saja yang dilakukan Arya padanya semalam.

"Raya."

"Yaa?" sahut Raya cepat, terlalu cepat sampai membuat Arya terkekeh.

"Kenapa melamun?"

Raya gelagapan menjawab pertanyaan Arya. Tidak mungkin ia mengatakan apa-apa saja yang saat ini tengah menggelayuti pikirannya.

"Ehm, di luar sedang turun salju, ya?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Arya tersenyum. Ya, salju turun sejak semalam, tidak begitu deras, tetapi cukup untuk menutupi jalanan. Rencananya, seharian ini Arya akan mengajak istri tercintanya jalan-jalan keliling London. Banyak tempat indah di London saat musim dingin dan Arya ingin menunjukkannya pada Raya.

Jodohku Bukan PenggantimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang