Apakah ini cinta? Pertanyaan itu terus menggelayuti pikiran gadis yang tengah duduk di tepian jendela kamar. Akhir-akhir ini ia menjadi sangat gelisah dengan perasaannya yang tidak karuan pada Arya. Menikah dengan bermodalkan rasa nyaman saja dan baru berjalan beberapa hari perasaan itu sudah mulai berubah. Bagaimana tidak, Arya sangat memperhatikan Raya walau hal-hal yang sepele. Semua tindak-tanduknya dihadapi lelaki itu dengan perlakuan manis dan tulus. Hati wanita mana yang tidak akan goyah jika mendapat perlakuan seperti itu.
Jika benar cinta, lantas Raya harus bagaimana? Apakah ia harus mengakuinya dan memulai kehidupan rumah tangga yang sesungguhnya? Raya kemudian teringat pada malam pertamanya yang gagal dan merasa malu. Ia yakin telah melukai hati suaminya karena kejadian itu, tetapi saat itu ia memang belum siap.
"Belum tidur, Sayang?" tanya Arya yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Raya.
Raya melirik jam di dinding di belakangnya dan baru sadar jika sudah mendekati tengah malam.
"Belum ngantuk," jawabannya.
"Jangan tidur larut malam, tidak baik untuk kesehatan." Arya mengelus lengan istrinya dengan sayang. "Besok kan kita mau pergi ke rumah ibu, jadi harus bangun pagi. Ayuk, tidur."
Arya menghela istrinya ke ranjang dan membaringkannya, tetapi Raya berdiri lagi dan memeluk Arya. Didekapnya tubuh kokoh itu dengan erat. Arya tidak tahu apa yang membuat istrinya tiba-tiba seperti itu, tetapi ia tersenyum. Cukup lama keduanya berpelukan sampai Arya menyadari napas Raya yang teratur menandakan gadis itu sudah tertidur. Dengan lembut ia membaringkan tubuh mungil itu di ranjang dan kembali memeluknya.
"Ada apa, Sayang? Kenapa membuat saya tidak karuan begini? Bagaimana jika saya tidak bisa menahannya dan langsung menyerangmu?" gumamnya sembari terus mengelus punggung Raya.
***
Selama perjalanan dalam mobil menuju rumah Siska, Arya dan Raya tidak saling bicara. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Raya masih berusaha menetralkan debaran jantungnya karena pagi tadi mendapati dirinya bangun tidur dalam pelukan Arya. Entah apa yang merasuki dirinya hingga semalam tiba-tiba ia memeluk Arya. Setelah itu entah apa yang terjadi, Raya juga tidak tahu.
Semakin hari Raya semakin nyaman dengan Arya. Apakah sudah saatnya ia menyerahkan diri seutuhnya pada lelaki itu dan mulai membahas malam pertama? Raya menggigiti bibirnya sendiri karena sejak semalam terus memikirkan tentang malam pertama. Apakah ia sangat ingin melakukannya dengan Arya, padahal dulu ia yang menolaknya.
"Raya." Panggilan Arya menampar gadis itu dari lamunan.
"Iya, Arya?"
Raya menatap Arya, tetapi pandangannya justru terpusat pada bibir lelaki itu. Oh, apa yang sebenarnya terjadi padanya?
"Kita sudah sampai."
Raya melihat ke sekeliling dan benar jika mereka telah berada di halaman rumah yang sangat dirindukannya.
Arya yang pertama keluar mobil dan membukakan pintu untuk Raya. Siska sudah menunggu di teras rumah dengan celemek yang masih menempel di badannya. Raya tersenyum dan segera memeluk ibunya tersayang.
"Ibu, Raya kangen," rengeknya.
"Iya Sayang, ibu juga kangen." Siska menciumi wajah putrinya bertubi-tubi. Tidak pernah ia ditinggal lama oleh kesayangannya itu.
"Assalamualaikum, Bu." Arya mencium tangan mertuanya setelah Raya melepaskan pelukan.
"Waalaikumsalam. Makasih ya Nak Arya, mau nganter Raya ke sini. Ibu kangen sekali," Kata Siska menggenggam erat tangan Arya.
![](https://img.wattpad.com/cover/167464272-288-k133661.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Bukan Penggantimu
RomantiekRaya tahu seseorang sedang mengawasi mereka, bahkan ketika Aryanka Dylan berlutut di hadapannya, mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam saku jasnya. Arya membuka kotak beludru berwarna merah itu dan mengulurkannya pada Raya. "Radista Anggitya...