Kenangan

4.7K 309 6
                                    

PAGI ini angin berhembus lebih kencang dari biasanya. Dedaunan kering berterbangan hingga tetesan air hujan menghempaskannya kembali ke tanah. Udara yang dingin membuat gadis berseragam putih abu-abu itu semakin merapatkan sweter putihnya. Wajahnya yang ayu tampak gelisah kala mendapati jam di dinding sudah menunjukkan pukul tujuh, tetapi cuaca yang ekstrem seolah mencegahnya untuk segera berangkat ke sekolah.

Sudah genap seminggu Raya terlambat ke sekolah dan harus dihukum membersihkan kamar mandi sebelum masuk kelas. Tentu saja dikarenakan hujan datang di saat yang tidak tepat. Jika pagi ini Raya harus membersihkan kamar mandi lagi, ia tidak mau. Mungkin bolos sehari saja tidak akan jadi masalah, pikirnya.

"Assalamualaikum."

Suara seseorang dari luar dibarengi ketukan pintu menyentak Raya dari lamunannya. Keningnya berkerut dan bertanya-tanya siapa yang datang. Tanpa menunggu lama, ia segera menuju pintu dan membukanya.

Seorang pria seumuran ibunya terlihat dengan senyuman yang tersungging di bibir. Pria itu kemudian mengulurkan tangannya dan menyebutkan sebuah nama yang sama sekali asing bagi Raya.

"Ibumu ada?" tanya pria itu dengan mata yang mulai bergerak menelusuri seisi rumah.

"Anda siapa?" Raya balik bertanya. Matanya lekat memperhatikan pria berkacamata itu.

"Saya---"

"Lukman .... " Siska tiba-tiba sudah berdiri di belakang Raya dengan keterkejutan yang sama sekali tidak disembunyikan dari wajahnya.

Melihat ekspresi sang ibu, Raya menangkap jika keduanya terikat sebuah hubungan. Entah hubungan seperti apa, Raya pun tidak tahu dan tidak mau tahu. Perlahan hujan mulai reda menandakan dirinya harus segera berangkat ke sekolah sebelum diamuk oleh ibunya.

Setelah berpamitan, Raya segera menyambar payungnya dan berjalan cepat menuju sekolah. Meski masih penasaran dengan tamu di rumahnya, Raya berusaha mengabaikan dan fokus pada jalanan yang licin.

"Raya ...." Panggilan seseorang membuat Raya harus memutar kepalanya pada asal suara dan mendadak senyumnya mengembang.

"Ayah!" serunya. Dengan gerakan cepat Raya menghambur memeluk ayahnya.

Firman, ayahnya Raya bekerja sebagai kuli bangunan. Pria paruh baya itu jarang di rumah karena mengikuti proyek yang rata-rata di luar kota. Sudah sebulan Firman tidak pulang karena mengerjakan proyek pembangunan jalan dan ia sangat merindukan keluarganya, terutama putri semata wayangnya.

"Hari ini Raya gak sekolah dulu ya, ayah kangen. Ayah mau ngajak Raya dan ibu jalan-jalan. Mau?" tanya Firman yang tentu saja langsung diberi anggukan semangat oleh Raya.

"Raya juga kangen sama Ayah." Raya semakin mengeratkan pelukannya, mengabaikan baju ayahnya yang basah oleh air hujan.

Keduanya lalu berjalan beriringan kembali ke rumah. Selama perjalanan itu mereka gunakan untuk saling bertukar cerita selama sebulan tidak bertemu. Raya terlihat sangat bahagia sampai bibirnya tak henti menyunggingkan senyuman. Sungguh, ketika ayahnya kembali berarti keluarganya menjadi utuh.

"Tadi sudah sarapan? Ibu masak apa?" tanya Firman ketika keduanya sampai di teras rumah.

"Biasa, Yah, nasi goreng."

Firman mengelus rambut putrinya yang basah. Diperhatikannya wajah cantik itu lamat-lamat, seolah kesempatan seperti itu tidak akan datang lagi. Entah kenapa ada yang mengganjal di hatinya.

"Raya ganti baju dulu aja, ayah mau ketemu ibu dulu," kata Firman dan mengecup kening Raya sebelum beranjak.

Senyum Raya tiba-tiba menghilang ketika ayahnya masuk rumah. Perasaannya mendadak tidak karuan. Ia teringat pria yang tadi bertamu. Apakah pria itu masih di rumahnya bersama ibunya? Jika iya, bukankah seharusnya mereka berada di ruang tamu.

Jodohku Bukan PenggantimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang