Mattheo berjalan tergesa-gesa memasuki rumahnya. Beberapa saat lalu, dia baru mendapat kabar bahwa ibunya tiba-tiba tidak sadarkan diri. Rasa takut kehilangan tiba-tiba hinggap di hatinya dan membuatnya merasa marah. Ya, perasaan takut tadi, berujung ke perasaan marah terhadap seseorang, dan seseorang itu kini sedang berdiri di sisi ranjang ibunya menatap ke arah ibunya yang masih menutup matanya dengan tatapan paniknya, dan tampak perban melingkari telapak tangan kanannya.
"Kemari kau, sialan!"
Mattheo menarik keras tangan Theodore yang dikelilingi perban dan membawanya keluar dari ruangan ibunya. Mattheo membawa Theodore menuruni tangga dan membawanya ke taman belakang rumahnya."Apa yang kau lakukan, hingga Mom tidak sadarkan diri?"
Mattheo berteriak keras masih menggenggam kasar tangan berperban Theodore. Theodore meringis kesakitan dan berusaha melepaskan genggaman tangan Mattheo di tangannya."Lepaskan tanganku! Kau menyakitiku!"
Theodore masih berusaha melepaskan genggaman tangan Mattheo yang membuat luka di tangannya kembali terbuka dan membuat perban putih itu berwarna kemerahan.Dengan kasar Mattheo melepaskan genggaman tangannya dan menghusap kasar wajahnya. Dia menatap tajam ke arah Theodore dan kemudian menarik keras rambut panjang Theodore.
"Sakit katamu? Justru kau yang lebih banyak menyakitiku, Sialan! Setelah keluarga gilamu itu membunuh dad, dan membuat mom lumpuh, sekarang kau ingin membunuh mom juga? Ha?!"
Tarikan keras dirambut Theodore membuat kepala Theodore terasa sakit. Dia berusaha melepaskan Tarikan rambutnya dari tangan Mattheo, tapi semakin dia berusaha melepaskannya, Tarikan itu semakin kuat."Tuan Mattheo! Nyonya sudah sadar dan meminta anda dan Theodore untuk naik ke atas!"
Suara Greg membuat cengkraman Mattheo lepas dari rambut panjang Theodore. Dengan tatapan tajamnya, Mattheo menatap wajah Theodore yang basah karena air matanya yang menetes sejak tadi."Hapus air mata murahanmu itu, sialan! Jangan membuat Mom melihat sisa air matamu itu!"
Mattheo melalui Theodore untuk lebih dulu ke kamar ibunya tanpa sedikitpun merasakan kasihan pada Theodore. Theodore hanya menunduk takut sambil menghapus air matanya yang masih saja membasahi pipi pucatnya."Maaf paman Greg! Tapi, air mataku tidak bisa berhenti! Apa yang harus kulakukan?"
Theodore menatap sendu pada asisten pribadi Mattheo yang masih berdiri di dekatnya sejak dia meminta Mattheo dan Theodore untuk menemui Nyonya Quirell."Od, kau hanya harus memaafkannya! Kau bisakan?"
Pria yang sudah dianggap Theodore sebagai pamannya itu menganggukan kepalanya dan kembali menghapus air matanya dan mencoba untuk tersenyum kembali. Dia menarik nafasnya panjang dan menghembuskannya dengan mata tertutup. Setelahnya, dia mencoba untuk menatap Greg dengan senyumannya."Aku memaafkannya! Terima kasih Paman!"
Theodore melangkah berlahan, melalui Greg untuk kembali menemui Nyonya Quirell."Od, berjanjilah untuk mengikuti semua keinginan Nyonya Quirell. Dan berjanjilah untuk melakukan apapun yang diperintahkan tuan Mattheo padamu!"
Seketika, Theodore menghentikan langkahnya dan berbalik menatap ke arah Greg. Walau sedikit bingung, Theodore menganggukkan kepalanya dan tersenyum kecil menatap Greg.Theodore melangkah berlahan menuju ruangan terbesar di rumah itu dan membukanya. Tampak Nyonya Quirell dan Mattheo sedang duduk berhadapan dengan Mattheo yang memegang tangan lembut Nyonya Quirell.
"Kemarilah Theo Girl! Ada yang ingin kubicarakan denganmu, sayang!"
Suara lembut Nyonya Quirell membuat Theodore melangkah berlahan ke arahnya dan berdiri di sebelah Nyonya Quirell. Tatapan tajam dari Mattheo yang juga saat ini berada di sebelahnya membuatnya sedikit ketakutan."Jangan takut, little girl! Theo boy tidak akan menerkammu! Dengarkan aku, Theo girl! Aku ingin agar kau segera menikah dengan Mattheo."
Suara lembut Nyonya Quirell nyatanya tidak terdengar lembut di telinga Theodore. Dia mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk dan menatap bingung ke arah Nyonya Quirell.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Started With Our Name
Romance"Kau hanya wanita bayaran yang bahkan tidak lebih berharga dari debu di rumahku. Jadi, jangan pernah mengacaukan rencanaku dan berjalanlah sesuai keinginanku." -Mattheo Lucas Quirel- "Hanya karena debu di rumahmu jauh lebih berharga, bukan berarti k...