11

557 35 6
                                    

Theodore menatap lelah seluruh isi rumah pribadi Mattheo. Tidak ada satupun barang yang tersusun rapi seperti biasanya. Semua asisten rumah tangga di rumah itu sedang membereskan kekacauan yang ada si rumah itu. Jangan lupakan decakan kesal asisten rumah tangga itu, saat mereka harus membersihkan pecahan vas bunga besar yang biasanya berdiri kokoh di sudut ruangan yang sejujurnya mencuri perhatian Theodore saat dia pertama kali memasuki rumah pribadi Mattheo.

"Apa ini? Apa yang terjadi?"
Theodore melangkah perlahan sambil mengerutkan keningnya menatap malas kekacauan di rumah itu. Tidak ada satupun yang menjawab pertanyaan itu, dan Theodore sudah pasti memprediksi hal itu. Semenjak pertama kali dia menginjakkan kakinya di rumah ini, asisten rumah tangga yang menganggap kehadirannya hanya 1 atau 2 orang, dan tentu saja termasuk Aunt ellen yang saat ini bahkan tidak menunjukkan keberadaannya.

Sejujurnya, tanpa bertanya pun Theodore sudah bisa menebak apa yang terjadi. Si Tuan Muda itu pasti marah dan menghancurkan seisi rumahnya. Ya, itu pasti karena pertengkarannya dengan Nyonya Quirell siang tadi. Tapi, wait! Bukankah tadi siang si Tuan Muda itu bilang dia banyak pekerjaan? Jadi, ini pekerjaan yang dimaksudnya? Pulang kerumah, dan menghancurkan seisi rumah seharian, dan tidak membiarkan seorangpun menahannya sampai dia puas melampiaskan emosi gilanya itu.

Ya! Mattheo Lucas Quirell tidak akan pernah bisa berubah. Dia dan emosinya itu tidak pernah bisa dipisahkan. Kepala yang selalu menjadi sutradara menentukan pemikiran orang lain seperti yang ada di kepala bodohnya.

Theodore melangkahkan kakinya, mencoba mengabaikan asisten rumah tangga yang sedang membereskan kekacauan rumah pribadi Mattheo, dan berjalan menuju tangga rumah berniat menuju kamarnya di ujung koridor lantai 2.

"Akh....!"
Suara merintih kesakitan membuat beberapa asisten rumah tangga yang tadinya sibuk membereskan kekacauan, kini menatap Theodore yang kini sedang mengangkat sebelah kakinya. Tampak, pecahan kaca menembus telapak kakinya yang telanjang dan membuat telapak kakinya berdarah. Ya! Ini adalah kebiasaan Theodore untuk bertelanjang kaki di rumah. Dia suka bagaimana dinginnya lantai menyapa telapak kakinya, seolah menyalurkan ketenangan tersendiri baginya. Tapi kali ini, dia sepertinya harus merutuki kesenangannya itu, mengingat pecahan kaca yang membuat telapak kakinya terluka.

Dengan langkah terseok-seok, Theodore melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Mencoba mengabaikan tatapan bingung para asisten rumah tangga yang melihatnya bingung. Saat Theodore melalui kamar Mattheo, dia mendengar suara wanita yang berusaha menenangkan emosi Mattheo. Theodore hanya menyunggingkan senyum tipis, saat suara familiar itu terdengar marah.

Theodore mengambil peralatan medis yang selalu disimpannya di laci kamarnya, dan mencoba membersihkan luka pada telapak kakinya, membalut dengan perban telapak kakinya hati-hati. Rasa perih dan berdenyut kencang masih mendominasi telapak kakinya yang terluka.

"Apa kau sedang istirahat?"
Suara familiar yang didengar Theodore dari kamar Mattheo tadi, kini menyapanya dengan berdiri manis di depan pintu kamarnya. Wajah yang tadinya kesal, berubah menjadi khawatir saat dia melihat perban di telapak kaki Theodore.

"Ada apa dengan kakimu, Od? Bagaimana kau bisa terluka?"
Pekikan heboh itu membuat Theodore menatap wanita yang kini sudah duduk di sisi ranjangnya dengan mata terbelalak. Wanita itu hanya memegang kaki Theodore lembut dan kini menatap Theodore dengan tatapan menyelidik khas pengacara yang memang profesinya.

"tenanglah, bee! Aku baik-baik saja! Aku tidak sengaja menginjak pecahan kaca dan membuat telapak kakiku sedikit robek! Aku bisa mengatasi hal ini!"

"Sepertinya kau harus merubah kebiasaanmu yang berjalan kemanapun di rumah tanpa alas kakimu! Lihat, kebiasaanmu membuat kau terluka seperti ini!"
Aubrey menghembuskan nafasnya kesal sambil melihat sinis ke arah Theodore. Tapi walau seperti itu, Theodore sungguh tahu bahwa wanita di hadapannya ini tidak pernah benar-benar membencinya.

It's Started With Our NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang