19

318 17 4
                                    

Suara langkah panjang dan terkesan buru-buru yang tiba-tiba terdengar memasuki rumahnya, membuat Mattheo yang sedang duduk di sofa besar diruang tengah menghembuskan nafas lega. Seseorang yang baru di telfonnya beberapa menit yang lalu itu, kini memasuki rumahnya dengan tatapan marah dengan sedikit raut khawatir.

"Bagaimana keadaannya sekarang? Sebenarnya apa yang kau lakukan? Mengapa dia kembali histeris? Apa kau memaksanya lagi?"
Orang itu menatap tajam ke arah Mattheo dan membuat Mattheo mengerjapkan matanya cepat. Dia bahkan tidak punya alasan yang tepat untuk menjelaskan pada Troy, yang saat ini terlihat ingin membunuhnya.

"Aku tidak memaksanya."
Suara tertahan dari Mattheo membuat Troy memicingkan matanya, seolah dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Aku akan memeriksanya terlebih dahulu."
Troy melangkahkan kakinya menuju tangga yang memisahkan lantai satu dan lantai dua, tempat dimana kamar tidur Theodore dan Mattheo berada.

Sejujurnya, dia sudah mendengar semua ceritanya dari Aubrey kemarin malam. Tentang apa yang dilakukan Mattheo dan Theodore, tentang obat pencegah kehamilan yang diberikan Mattheo, dan tentang kehamilan Theodore.

Dia sungguh ingin meninju wajah dingin sahabatnya itu, jika dia tidak ingat tujuannya yang ingin melihat keadaan Theodore. Pagi tadi, dia mendapat telfon dari Mattheo yang memintanya datang untuk melihat keadaan Theodore. Dan dengan cepat, Troy langsung menuju rumah Mattheo dengan perasaan marah.

"Kau harus mengembalikannya seperti semula!"
Suara bergetar Mattheo membuat Troy menghentikan langkahnya. Dia memutar tubuhnya dan menatap tajam ke arah Mattheo.

"Apa maksudmu dengan mengembalikannya seperti semula? Do'akan saja, agar wanita bodoh itu tidak memintaku untuk pergi dari sisimu. Karena jika itu terjadi, aku akan dengan senang hati membawanya pergi ke tempat dimana kau tidak bisa menemukannya."
Suara tajam Troy membuat jantung Mattheo berdetak dengan sangat kencang. Ada perasaan takut di hatinya saat suara tajam Troy tadi seolah mengiris setiap sendi di tubuhnya. Udara di sekitarnya menipis, seolah mencekiknya.

"Tidak! Theodore tidak akan pergi kemanapun. Dia sudah berjanji tidak akan pernah meninggalkanku. Tidak! Theodore bukan orang yang suka mengingkari janjinya!"
Suara hatinya kembali berbisik memenuhi kepalanya. Suara yang tadinya terdengar keras di kepalanya, semakin lama semakin pelan dan kemudian hilang.

"Theodore akan pergi!"
Suara keras lainnya di kepalanya menggantikan suara tadi dan suara keras itu semakin tegas, dan semakin membuat dada Mattheo semakin sesak. Air mata jatuh membasahi pipinya. Dia takut! Dia kemudian berjalan berlahan menaiki tangga rumahnya, berjalan menuju kamar Theodore yang pintunya terlihat terbuka.

***

"Od.... "
Suara Troy yang terdengar khawatir, tidak membuat Theodore yang kini duduk di ranjangnya dengan pandangan kosong, menanggapi Troy. Dia tetap menatap sedih kedepan dengan pandangan kosong sambil duduk menyandarkan badannya di kepala ranjangnya.

Troy merasa dejavu. Ini sama seperti beberapa tahun lalu saat Theodore mendapat pelecehan. Ini berbeda saat beberapa minggu lalu saat Mattheo memaksanya. Jika minggu lalu, Theodore terlihat kacau, akan tetapi masih bisa menanggapi Troy. Tapi kali ini? Tidak! Sebanyak apapun Troy memanggilnya Theodore bahkan tidak menanggapinya.

Mattheo tampak berdiri dengan bimbang di ambang pintu Theodore. Dia menatap takut, saat menyadari bahwa kali ini, bahkan Troy tidak berpengaruh kepada Theodore. Rasa sesak itu semakin terasa, saat wajah pucat Theodore kembali dibasahi air mata dengan pandangan kosong.

"Apa yang terjadi? Apa yang kau lakukan padanya? Mengapa dia seperti ini?"
Troy menatap tajam pada Mattheo saat dia menyadari bahwa Mattheo memperhatikan mereka dari ambang pintu kamar Theodore. wajah khawatir dicampur amarah terlihat di sana.

It's Started With Our NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang