Oh Sehun memandang sangsi restoran di depannya. Dia berdiri di sebuah restoran kecil yang nampaknya mempunyai menu makanan cukup enak mengingat pengunjung yang datang begitu ramai.
"Pulang saja lah." Na Ra setengah mengusir, lalu tanpa membuang waktu masuk ke dalam restoran. Sehun justru mengekor bak anak ayam yang takut kehilangan induknya.
Dia memandang isi restoran sederhana tersebut, tempat yang baru pertama dia kunjungi tentu saja. Dan Lee Na Ra duduk di depannya dengan santai, memesan menu dengan cepat. Kelihatan betul dia sudah sangat terbiasa datang ke sini.
"Kau sering ke sini?" Tanya Sehun kemudian saat bibi pemilik restoran sudah berlalu untuk membuatkan pesanan Na Ra.
"Kau betulan playboy nomor satu di Seoul, Sehunnie? Masa hal begini saja tidak tahu?"
"Biasanya para wanita lebih suka restoran mewah dan ekslusif seperti tadi."
"Aku tidak mengurusi selera wanita lain. Dan tidak, aku tidak pernah kencan di sini."
"Jadi aku yang pertama?" ujar Sehun menggoda, Na Ra hanya memutar bola mata, nampak tak sabar menunggu pesanannya datang.
Sepuluh menit kemudian, Sehun kembali mengangakan mulut, entah untuk ke berapa kalinya hari ini. Bagaimana tidak? Di depannya tersaji tteokbokki, kimchi jjigae, jjangmyeon, lima tusuk odeng, dan dua botol soju.
"Jangan mengomentari selera makanku." Na Ra yang sudah akan memakan jjangmyeonnya menunjuk Sehun dengan sumpit besi tepat di depan wajah tampan pria tersebut.
Sehun mengangguk malas, lalu menikmati pemadangan Lee Na Ra yang memakan semua menu di hadapannya seperti orang kesetanan. Wanita itu bahkan tak mau repot-repot untuk sekadar menawari Sehun. Dia lalu menumpangkan dagu di atas kedua tangannya, menatap Na Ra intens.
"Apa kau selalu makan seperti orang kesetanan begini?" Sehun mengulurkan tangan untuk membersihkan sisa saus jjangmyeon di bibir Na Ra. Tidak seperti wanita kebanyakan yang akan meleleh dengan sikap yang barusan dia lakukan, Na Ra bahkan tampak tidak peduli. Seolah hal manis yang Sehun lakukan tidak pernah terjadi.
"Habiskan seminimal mungkin dan dapatkan semaksimal mungkin. Makanan pinggir jalan tidak seburuk yang ada di pikiranmu, tahu? Selama murah, enak, tidak membuat sakit perut aku akan memakannya. Aku yakin ini pertama kalinya kau ke tempat seperti ini, kan?"
"Hmm.." Dia mengangguk disertai gumaman. Mulutnya sibuk mengunyah tteokbokki yang Na Ra suapkan padanya. Yang dia sendiri heran kenapa mau-mau saja membuka mulut dan mengunyah makanan yang disodorkan Na Ra.
"Kadang-kadang aku ingin sekali hidup menjadi diriku sendiri, melakukan apa yang aku suka, tapi orang-orang termasuk ibukku mengatakan bahwa aku tidak punya otak hanya karena aku menghabiskan jutaan won untuk keperluan yang menurut ibuku tidak penting. Memangnya kenapa kalau aku membeli perawatan wajah, baju, dan sepatu mahal? Itu uangku, aku bahkan tidak minta sepeser pun padanya. Lalu setelah itu orang-orang mengatakan "just be yourself". Tahu tidak betapa kontraditifnya pendapat mereka?"
Sehun hanya menganggukkan kepala, mencegah tangan Na Ra yang akan meneguk soju di gelas ke limanya.
"Kau mabuk." Ujarnya yang mendapat pelototan dari Na Ra.
"Aku sepenuhnya sadar, Sehunnie." Dia merebut gelas di tangan Sehun dengan kesal, meminumnya dalam sekali teguk. "Aku punya toleransi yang bagus dengan alkohol. Lagipula aku tahu kapan berhenti minum sebelum benar-benar mabuk."
"Lihat, orang sepertimu bahkan tidak bisa menjadi dirimu sendiri." Dia menukas lagi.
"Orang sepertiku?"
"Ya, orang yang seharusnya punya kuasa, bisa melakukan apapun seenak perutmu sendiri. Tapi lihat kau bahkan harus menerima perjodohan denganku agar kau bisa mendapatkan perusahaan ayahmu secara utuh. Kau tahu? Kau tidak pernah bisa menjadi dirimu sendiri. Kau jadi begini karena tuntutan orang-orang di sekitarmu, yang mau tidak mau membuatmu berubah walaupun kau tidak suka."
Sehun terdiam. Dia belum pernah bertemu wanita seperti Lee Na Ra yang begitu memikirkan soal kehidupan, tentang bagaimana sikap orang-orang terhadapnya, tentang bagaimana hidup kadang begitu menyebalkan. Wanita yang dia temui kebanyakan cantik, ambisius dan rela melakukan apapun untuk mewujudkan keinginan mereka.
"Kau bisa saja tidak peduli, mengabaikan pendapat orang dan hidup dengan caramu. Tapi ada konsekuensi yang harus kau tanggung, kan? Seperti resiko kehilangan perusahaan yang kau impikan. Kau tentu akan lebih memilih untuk berkorban sedikit dan menguasai semuanya."
Tanpa sadar Sehun meneguk satu gelas soju, merasakan sensasi pahit dan membakar di kerongkongannya. Dia tidak pernah terlalu berpikir soal kehidupan sejauh yang Na Ra katakan. Dia menjalankan semuanya seperti robot yang memang terprogram demikian. Padahal selama ini dia selalu berpikir bahwa dia menikmati hidup semaunya, termasuk kebiasaannya tidak pernah berkencan dengan wanita yang sama lebih dari satu kali.
Hening selama bermenit-menit dan Na Ra sudah menghabiskan semua menu yang dia pesan, benar-benar tak mau repot menjaga imej di depan calon suaminya. Dia lagi-lagi menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi, seperti kebiasaan. Sehun menggeram tertahan saat lagi-lagi melihat dada membusung wanita itu yang tercetak jelas. Dia meneguk soju lagi, otaknya harus dinetralisir agar tidak menarik wanita tersebut dan melakukan hal yang tidak pantas di depan umum. Seluruh tubuh Lee Na Ra meneriakkan godaan padanya.
Dia masih berusaha menahan libido yang sedari tadi meledak-ledak saat Na Ra tanpa belas kasih mengatakan hal yang membuatnya nyaris meledak karena tak bisa menahan hawa napsu.
"Oh Sehun-ssi bisa tidak aku tinggal di apartemenmu?"
Dan dia kembali tersedak entah untuk ke berapa kalinya hari ini.
**
TBC
Do not forget to leave your vote and comment
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Sun (COMPLETED)
Fiksi Penggemar"My life was an unending, unchanging midnight. It must, by necessity, always be midnight for me. So how was it possible that the sun was rising now, in the middle of my midnight?" - Midnight Sun -