Pelukannya pada tubuh Lee Na Ra memang mengerat, ada seringai jahil yang menghiasi wajah bak pualamnya. Dia tak melakukan yang seharusnya. Biasanya.... tangan terlatihnya sudah dengan terampil melucuti setiap helai pakaian wanita yang akan jadi calon teman tidurnya. Dia terkadang hanya butuh waktu sekitar dua menit untuk membuat seorang wanita betulan telanjang.
Tapi Lee Na Ra bukan wanita lain. Bukan seorang yang ingin dia tiduri lalu dia tinggalkan begitu saja. Lee Na Ra entah bagaimana membuatnya ingin melakukan segala sesuatu dengan benar.
Dia mengeratkan pelukan. Lagi. Menghidu aroma tubuh familiar yang beberapa hari belakangan dia rindukan. Kepalanya sudah tenggelam sempurna di helai rambut Na Ra yang masih tak bereaksi. Wanita itu sudah siap dengan segala kemungkinan, termasuk melewati malam panas dengan Oh Sehun. Dia... biar bagaimanapun sudah berfantasi liar tentang tubuh atletis tunangannya.
"Kenapa berhenti?" Na Ra bertanya, kali ini tangannya mengelus helai rambut Sehun yang basah akan keringat. Mungkin juga gairah yang sempat membakar beberapa saat lalu. Sebelum dengan kejam dipadamkan oleh si pembuat onar.
"Apa kau berharap aku melakukannya? Menidurimu."
Tawa Na Ra berderai, dia melepas pelukan dan menatap Sehun dengan intens.
"Ya. Aku wanita normal, dan kau juga. Para pria seharusnya tidak bisa berpikir jernih jika itu sudah merujuk pada selangkangan."
Bibir Sehun mencebik, Na Ra jelas sedang melakukan konfrontasi langsung. Dia hampir saja terjebak.
"Kau memang betulan wanita ular."
"Sayang sekali nampaknya kau tidak tergoda padaku." Na Ra memasang ekspresi kecewa, tak lupa dia juga mendenguskan napas dengan kasar untuk mendramatisasi.
Dia sudah bangkit dari kursi dan berniat kembali ke kamar. Mandi air dingin adalah hal paling utama untuk dilakukan saat ini, sebelum dengan frontal dia memaksa Sehun menidurinya. Setiap inchi tubuh pria tersebut meneriakkan godaan.
"Hei Na Ra-ya..." Sehun masih nampak tengah mempertimbangkan sesuatu, mencoba menata kalimat yang hendak dia katakan.
"Ya?"
"Aku merindukanmu."
Na Ra membeku di tempat, kedua matanya sudah membulat sempurna.
"Aku rasa aku sudah kalah darimu. Jadi.... " Sehun lagi-lagi menjeda, nampak begitu menikmati setiap detik rasa penasaran yang Na Ra tunjukkan. "Jangan pergi jauh. Lagi. Aku sangat menderita jika kau melakukannya."
"Aku tahu." Hanya itu jawaban yang terlontar dari bibir Na Ra sebelum berlalu masuk ke kamar. Jawaban yang membuat hati Sehun seperti tertusuk-tusuk.
Jadi apa begini rasanya ditolak oleh orang yang kau sukai?
Dia enggan untuk mengatakannya... mungkin, mungkin saja ini adalah titik awal dari patah hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Sun (COMPLETED)
Hayran Kurgu"My life was an unending, unchanging midnight. It must, by necessity, always be midnight for me. So how was it possible that the sun was rising now, in the middle of my midnight?" - Midnight Sun -