Please have mercy on me
Take it easy on my heart
Even though you don't mean to hurt me - Shawn Mendes**
Lee Na Ra sudah berhasil melepas seluruh kancing kemeja Sehun. Dada dan perut dengan otot atletis sang tunangan terpampang nyata. Betapa setiap inchi tubuh pria tersebut meneriakkan godaan. Tangannya sudah meraih kepala sabuk celana Sehun, nyaris menanggalkannya dalam satu tarikan. Tapi mendadak kewarasannya muncul, menghantamnya dengan telak. Dia berhenti, lalu mengancingkan satu per satu kemeja Sehun yang sudah kusut akibat ulahnya.
"Sorry." Dia berujar pelan, mengambil napas dan memeluk Sehun seerat dia bisa.
"I shouldn't cross the line, Sehunnie. I'm so sorry."Sehun yang masih disorientasi dengan sekitar tak lantas menanggapi. Bagian tubuhnya sudah sangat sempit di bawah sana. Sedang Na Ra yang duduk di pangkuannya jelas memperburuk keadaan.
"Hei.. it's ok." Dia pada akhirnya berujar dengan suara tak kalah pelan. Berperang dengan hawa napsu dan hasrat primitifnya sendiri bukan lah hal yang mudah. Dia mengelus pelan punggung Na Ra. Menguatkan.
"Ayo kita turun. Aku bisa kehilangan akal sehat jika terus begini."Sehun tersenyum kecut, mencium dalam dahi Na Ra sebelum wanita itu pindah dari posisinya dengan raut tak rela. Dia membuka pintu mobil, menunggu Sehun menghampirinya.
Pria itu mengulurkan tangan, yang dia sambut dengan suka cita.
"The moment of almost."
Sehun berujar dengan senyum geli. Melakukan sebaik mungkin usaha untuk memadamkan hasrat.
"Aku tadi rela mengantre panjang untuk membelikanmu green tea frappe." Racaunya tak jelas dan asal. Mengambil topik pembicaraan random yang melintas di otaknya."Karena kita sedang berusaha mendistraksi otak kita dari hawa napsu, maka aku akan dengan suka cita mendengar keluhanmu."
Sehun mengangkat bahu, mengeratkan pelukan pada pinggang Na Ra saat keduanya memasuki lift untuk menuju apartemen.
"Lalu seorang pria paruh baya terus menatapku. Aku sih masa bodoh tapi kemudian dia menyodorkan ponsel dan bilang bahwa aku adalah tipenya."
"Dia meminta nomer ponselmu?" Sehun mengangguk dengan polos. Na Ra tak kuasa menahan tawa. Dia sudah tertawa terbahak-bahak sekarang. Oh Sehun memang punya daya tarik bukan hanya pada lawan jenis, para pria gay pun mengakui pesonanya.
"Ya! Kenapa malah tertawa terus huh? Kau senang aku menjadi dambaan mereka, ya?"
"Bukan." Na Ra berusaha berbicara di tengah tawanya yang susah berhenti. Dia bahkan sampai harus menghapus air mata di sudut mata. "Mana mungkin aku bisa senang melihat tunanganku jadi objek mimpi basah bukan hanya wanita, tapi para pria di luar sana?" Dia terdengar kesal. Walaupun tawanya masih saja terus terdengar.
Sehun menekan pin saat mereka sampai di depan pintu, masuk dengan tangan tak lepas dari Na Ra. Seolah menyentuh wanita itu sebanyak mungkin sudah menjadi kebutuhan primer.
"Aku bisa bersaing dengan para wanita. Jadi lebih cantik, pintar dan seksi. Tapi jika harus bersaing juga dengan para pria, aku menyerah."
Na Ra mengangkat kedua tangannya. Masih menyisakan tawa yang membuat Sehun makin kesal.
"Sesukamu lah."
Sehun sudah akan beranjak pergi tapi Na Ra menarik pria tersebut dan mendudukkannya di sofa ruang tengah."Bagaimana dan bagaimana aku bisa berhenti menyukaimu jika begini?"
"..."
"Aku tahu reputasimu, tahu benar resiko yang aku ambil saat menyetujui perjodohan yang diajukan orang tua kita. Tapi aku masih di sini dan tetap bersamamu. Apa menurutmu aku sudah siap menanggung resiko?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Sun (COMPLETED)
Fanfiction"My life was an unending, unchanging midnight. It must, by necessity, always be midnight for me. So how was it possible that the sun was rising now, in the middle of my midnight?" - Midnight Sun -