Wonwoo yang pencemburu dan Mingyu yang selalu diburu. Susah memang memiliki pria yang baik pada semua orang, seringkali membuat salah paham. Banyak wanita yang tergila-gila dengan Mingyu, selain karena wajahnya yang tampan, perangai dan attitude Mingyu juga sangat baik. Mingyu tidak pernah segan untuk mengobrol dengan seorang pekerja rendahan, dengan ibu tua penyuplai susu untuk restorannya, atau bahkan dengan seekor kucing hamil yang kelaparan. Karena sikapnya itulah Mingyu terkenal sebagai pria tampan yang penyayang. Kalau sudah begitu, jangan harap eksistensi Wonwoo akan berarti di mata Mingyu. Wonwoo tak hanya sekali dua kali membuat kesepakatan dengan Mingyu untuk menjaga sikap, agar tak terlalu baik katanya. Agar tidak menjadi semakin banyak orang-orang yang menaruh harapan besar kepada Mingyu. Tapi pria itu hanya sekadar mengiyakan, namun segera setelahnya melupakan janji yang telah ia sepakati dengan istrinya.
Pria manis bermanik tajam seperti rubah itu bukan ingin membatasi kebaikan yang dilakukan Mingyu, hanya saja Wonwoo menjadi jengah jika tiap kali pulang, Mingyu selalu menceritakan tentang bahwa ada saja wanita yang membawakannya sesuatu, entah itu makanan, kopi, cokelat, atau apapun. Sudah tampan, memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi pula! Kurang sebal apa Wonwoo pada suaminya itu. Tapi tenang, Mingyu tidak meladeni wanita-wanita itu kok. Mingyu akan menolaknya dengan halus dan tidak meninggalkan kesan sombong serta menyakiti. Padahal sikapnya yang seperti itu malah membuat para wanita semakin mengagumi dirinya. Bahkan Mingyu tidak pernah tahu nama-nama wanita pengagumnya itu.
"Dia seperti mengagumi diriku deh, Sweetheart. Karena selama acara tadi, dia selalu mencuri pandang ke arahku. Dan ketika aku melihat ke arahnya, dia malah memalingkan pandangannya." Mingyu bercerita kepada Wonwoo yang saat ini sedang bersandar di headboard ranjang besar mereka sambil membaca buku.
"Heuumm ..." Pria manis itu hanya menggumam untuk menanggapi cerita Mingyu.
"Sweetheart, kau mendengarkan aku tidak sih?" Lalu si bayi besar bernama Kim Mingyu itu merengut, mencebikkan bibirnya.
"Ya, aku dengar. Lalu aku harus apa?" Wonwoo bersikap tidak peduli, padahal di dalam hatinya, ia sudah kesal setengah mati. Bagaimana bisa Mingyu menceritakan tentang wanita yang menaruh hati padanya, sementara Mingyu termasuk orang yang cuek terhadap Wonwoo. Rasa perhatian dan peduli Mingyu memang tidak secara lisan, ia lebih suka melakukannya dengan tindakan. Jadi pantas 'kan jika Wonwoo merasa Mingyu tidak peduli akan dirinya.
"Kau tidak mau menanyakan namanya atau seperti apa rupanya?" Mingyu mengusak hidungnya di lengan Wonwoo.
"Tidak penting, aku tahu atau tidak, itu tetap tidak menguntungkan bagi perusahaanku." Sebagai calon CEO dan pewaris tunggal sang Ayah, boleh 'kan Wonwoo bersikap sombong sesekali.
"Hmm, ingat 'kan kalau aku tidak suka orang yang sombong? Sweetheart, aku tahu rasanya berjuang dari bawah karena aku tidak terlahir dengan sendok emas sepertimu." Mingyu berhenti mengusak wajahnya di lengan Wonwoo, ia juga berhenti bermanja dengan istrinya yang sibuk dengan buku.
"Ya aku ingat, lalu ketika merasa hebat karena disukai banyak orang. Apa itu namanya bukan sombong? Sudahlah Mingyu, aku lelah. Dan satu lagi, aku tahu rasanya tidak dipedulikan. Berbeda dengan dirimu yang menjadi pusat semesta. So, please. Don't compare each other." Wonwoo menutup bukunya dengan kasar dan merebahkan dirinya.
Tak lupa, ia memunggungi Mingyu yang sedang tercengang karena responnya barusan. Pria tampan itu tak menyangka bahwa Wonwoo akan menanggapi seserius itu. Mingyu merasa bersalah pada istri manisnya itu, padahal ia tahu bahwa Wonwoo sangat sensitif, tapi ia tetap saja senang menggoda Wonwoo-nya. Akibatnya seperti malam ini, Mingyu mendengar samar-samar suara isakan dari sebelahnya. Dengan perlahan, Mingyu membelai bahu Wonwoo. Mengusapnya dengan lembut dan penuh afeksi.
"Sweetheart, kau menangis?"
Bukan jawaban yang didapat Mingyu melainkan tepisan kasar dari guncangan bahu Wonwoo untuk menyingkirkan tangan Mingyu yang menyentuhnya. Tapi tak lama kemudian, Wonwoo berbalik. Dengan pipi yang basah dan mata yang memerah. Sedikit parau ia mencoba meninggikan suaranya.
"Kau memang matahari, Mingyu. Bermanfaat untuk semua dan ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Cahayamu membuat tanaman bertumbuh, membuat hangat manusia dan hewan-hewan. Energi untuk semuanya. Dengan melihatmu, berinteraksi denganmu, layaknya anugrah bagi orang-orang sekitarmu. Kita berbeda Mingyu. Berbeda ..." Suara Wonwoo melemah disertai isakan yang semakin parah.
"Sweetheart, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku minta maaf ..."
"Lupakan, Gyu. Tidurlah." Ucapan datar Wonwoo seakan menjadi sebuah keputusan final.
"Tidak Sweetheart, aku tidak akan bisa tidur sebelum kita menyelesaikannya. Sebelum kita saling memaafkan." Mingyu membalikkan tubuh Wonwoo dengan perlahan. Kedua tangannya bertumpu pada bahu sempit itu. "Sweetheart, aku akan membenarkan bahwa aku memang matahari. Aku bersinar untuk semua orang. Semuanya dapat merasakan kebermanfaatan dariku. Kasarnya, semua orang seperti memilikiku. Tapi tahukah kau, apa posisimu untukku?"
Wonwoo menggeleng lemah, rasanya energinya sudah habis terkuras karena perdebatan sengit yang sebenarnya sederhana ini. Entah dirinya yang membuat rumit atau memang Mingyu yang selalu berhasil membangkitkan pemantik.
"Jangan terlalu cepat berkonklusi, Sweetheart ... Bagiku, kau adalah langit ufuk barat. Sebersinar apapun matahari saat pagi, saat siang, ia selalu pulang ke langit ufuk barat 'kan? Biarkan mereka dengan perasaan mereka, yang aku tahu perasaanku hanya untukmu. Dan aku juga tahu, langit ufuk barat akan selalu menerima mataharinya dalam keadaan apapun. Ya 'kan?" Mingyu menutup rangkaian kalimatnya dengan sebuah kecupan dalam di kening Wonwoo.
Begitulah sehari-hari kehidupan interaksi Mingyu dan Wonwoo dalam rumah mereka. Beradu argumen, berdebat, hingga rasanya topik sederhana bisa saja besar karena kapasitas pola pikir mereka yang memang sejak awal sama-sama unggul. Wonwoo itu cerdas, Mingyu apalagi. Jangan ditanya. Keduanya kadangkala sama-sama punya prinsip yang menurut mereka masing-masing adalah benar adanya. Kalau sudah begini, yang mampu menyatukan dan mendinginkan mereka adalah seducing each other!
Ah dasar! Mari kita tinggalkan sepasang manusia dengan ledakan hormon yang membuncah itu. Pada intinya, cinta adalah sesuatu yang memang harus dikompromikan. Adaptasi tidak akan pernah selesai untuk dua kepala yang disatukan dalam ikatan pernikahan seperti Mingyu dan Wonwoo.
~~~
P.S
Sayanggak pernah beritahu Uncle kalau saya punyaakun Wattpad dan menulis tentang cerita-cerita absurd kami di sini. Tapi yang saya bingung, dari banyak diksi yang ada, ternyata ia menyebutkan tentang kotak Pandora. Hahaha, benang merah di antara kami memang tak bisadiremehkan :')
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jadi ya kurang lebih beginilah isi room chat kami berdua, jangan harap ada kata-kata manis or cheesy things penuh afeksi yang menanyakan sudah makan atau belum, etc. Percayalah, room chat kami itu isinyapolitik, masalah pendidikan, kasus kesehatan mental, dan sharing masalah kantor atau tugas kuliah saya.