CHAPTER 07

5.3K 182 0
                                    

Kiran baru saja masuk ke dalam ruang kelasnya saat ia melihat Luna duduk dengan melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap tajam dirinya. Kiran mengangkat kedua alisnya penasaran. Ia kemudian berjalan mendekati Luna dan duduk di bangkunya, disamping Luna.

"Lo kenapa sih?" tanya Kiran saat menyadari Luna tak melepaskan tatapan tajamnya.

Luna mengeluarkan ponselnya dan meletakkannya di depan Kiran. Kiran mengambilnya dan melihat layar ponsel itu. Layar ponsel itu memperlihatkan halaman instagram yang bertuliskan akun Bank mengikuti akun miliknya. Mampus, batin Kiran.

"Kenapa emangnya?" tanya Kiran polos, sok polos.

"Kenapa cogan gue bisa tiba-tiba ngefollow elo? Gue aja nggak difollback sama dia," tanya Luna sambil memicingkan matanya.

"Ya nggak tau gue, tanya dia gih," jawab Kiran.

"Ck, mencurigakan," kata Luna.

"Btw, kata Sadam sekarang lo serumah sama Bank, bener Ran?"

Kiran mengangguk pelan.

"Kenapa lo nggak ngomong sama gue? Jahat emang lo," kata Luna sambil memasang tampang terluka.

Yah, gini aja gue dibilang jahat apalagi kalo dia tau kalo gue udah nikah, batin Kiran.

"Hehehe. Ya gue kira itu bukan hal yang penting," jawab Kiran sekenanya.

"APA? Nggak penting kata lo? Itu penting banget, Ran! Sahabat gue serumah sama idola gue itu penting banget. Tau gitu kan gue sering main ke rumah lo."

"Sorry deh."

"Ya udah berarti nanti kelar sekolah gue mau main kerumah lo. Titik."

Kiran langsung panik mendengarnya. "Eh, kan nanti kita ada jam tambahan."

"Ya abis itu lah."

"Abis itu kita udah janjian mau ngerjain tugas di rumah Angga."

"Oh iya, lupa gue. Kapan-kapan aja deh kalo gitu."

Kiran menghela nafas lega mendengarnya.

**

Kiran membuka matanya pelan saat mendengar suara alarm dari ponselnya. Ia hendak bergerak bangun saat sebuah tangan yang memang sudah melingkari pinggangnya makin mengeratkan pelukannya. Kiran menoleh ke belakang dan mendapati suaminya masih terlelap tidur. Pernikahannya kini sudah berjalan lebih dari dua bulan dan ia sudah mulai terbiasa dengan Bank memeluknya saat tidur atau sebaliknya. Meski ia masih sering menolak jika Bank tiba-tiba memeluknya atau menyentuhnya saat sadar, tapi ketika tidur ia tak bisa melakukan apapun karena dirinya pun sering tanpa sadar memeluk Bank. Hobi baru Bank kini adalah mengapit kedua pipi tembem Kiran dengan tangan besarnya kemudian mencium pipi atau pelipis Kiran. Ia bahkan tak kapok melakukannya meski sudah dimarahi oleh Kiran berkali-kali.

Kiran mencoba menyingkirkan tangan Bank dari pinggangnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap sekolah. Tak sampai setengah jam Kiran sudah siap dengan seragam sekolahnya. Kiran meringis pelan saat rasa sakit di perutnya tiba-tiba menyerang. Hari ini adalah hari pertamanya menstruasi. Hampir seluruh wanita pasti mengerti rasa sakit ini. Kiran menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan kemudian berjalan mendekati Bank dan berniat membangunkannya.

"Bangun!" kata Kiran sambil menyingkap selimut tebal yang menutupi tubuh suaminya.

Bank mengerang pelan masih dengan mata tertutup.

"Cepetan bangun ih!" kata Kiran lagi sambil menarik tangan Bank.

"Morning kiss dululah!" kata Bank sambil memajukan bibirnya.

"Enak aja! Apaan morning kiss segala. Nggak ada!" sahut Kiran sambil menepuk bibir Bank pelan.

Bank menghela nafas kecewa sambil cemberut. Ia kemudian menuju kamar mandi dan bersiap. Sedangkan Kiran mulai membereskan tempat tidurnya kemudian menyiapkan baju seragam yang akan dipakai oleh Bank.

Sampai di sekolah, Kiran merasa nyeri perutnya semakin bertambah. Ia memang biasa mengalami nyeri perut saat menstruasi namun entah kenapa kali ini terasa lebih sakit ketimbang biasanya.

"Ran, kantin yuk," ajak Luna sesaat setelah bel istirahat terdengar.

"Nggak deh, lo aja," jawab Kiran lemas sambil menyandarkan kepalanya di meja saat merasa kepalanya mulai pusing.

Luna mengamati sahabatnya yang tampak lemas tak seperti biasanya itu. "Lo kenapa? Kok lemes gitu? Pucet lagi."

"Biasa gue lagi mens," jawab Kiran dengan suara lirih.

"Oooh. Ya udah gue ke kantin deh, laper banget belum sempet sarapan tadi. Lo mau nitip teh anget nggak?" tawar Luna.

"Boleh deh, makasih ya."

Luna mengangguk kemudian melesat pergi meninggalkan Kiran.

Bahkan setelah minum teh hangat yang dibelikan oleh Luna, nyeri perut Kiran masih belum berkurang.

"Lo ke UKS aja gih, Ran, atau ijin pulang aja sekalian?" kata Luna tidak tega melihat sahabatnya yang tampak kesakitan.

Kiran menghela nafas pelan. Sesungguhnya saat seperti ini ia ingin sekali minum secangkir coklat panas kemudian tidur dibalik selimut tebalnya. Tapi apa daya ia malah terjebak di sekolah. Kiran akhirnya mengiyakan permintaan Luna. Ia beranjak berdiri dibantu oleh Luna. Ia baru saja akan melangkah keluar dari ruang kelasnya ketika tiba-tiba ia merasakan kepalanya makin berat, pandangannya gelap dan tubuhnya terhuyung kesamping. Yang terakhir ia dengar adalah suara teriakan panik Luna yang meminta tolong.

**

Sadam baru saja keluar dari ruang guru saat ia melihat wajah panik Luna yang berjalan cepat sambil membawa segelas teh. Sadam segera memanggilnya dan berlari pelan menghampiri Luna.

"Lo kenapa, Lun? Kok panik gitu?"

"Ini si Kiran pingsan, gue abis beliin teh anget nih," jawab Luna.

"Hah? Kiran pingsan? Kok bisa sih? Dia dimana sekarang?" tanya Sadam dengan tampang panik.

"Di UKS, ini gue mau kesana."

"Gue ikut."

Keduanya kini berjalan cepat menuju ruang UKS yang berada tak jauh dari koridor bagian kelas sebelas. Sadam langsung berlari menghampiri Kiran yang sedang tergeletak lemah di atas ranjang UKS. Kiran membuka kedua matanya pelan saat merasakan kehadiran seseorang.

"Ran, lo kenapa? Mana yang sakit? Kok bisa sampe pingsan sih? Lo belum sarapan? Mau gue beliin makanan?" tanya Sadam bertubi-tubi.

"Satu-satu napa nanyanya," sahut Luna sewot. Ia kemudian menyerahkan teh hangat yang dibawanya kepada Kiran. Kiran mencoba bangun dibantu oleh Sadam kemudian duduk bersandar pada tembok. Wajahnya masih pucat.

"Gimana? Udah enakan? Gue anterin pulang aja ya?" tanya Sadam lagi setelah Kiran selesai menyeruput teh hangatnya.

Kiran menggeleng pelan. "Gue udah nggak papa kok."

"Beneran? Lo sakit apa sih?"

"Biasa gue lagi mens hari pertama."

"Ya ampun, kok tumben sampe pingsan sih, Ran? Sekarang udah nggak sakit?"

"Nggak tau juga gue. Sekarang udah mendingan kok walaupun masih nyeri."

"Beneran? Beneran udah mendingan? Kalo masih sak..." kalimat Sadam terhenti saat tiba-tiba seseorang masuk ke dalam ruangan UKS yang sempit itu.

--

Younger HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang