CHAPTER 25

4.4K 155 3
                                    

“Lo kenapa sih?” tanya Luna yang mulai lelah mendengar sahabatnya yang sudah berkali-kali mendesah lelah. Sahabatnya itu bahkasn terlihat sangat tidak bersemangat untuk menjalani hari. Lihat saja dari tadi ia tidak fokus mengikuti pelajaran dan sekarang ia menyandarkan kepalanya di meja sambil berkali-kali menghela nafas panjang.

“Gue nggak bisa tidur semalem,” kata Kiran lemah.

“Kenapa?”

“Gue berantem sama Bank.”

“Berantem kenape? Lo juga kemana kemarin gue suruh nunggu depan cafe malah pulang duluan,” kata Luna.

“Kemarin pas gue mau keluar dari cafe, gue liat Bank mesra-mesraan sama Jennifer makanya gue langsung pergi,” kata Kiran sambil sekali lagi menghela nafas panjang.

“HAH? BANK MESRA-MESRAAN SAMA SI ULET BULU?” pekik Luna yang membuat beberapa teman sekelasnya menoleh ke arahnya.

“Buset, mulut nggak bisa pelan aja apa ya ngomongnya,” sindir Kiran.

Sorry, sorry, gue kaget. Tapi beneran itu?”

Kiran mengangguk, “Bank sih bilangnya Jennifer yang nempel-nempel, tapi gue kesel kenapa dia diem aja ditempelin gitu. Pasti si Jennifer kan ngiranya Bank juga suka makanya dia makin gencar deketin Bank.”

“Ya ampun, si ulet bulu ya berani banget godain suami lo,” kata Luna kesal.

“Gue kesel banget. Wajar nggak sih kalo gue kesel?”

“Ya, wajarlah. Itu tandanya lo cemburu karena lo sayang sama Bank.”

Kiran kembali menghembuskan nafas panjang. “Tapi gue juga merasa bersalah sama dia.”

“Kenapa lagi?”

“Dia marah sama gue gara-gara gue nggak bilang yang masalah jalur undangan itu. Heran deh gue, kok dia bisa tau soal itu.”

Luna tersenyum canggung sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu, “Hehehe, sorry, Ran, gue yang ngomong sama Bank soal itu.”

Kiran menoleh dengan cepat ke arah Luna, “Seriusan lo?”

“Iya. Sorry ya. Waktu itu dia nanya lo dimana gue jawab aja lagi di ruang Bu Ani, gue kira dia udah tau ternyata lo belum kasih tau dia ya. Sorry, Ran,” kata Luna memelas.

Kiran menghela nafas panjang untuk yang kesekian kalinya. “Nggak, bukan lo yang salah, lo nggak perlu minta maaf. Gue yang salah. Emang harusnya gue ngasih tau dia dari awal.”

“Lagian lo kenapa sih nggak ngasih tau dia dari awal?”

“Nggak sempet, waktu itu, kita jarang banget punya waktu berdua. Lo tau sendiri kita jadwal sekolah dan lesnya kayak gimana. Sedangkan Bank juga sibuk photoshoot sana-sini, dia selalu pulang malem. Gue juga kasian sama dia kalo gue ceritain masalah itu takut dia makin pusing.”

Kini Luna yang menghela nafas panjang. “Gue nggak terlalu paham sih soal masalah rumah tangga tapi gue saranin lo jangan lama-lama marahan sama dia. Jangan kasih kesempatan orang ketiga buat ngancurin rumah tangga lo.”

**

Bank memandang sekelilingnya. Ruangan besar itu nampak kosong. Tidak seperti biasanya yang selalu diisi gelak tawa ataupun omelan Kiran. Kiran masih belum kembali ke rumah kecil. Ia hanya mampir ke rumah kecil saat akan mengambil buku-bukunya. Bahkan saat akan makan malam, Kiran malah menyuruh salah satu asisten rumah tangga untuk memanggil Bank. Bank menghela nafas panjang, sepertinya malam ini ia akan kembali tidur sendirian.

Kiran masih enggan bertemu dengan Bank. Bahkan saat sarapan, perjalanan menuju sekolah dan saat makan malam, Kiran tidak berbicara pada Bank sama sekali dan setiap kali Bank berusaha mengajak Kiran berbicara, Kiran selalu menghindar.

Younger HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang