CHAPTER 08

5.1K 188 2
                                    

“Kiran! Lo kenapa?” tanya Bank sambil menghampiri Kiran dengan wajah panik.

Ya, orang yang baru saja masuk ke dalam ruang UKS adalah Bank. Ia tadi tidak sengaja melewati ruang UKS yang pintunya kebetulan terbuka. Kemudian ia melihat sosok Sadam dan Luna. Karena penasaran kenapa kedua sahabat istrinya itu ada di dalam, ia kemudian mengintip dan malah mendapati istrinya sedang duduk bersandar dengan wajah pucat.

Kiran membelalakan matanya kaget. “Bank,” Kiran melirik kedua sahabatnya, “Gue… gue nggak papa kok.”

“Beneran nggak papa? Muka lo pucet gini,” tanya Bank sambil menangkupkan kedua tangannya ke wajah Kiran.

Kiran melotot menerima perlakuan suaminya tersebut. Ia sengaja mengarahkan kedua bola matanya ke  arah kedua sahabatnya dengan maksud agar Bank mengerti bahwa kini mereka sedang tidak hanya berdua. Namun nampaknya Bank tidak memperdulikannya, ia masih belum melepaskan tangannya.

“Emm.. gue nggak papa kok, beneran,” jawab Kiran sambil melepaskan tangan Bank.

Bank terdiam sesaat kemudian ia merogoh sakunya mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Setelah selesai menelepon, Bank langsung mengajak Kiran untuk pulang.

“Kita pulang,” kata Bank sambil mengambil sepatu Kiran dan menyuruh Kiran memakainya.

“Eh, apaan. Enggak! Gue nggak mau pulang.”

“Ck. Nggak. Pokoknya pulang sekarang juga,” kata Bank tegas.

“Nggak mau! Gue masih ada ulangan Kimia nanti.”

“Nanti biar gue yang ijinin ke Bu Diana,” sahut Luna. Bank menolah dan mengucapkan terima kasih sambil melemparkan senyum khasnya yang membuat Luna cengengesan.

“Eh, nggak usah, Lun. Gua nggak mau pulang sekarang,” kata Kiran kemudiaan melemparkan tatapan tajam kepada Bank.

“Pulang. Sekarang,” kata Bank tegas menekankan setiap katanya.

“Nggak!” kata Kiran sambil mencoba berdiri dari duduknya.

Sayangnya, tubuhnya oleng dan terhuyung ke depan. Dengan sigap Bank menahan tubuh Kiran dengan memegang lengan kirinya. Namun ternyata yang menahan tubuh Kiran tak hanya dirinya. Sadam pun melakukan hal yang sama pada lengan kanan Kiran.

“Biar gue anter pulang ya, Ran?” tawar Sadam.

Bank langsung menoleh saat mendengarnya. Kemudian ia merasakan ponselnya bergetar. Ia yakin itu pasti Pak Dodi, supir keluarga Kiran, yang menelepon dan mengabari kalau ia sudah sampai di depan sekolah.

“Ayo pulang,” kata Bank sambil menarik pelan lengan Kiran yang ada di genggamannya.

“Bank, gue nggak mau…” kata Kiran sambil menghela nafas lelah.

Bank menutup kedua matanya lalu menghembuskan nafas keras. “Pulang sekarang atau gue nggak ijinin lo pergi kemana-mana selama sebulan. Lo tau pasti gue punya hak dan kekuatan buat ngelakuin itu,” ancam Bank dengan suara pelan agar kedua sahabat istrinya tak bisa mendengarnya.

Kiran terdiam.

Bank kembali menarik tangan Kiran saat istrinya itu malah terdiam tak mengatakan apapun. Ia berniat menyeret Kiran saat sebuah tangan menghentikannya. Bank melirik tajam si pemilik tangan itu. Ia melemparkan pandangan tak suka.

“Bro, jangan maksa dong. Kan dia nggak mau pulang sama lo,” kata Sadam masih dengan menahan tangan Bank.

Bank tersenyum miring sesaat kemudian berkata, “Ini bukan pilihan, bukan masalah mau atau enggak.”

Younger HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang