CHAPTER 36

3.7K 142 11
                                    

Kiran menatap bayangan dirinya di cermin dengan wajah kesal. Ia meraih botol foundation serta concealer miliknya dan memakaikannya di lehernya. Demi untuk menutupi bercak merah keunguan yang bertengger manis di salah satu sisi lehernya. Kiran masih saja menggerutu sambil berusaha menutupi bercak itu. Ini semua gara-gara Bank.

Tunggu! Jangan salah paham dulu. Bank dan Kiran semalam tidak melakukan apa yang kalian pikirkan. Hanya saja Bank terlalu bersemangat saat mencium Kiran hingga ia meninggalkan bekas itu di leher Kiran.

"Yang!" panggil Bank dari ruang tamu.

"Bentar," jawab Kiran masih sibuk mengolesi lehernya dengan tumpukan foundation dan concealer.

"Ayo berangkat! Udah siang ini," kata Bank dari ambang pintu kamarnya.

"Bentar, Yang."

"Kamu ngapain sih? Tumben dandannya lama banget," tanya Bank sambil berjalan mendekati Kiran.

"Ya ampun, Yang, kamu ngapain sih malahan? Ayo berangkat keburu siang ini," omel Bank.

Kiran menghentikan gerakan tangannya kemudian mendelik tajam pada Bank. "Menurut kamu, ini semua gara-gara siapa?" tanya Kiran dengan nada sedikit horor.

Bank mengalihkan pandangannya. "Eh, kaos kaki tadi dimana ya," gumam Bank pelan seolah tidak mendengar pertanyaan Kiran dan secepat mungkin keluar dari kamar sebelum Kiran mengamuk.

Setelah merasa cukup, Kiran segera bersiap dan berangkat.

Untung saja jalanan hari ini tidak terlalu ramai meski Kiran dan Bank berangkat lebih siang dari biasanya. Kiran menghentikan mobilnya di depan pintu gerbang sekolah Bank.

"Bye, Yang," kata Bank sambil mengecup bibir Kiran.

"Oh iya, aku nanti pulang sendiri aja ya," kata Bank lagi sebelum turun dari mobil.

"Loh kenapa?" tanya Kiran.

"Aku pulang awal hari ini, tuh lagi ada acara jadi baliknya awal. Kelamaan kalo nungguin kamu balik. Ya?"

Kiran menghembuskan nafas pelan. "Ya udah. Tapi naik taksi online aja ya. Nggak boleh naik motor pokoknya," kata Kiran memperingatkan.

"Siap bos!" kata Bank sambil hormat kemudian turun dari mobil.

**

Sadam menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Ia bahkan tak menyadari jika matahari sudah terbit. Semalam ia tak bisa tidur sama sekali. Matanya terjaga. Otaknya tak berhenti bekerja memikirkan sesuatu yang baru saja semalam ia tahu.

Setelah batal untuk pergi dengan Kiran, ia pergi untuk bertemu dengan Juna. Padahal ia sebenarnya ingin memberikan perayaan ulang tahun pada Kiran, namun ternyata Kiran malah membatalkan janji untuk pergi bersamanya. Hal itu membuat suasana hatinya jadi sangat buruk. Ia bahkan tak bisa fokus mendengarkan saat Juna bercerita kepadanya. Sampai-sampai Juna berdecak kesal melihat tingkah adik sepupunya itu.

"Lo kenapa sih?" tanya Juna yang mulai kesal melihat tingkah Sadam yang hanya melamun dan mendesah kecewa.

Sadam hanya menggeleng.

"Ck. Kenapa? Patah hati lo?"

"Ya gitu deh," jawab Sadam pelan.

"Gile gile adek gue udah gede ya udah paham patah hati," goda Juna sambil mengacak-acak rambut Sadam.

"Ck, nggak lucu, Bang."

Juna terbahak melihat ekspresi Sadam. Sedangkan Sadam hanya mendelik melihat kakak sepupunya yang kini sedang menertawakannya ittu.

Younger HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang