CHAPTER 04

5.7K 197 0
                                    

Bank merasakan sesuatu yang berat menindih dadanya. Ia membuka matanya dan mendapati kepala istrinya sedang bersandar di dadanya. Memang semalam setelah Kiran tertidur, Bank memindahkan guling yang membatasi mereka. Ia hanya ingin melihat ekspresi Kiran saat tahu bahwa bantal guling yang membatasi mereka sudah tidak ada. Bank suka sekali melihat ekspresi kesal milik Kiran. Sebenarnya tidak hanya ekspresi kesal tapi semua ekspresi Kiran, ia menyukainya. Tapi ia tak menyangka bahwa istrinya itu akan memeluknya seperti ini.

Kiran sudah sah menjadi istrinya sejak kemarin. Kini ia sudah menjadi suami di usianya yang baru menginjak 17 tahun. Bank ingat betul bagaimana kerasnya ia menolak perjodohan konyol ini dulu. Sampai ia benar-benar kabur dari rumah. Namun hanya bertahan dua hari sampai salah satu bodyguard kakeknya menemukannya sedang menginap di rumah salah satu temannya. Setelah itu, ia menyerah. Ia memutuskan untuk menuruti keinginan kakeknya. Ia selama ini hidup dengan penuh kemewahan dan serba enak. Apapun yang ia inginkan selalu dituruti oleh kakeknya. Kedua orang tuanya telah meninggal saat dirinya berusia lima tahun. Jadi yang mengurusnya selama ini adalah kakeknya. Kakeknya adalah orang yang super sibuk. Bahkan dalam seminggu ia hanya bisa bertemu kakeknya beberapa kali. Tidak setiap hari. Oleh karena itu, Bank hanya menghabiskan hari-harinya dengan bersenang-senang. Ia bahkan tidak memilki tujuan hidup maupun cita-cita. Karena ia merasa akan terus hidup bahagia dengan segala kemewahan yang disediakan oleh kakeknya. Namun di suatu malam yang dingin, hujan deras mengguyur Bangkok malam itu, Bank sedang berada di mansion milik kakeknya sendirian. Benar-benar sendirian. Kakeknya sedang bekerja. Sedangkan seluruh staff yang bekerja di rumah itu sudah terlelap tidur. Disitulah ia merasakan betapa kesepiannya dirinya.

Setelah kepindahan Bank ke Indonesia, ia masih belum mengetahui siapa wanita yang akan dijodohkan dengan dirinya. Ia hanya tahu namanya Kiran. Namun ia sama sekali belum pernah bertemu dengannya. Sampai pada suatu hari, ketika ia sedang sibuk bermain basket dengan beberapa teman dan kakak kelasnya ia melihat seseorang yang berdiri di pinggir lapangan tanpa tahu sebuah bola sedang terbang kearahnya. Bank yang saat itu berada di tepi lapangan dan tidak jauh dari wanita itu segera berlari dan menutupi tubuh mungil wanita itu agar tidak terkena lemparan bola. Di situlah ia tahu ternyata wanita bertubuh mungil, berambut panjang yang tergerai itu bernama Kiran. Tapi apakah itu Kiran yang kakek Bank maksud?

Pertanyaan Bank terjawab saat beberapa hari setelah kejadian itu ia diajak oleh kakeknya yang baru saja tiba dari Thailand untuk menjenguk temannya ke rumah sakit. Ternyata cucu dari teman kakek itulah yang akan dijodohkan dengan Bank. Dan benar saja, Kiran yang akan dijodohkan dengannya adalah Kiran yang beberapa hari yang lalu ia temui di pinggir lapangan basket. Bank teregun sesaat saat menyadari bahwa dirinya akan dijodohkan dengan wanita yang lebih tua darinya. Tapi sedetik kemudian ia malah tersenyum senang.

Bank kembali menutup matanya dan pura-pura tidur saat merasa pergerakan dari Kiran. Sepertinya istrinya itu sudah bangun. Bank menahan tawanya saat mendengar istrinya mengomel dan panik saat mengetahui dirinya tidur sembari memeluk tubuh polos Bank. Setelahnya Bank mendengar langkah kaki yang cepat menuju kamar mandi. Bank kembali membuka matanya dan tertawa setelah mendengar suara pintu kamar mandi terkunci.

"Lucu banget sih!" katanya pelan.

Setelah hampir setengah jam, Kiran keluar dari kamar mandi sudah dengan mengenakan seragam sekolahnya. Ia melirik sinis pada suaminya yang masih berbaring dan berbalut selimut. Ia yakin semalam ia sudah memastikan tidur dengan pembatas tapi kenapa pagi ini guling yang ia gunakan sebagai pembatas itu sudah menghilang entah kemana. Tetapi yang paling membuatnya kaget adalah posisi tidurnya yang memeluk Bank layaknya guling. Ia bangun dengan posisi kepalanya bersandar di dada Bank dengan tangan kanannya melingkar di pinggang Bank dan juga kaki kanannya yang terangkat menindih kaki Bank. Sedangkan tangan kiri Bank melingkar di pundak Kiran dan tangan kirinya berada di pinggang Kiran.

Kiran bergidik ngeri saat mengingatnya. Ia tak menyangka ia akan melakukannya. Ia memang sulit tertidur jika tidak memeluk sesuatu. Tapi kan ya nggak meluk si bocah ini juga kali, batin Kiran. Ya memang sah-sah saja jika Kiran memeluk suami sendiri tapi Kiran baru mengenal lelaki itu belum genap dua minggu.

Kiran kembali melirik sinis suaminya kemudian segera bersiap dan beranjak keluar dari rumah kecil menuju rumah utama untuk sarapan. Di ruang makan rumah utama sudah berjajar berbagai macam menu sarapan. Keluarga besarnya pun sudah siap di kursi masing-masing. Kiran menyapa keluarganya kemudian duduk di samping ibunya.

"Loh Bank mana, Ran?" tanya Susan.

"Masih molor," jawab Kiran singkat sambil mengambil sehelai roti tawar.

"Kok nggak kamu bangunin sih? Hari ini sekolah kan?"

"Biarin ajalah, Ma," kata Kiran malas.

"Heh, kamu itu nggak boleh kayak gitu. Dia itu suami kamu loh, kalian sudah menikah. Mama tau kalo kamu nggak menginginkan pernikahan ini, tapi tetep aja Ran, kamu sudah menikah. Kamu harus belajar menjadi istri yang baik buat suami kamu," kata Susan panjang lebar.

Kiran mengerucutkan bibirnya mendengarnya.

"Udah sana kamu bangunin suami kamu suruh mandi terus ikut sarapan," pinta Susan.

Masih dengan wajah kesalnya, Kiran beranjak dari duduknya dan menuju rumah kecil. Ia menggoyang-goyangkan tubuh Bank berkali-kali setelah ia meneriakinya namun tidak ada respon.

"Bank, bangun! Disuruh ikut sarapan. Lo nggak mau sekolah apa?"

Bank masih belum bergeming.

"Heh! Bocah! Bangun nggak lo!" kata Kiran lagi, kali ini dengan menarik tangan kanan Bank. Namun ternyata tenaganya tidak cukup kuat untuk menariknya yang ada malah kini tubuhnya jatuh terduduk di samping Bank. Ia kembali menarik-narik tangan Bank.

"Heh! Bangun ih, ya ampun, kebo bang...." kalimat Kiran terhenti saat tiba-tiba Bank menarik Kiran kedalam pelukannya.

Kini wajah keduanya berjarak sangat dekat. Kiran bahkan bisa merasakan hembusan nafas Bank mengenai wajahnya. Bank membuka matanya dan menatap Kiran tepat di kedua manik matanya. Keduanya terdiam dalam posisi masing-masing. Menyelami kedua manik mata hitam kecoklatan itu. Satu dapat melihat sebuah kekaguman sedangkan yang lainnya dapat melihat ketulusan dan sepercik kesedihan.

Kiran mengerjapkan matanya mencoba untuk menyadarkan diri.

"Eh.. emm.. lo..lo ditunggu yang lain buat sarapan," kata Kiran terbata.

Bank tak menjawab tapi malah makin mengeratkan pelukannya.

Kiran mencoba memberontak dan ingin melepaskan tangan yang melingkari punggungnya itu namun tak ada hasil. "Lepasin.. gue! Ih! Kalo ada yang liat gimana?" tanya Kiran.

Bank terkekeh pelan. "Biarin aja. Toh kita udah suami istri, nggak masalah dong gue meluk istri gue sendiri."

Kiran dapat merasakan pipinya memanas saat mendengar Bang menyebut 'istri gue'. Ia yakin pipinya kini bagai kepiting rebus. Ia juga mulai merasakan dadanya bergemuruh. Detak jantungnya kini sudah tidak beraturan.

Kiran menggelengkan kepalanya pelan kemudian memukul dada Bank dengan keras.

"Aduh! Kok lo KDRT gini sih?" kata Bank sambil mengelus-elus dadanya dan melepaskan pelukannya.

"Apaan sih! Lebay banget. Siapa juga yang KDRT? Makanya cepetan bangun! Lo nggak mau sekolah apa?" kata Kiran kemudian bangkit dari duduknya.

Bank dengan malas-malasan bangun dari tempat tidur kemudian menuju kamar mandi.


Younger HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang