CHAPTER 29

4.5K 144 4
                                    

Esoknya, seusai sekolah, Kiran mengikuti Sadam untuk ke rumah pohon. Tadinya Luna juga akan ikut namun tiba-tiba membatalkannya karena secara tiba-tiba juga Bima datang dari Bali untuk menemuinya. Tentu saja Luna lebih memilih menemui Bima ketimbang ikut dengan sahabat-sahabatnya. Dan jadilah hanya Sadam dan Kiran yang pergi ke rumah pohon.

Rumah pohon itu masih sama seperti saat terakhir kali Kiran melihatnya. Dinding kayunya masih kokoh meski cat putih yang menyelimutinya sudah mulai pudar. Atapnya tertata rapi. Mungkin karena Sadam baru saja membenarkannya. Tangga yang biasa digunakan untuk memanjat setinggi dua meter itupun masih tertancap kokoh di pohon besar itu. Kiran tersenyum, ia merasa kembali ke masa kecilnya saat ia hampir setiap hari bermain di sana. Ia memanjat tangga itu dan dengan cepat masuk ke dalam rumah pohon menyusul Sadam yang sudah lebih dulu di sana.

"Gila, gila, udah lama banget kayaknya gue nggak kesini," gumam Kiran.

Sadam hanya tersenyum.

"Dan semuanya masih sama nggak ada yang berubah."

"Iyalah."

Keduanya terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Kiran masih bersemangat mengingat semua kenangan-kenangan masa kecilnya disini. Ia memang menghabiskan masa kecilnya dengan bermain dengan Sadam dan beberapa anak komplek lainnya di taman ini, kadang Luna juga ikut bergabung meski ia tinggal di komplek yang berbeda.

"Inget nggak sih lo dulu pernah kepleset pas turun dari sini, terus lo nangis kejer dan sempet nggak mau naik kesini lagi sampe dua bulan?" kata Sadam sambil terkekeh.

Kiran tertawa mengingatnya. "Inget, inget. Ya ampun sakit banget tau pas abis kepleset itu."

Sadam tertawa terbahak mengingat ekspresi Kiran saat itu.

"Dih malah ketawa, tega banget emang liat temennya kesakitan."

"Abis ekspresi lo waktu itu lucu banget. Gue kalo inget pasti langsung ketawa," kata Sadam masih dengan tertawa.

"Cih."

"Eh, lo juga masih inget nggak sama janji lo waktu itu?" tanya Sadam.

"Janji apaan?"

"Janji lo waktu itu, disini pas kita abis ujian kenaikan kelas dua tahun lalu."

"Hah janji yang mana?" Kiran benar-benar tidak ingat dirinya pernah mengucapkan sebuah janji di sini.

"Soal kalo kita masih jomblo sampe usia 28 tahun, lo bakal nikah sama gue."

Kiran tersentak mendengarnya. Ia pernah mengatakan hal seperti itu? Kenapa ia tidak mengingatnya? Tunggu dulu, ia ingat, ia memang pernah mengatakannya. Tapi dengan maksud bercanda. Apa jangan-jangan Sadam menganggapnya serius?

"Oh, oh yang itu," kata Kiran gugup.

"Inget kan?"

Kiran mengangguk canggung.

"Gue harap itu bakalan terjadi," kata Sadam.

"Maksud lo?"

"Ya gue harap gue beneran bisa nikah sama lo," kata Sadam penuh keyakinan sambil menatap Kiran.

Kiran yang merasa canggung mengalihkan pandangannya dari Sadam. "Yaelah, kita kan masih 18 tahun. Masih 10 tahun lagi. Siapa tau abis ini lo ketemu cewek lain terus jatuh cinta, pacaran dan nikah."

"Gue nggak yakin sih bakalan jatuh cinta ke cewek lain selain lo."

"Maksud lo?"

"Gue sayang sama lo, Ran," kata Sadam. Akhirnya. Sadam bisa merasakan sepenggal rasa lega setelah mengatakannya.

Younger HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang