CHAPTER 44

2.8K 118 14
                                    

Kiran menghembuskan nafas panjang sambil mengikat rambutnya. Entah kenapa sejak semalam badannya terasa tidak enak. Ia merasa lemas, pusing, dan mual. Perut bawahnya juga terasa nyeri padahal ia sedang tidak menstruasi. Eh, tunggu dulu. Kiran membuka aplikasi kalender di ponselnya dan menyadari kalau menstruasi terakhirnya adalah dua bulan yang lalu. Tapi ia tak terlalu mengambil pusing tentang hal itu. Karena memang kalau ia sedang stres maka siklus menstruasinya akan berantakan. Memang beberapa minggu terakhir ini ia sedang merasa stres di hari-hari terakhir koasnya. Banyak yang harus diurus, mulai dari laporan kasus, presentasi, dan juga nilai yang tidak dengan mudah ditandatangani oleh konsulen. Jadwal jaganya juga lumayan padat jadi ia selain stres pikiran, ia juga kelelahan secara fisik.

Ditambah lagi Bank yang sudah tiga minggu lebih berada di Thailand dan belum kembali. Masih banyak yang harus diurus katanya. Kiran baru saja meraih tasnya ketika ponselnya berdering. Video call dari Bank.

"Halo, Yang.." sapa Bank.

"Hai, tumben udah bangun," balas Kiran sambil menggendong tasnya dan berjalan keluar dari kamar kosnya.

"Iya nih, hari ini lagi banyak banget kerjaan jadi kudu bangun pagi deh," kata Bank sambil menyesap kopinya.

"Kangen nggak sih, Yang?" tanya Kiran.

"Kangen banget. Pengen cepet pulang," kata Bank sambil memasang wajah memelas.

"Makanya cepet pulang," kata Kiran lemah.

"Iya, secepatnya ya."

Kiran tersenyum kemudian mengangguk.

"Eh, Yang, kok kamu pucet banget sih, kamu sakit?" tanya Bank dengan nada panik dan wajah khawatir.

"Hah emang iya?" tanya Kiran sambil memegang wajahnya.

"Iya, Yang! Kamu sakit? Kalo sakit ijin dulu deh, nggak usah berangkat dulu."

"Ih, apaan deh nggak sakit kok. Ini tu aku belum pake lipstick aja makanya keliatan pucet," elak Kiran. Ia hanya tak ingin membuat Bank khawatir.

"Beneran?"

"Iya, beneran. Udah sana siap-siap dulu. Aku udah sampe RS ini, bye," pamit Kiran.

"Ya, oke, kamu kalo ada apa-apa langsung telpon aku ya!"

"Iya, Sayang," jawab Kiran.

"Ya udah, bye! Love you," kata Bank kemudian memutuskan sambungan telepon.

Kiran segera menuju ke kamar jaga yang memang disediakan untuk para koas dan menaruh tasnya di salah satu loker di sana. Setelahnya Kiran menuju ke bangsal untuk melakukan tugas rutinnya setiap pagi. Apalagi kalau bukan follow up pasien. Untung saja hari ini Kiran kebagian bangsal yang memang jumlah pasiennya tidak terlalu banyak. Jadi setelah selesai dengan tugas follow up-nya ia segera menyusul teman-temannya yang sedang sarapan di kantin.

"Sini, Ran," kata Laura sambil menepuk kursi disebelahnya.

Kiran mengangguk dan mendudukkan dirinya di kursi itu.

"Pucet banget lo, Ran. Sakit?" tanya Laura sambil mengunyah sotonya.

"Hah?" Kiran menempelkan punggung tangannya pada pipinya yang terasa hangat. "Enggak kok," elak Kiran.

"Tapi pucet banget asli."

"Ini gue belum pake lipstick aja kali makanya pucet."

Laura mengangkat kedua bahunya.

Tiba-tiba Kiran merasakan ada sesuatu yang aneh di bawah sana.

"Eh, gue ke toilet dulu ya," pamit Kiran yang dibalas anggukan oleh Laura.

Younger HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang