CHAPTER 13

5.1K 139 5
                                    

Keduanya kini berjalan berdampingan dengan tangan Bank yang menggenggam tangan Kiran menuju ke halaman belakang yang sudah disulap menjadi tempat makan malam. Ada meja besar dengan tujuh kursi yang mengelilinginya. Di atas meja itu sudah tersaji berbagai macam makanan, mulai dari makanan barat hingga makanan khas Thailand. Selain itu di sana juga sudah dihiasi dengan lampu-lampu dan bunga-bunga yang indah.

Kiran dan Bank menyapa kakek Tor yang sudah duduk di sana, kemudian Bank duduk di samping kakek Tor dan Kiran di samping Bank. Tak lama keluarga yang lain datang, om Win, tante Kwan, Off dan Gun. Off dan Gun memang lebih tua dari Bank, oleh karena itu Bank terpaksa memanggil keduanya dengan sebutan P’ atau kakak. Meski Bank sebenarnya tidak suka memanggil mereka dengan sebutan tersebut mengingat tingkah keduanya yang tidak sesuai umur.

Off selalu sibuk keluar masuk kelab setiap malam dan sering kali berakhir di ranjang dengan wanita yang baru ia temui. Sedangkan Gun hanya sibuk jalan-jalan ke luar negeri dan berbelanja. Mungkin itulah kenapa kakek Tor enggan memberikan perusahaan inti kepada kedua putra Kwan, meski Off kini sudah memiliki jabatan yang cukup tinggi di perusahaannya.

Kiran memberikan salam kemudian memperkenalkan diri dengan bahasa Thailand. Satu-satunya kalimat dalam bahasa Thailand yang paling ia hafal adalah kalimat memperkenalkan diri.

“Oh, ini ya istri Bank, cantik juga,” kata Kwan dalam bahasa Thailand setelah semuanya duduk di posisi masing-masing.

Kiran tersenyum kemudian menoleh ke arah Bank berharap Bank mau mengartikannya dalam bahasa Indonesia. Namun Bank hanya tersenyum dan mengelus punggung Kiran pelan.

“Halo, cantik! Aku heran kenapa kau mau menikah dengan bocah itu. Lebih baik kau menikah saja denganku, bagaimana?” kata Off kali ini dengan bahasa Inggris jadi Kiran bisa memahaminya.

Kiran menaikkan kedua alisnya pada lelaki bergaya parlente dengan rambut klimis yang duduk di sebelahnya itu dan kini sedang berusaha merangkulnya. Namun untungnya, Bank menepisnya dengan cepat. Bank langsung memeluk pinggang Kiran posesif. Bank melemparkan pandangan tidak suka pada kakak sepupunya itu.

“Jangan ganggu dia,” ancam Bank.

Off mengangkat kedua tangannya seolah menyerah namun sedetik kemudian ia tersenyum mengejek. Gun yang ada di sebelah Off juga ikut terkekeh mengejek.

“Selera istrimu bagus juga, Bank!” sahut Gun sambil mengamati Kiran dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Kiran kembali tersenyum tidak nyaman menanggapinya. Kiran mengamati Gun yang memakai barang bermerek dari ujung kepala hinga ujung kaki. Kiran yakin lelaki itu setidaknya menghabiskan ratusan juta hanya untuk membeli barang-barang tersebut. Sungguh bukan gaya Kiran.

“Terima kasih sudah memuji istriku, dia memang memiliki selera yang bagus, nyatanya dia mau menikah denganku,” kata Bank sambil menukar posisi duduknya hingga kini ia lah yang duduk di samping Off dan Kiran di samping kakek Tor.

Mereka memulai makan malam mereka dengan tenang, tanpa banyak bicara. Kiran kira acara makan malam itu akan berjalan dan berakhir mulus. Namun perkiraannya salah, setelah para asisten rumah tangga menyajikan makanan penutup, suasana di sana berubah menjadi sedikit menyeramkan bagi Kiran.

Kwan kini sedang bersitegang dengan kakek Tor, sedangkan Win sesekali ikut nimbrung membela istrinya. Off dan Gun hanya diam dengan ekspresi tidak peduli meski beberapa kali melontarkan pendapat mereka. Bagaimana dengan Bank? Bank hanya terdiam mendengarkannya. Tangannya mencengkeram erat kedua lututnya. Kiran yang tidak tahu persis tentang apa yang mereka bicarakan hanya bisa memandang Bank yang kini tampak sedih dan marah. Kiran memang mendengar nama Bank disebut berkali-kali dalam perdebatan antara Kwan dan kakek Tor tapi ia benar-benar tidak paham apa yang mereka bicarakan hingga bisa membuat Bank seperti ini.

Younger HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang