CHAPTER 15

4.9K 164 0
                                    

Setelah benar-benar merasa sehat, setidaknya menurut Bank, Bank memenuhi janjinya untuk mengajak Kiran jalan-jalan. Mereka menghabiskan dua hari penuh untuk mengelilingi kota Bangkok. Selain mengajak Kiran mencicipi hampir setiap street foods yang ada, Bank juga mengajak Kiran ke sekolahnya dulu dan juga ke tempat-tempat yang sering dikunjungi Bank.

"Gila! Seminggu disini gue bisa naik 5 kilo kalo gini ceritanya," keluh Kiran setelah menyuap potongan terakhir mango sticky rice pesanannya.

Bank hanya terkekeh pelan.

"Sampe Indo gue kudu diet!" kata Kiran mantap.

"Eh, apaan, nggak usah diet-diet segala," kata Bank tak terima.

"Kenapa ih? Nggak liat pipi gue nih udah kaya bakpau," kata Kiran sambil cemberut.

"Tapi kan gemes," kata Bank sambil mengapit pipi Kiran dengan tangannya, "Gue suka lo yang chubby enak buat dicium sama dipeluk. Jadi nggak boleh diet!" sambung Bank.

Kiran menahan bibirnya agar tak tersenyum terlalu lebar mendengar perkataan Bank. Ia merasakan wajahnya memanas, pasti pipinya kini berwarna merah seperti kepiting rebus.

Saat hari mulai gelap dan keduanya sudah merasa sangat kelelahan, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pulang. Namun seakan tak terpengaruh dengan rasa lelah itu, kini keduanya malah sedang berebut siapa yang akan mandi lebih dulu.

"Gue dulu! Lo mandi di kamar lain deh. Udah gerah banget ini," kata Kiran sambil  mendorong pelan tubuh Bank.

"Dih ogah, ini kan kamar gue, harusnya gue duluan dong yang mandi," balas Bank sambil kembali melangkah menuju kamar mandi.

"Terus lo tega nyuruh gue mandi di kamar lain? Nanti kalo ada yang ngintipin gimana?" kata Kiran sambil memasang wajah memelas, biasanya dengan senjata ini Bank akan mengalah.

"Ck. Ya udah mandi bareng aja!" putus Bank.

"Enak aja!" kata Kiran sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Ya udah kalo nggak mau," kata Bank santai sambil masuk ke kamar mandi kemudian mengunci pintunya dengan gerakan cepat.

Kiran memberengut kesal melihat suaminya.

**

Selesai mandi Kiran keluar dari kamar mandi dan mendapati ruangan kamar Bank kosong. Ia tak melihat batang hidung Bank dimanapun. Akhirnya ia memutuskan untuk menonton tv saja karena memang dirinya belum mengantuk. Ia mengambil remote control dan membolak-balik channel televisi mencoba mencari acara yg mungkin ia mengerti. Sayangnya semua acara berbahasa Thailand dan tanpa subtitle.

Ia menyerah, ia meletakkan kembali remote control itu setelah mematikan televisinya. Ia mengambil laptop Bank kemudian membawanya ke sofa lebar yang ada di depan tv. Kiran memutuskan untuk menonton series favoritnya melalui laptop Bank.
Kiran kini sedang tertawa melihat adegan yang tergambar di layar saat ia mendengar suara pintu yang terbuka kemudian tertutup. Kiran tak terlalu memperhatikannya ia masih sibuk menertawakan tokoh di series yang sedang bertingkah konyol. Tawanya terhenti saat sebuah tangan besar menyentuh dagunya. Ia sangat mengenali tangan itu. Tangan milik Bank. Kiran hanya mendongak dan melirik Bank sekilas kemudian mengembalikan fokusnya ke layar laptop di pangkuannya.

Bank mengapit kedua pipi Kiran dengan tangan besarnya kemudian mencium pipi Kiran sekilas. Kiran yang kaget dengan apa yang barusan dilakukan oleh Bank, langsung protes dan menatap tajam Bank yang kini sudah duduk di sampingnya. Kiran masih memberengut kesal saat Bank sekali lagi mencium pipinya.

"Iiih~ apaan sih!" kata Kiran sambil mendorong pelan tubuh Bank dengan pundaknya.

"Kenapa sih? Nggak mau banget apa dicium sama suami sendiri."

"Ck. Ya nggak gitu, tapi kan..." Kiran menghentikan kalimatnya karena ia sendiri tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bukannya tidak suka dicium oleh Bank yang notabene adalah suaminya sendiri, ia hanya merasa aneh ada lelaki yang selalu memeluk dan menciumnya selain ayah dan kakak kandungnya.

"Tapi apa? Tapi suka kan?" goda Bank sambil melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Kiran dan menarik Kiran agar bersandar di dadanya.

Kiran hanya mengerucutkan bibirnya namun diam-diam tersenyum.

"Dih, senyum-senyum. Kenapa? Pengen gue cium lagi?" goda Bank lagi.

"Ck. Apaan sih," kata Kiran sambil melepaskan pelukan Bank dan kembali fokus ke layar laptop.

Kiran kembali protes pada Bank saat lelaki itu memindahkan laptop yang ada di pangkuan Kiran ke atas meja. Bank kembali memeluk pinggang Kiran dari samping setelah melingkarkan sebelah tangan Kiran ke lehernya. Bank mempererat pelukannya sambil memejamkan matanya.

"Eh, Bank, gue mau nanya deh," kata Kiran tiba-tiba.

"Hm?"

"Lo kenapa sih suka banget meluk-meluk gue?"

"Suka aja," jawab Bank enteng.

"Pasti sama cewek-cewek lo yang dulu juga sering gitu ya?"

"Cewek gue yang mana? Orang gue nggak pernah pacaran."

"Bohong."

"Beneran! Lo cewek pertama gue. Kalo soal gue suka meluk-meluk lo ya karena menurut gue hug is the best medicine. Selama ini kalo gue sakit, capek, kesel, sedih ataupun seneng nggak ada orang yg bisa gue peluk setiap saat. Tapi sekarang kan gue punya lo," Bank menghentikan kalimatnya kemudian mendongak menatap Kiran. Kiran juga menunduk menatap Bank. Kedianya kini terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing. Namun kedua manik mata mereka saling beradu.

"Sekarang gue punya lo yang bisa gue peluk kapan aja," kata Bank pelan. Kiran hanya terdiam mempertahankan posisinya.

Keduanya terdiam selama beberapa saat. Hingga entah mendapat keberanian darimana, Bank menggerakkan kepalanya maju menuju wajah Kiran mengikis jarak diantara mereka. Tubuh Kiran seakan terpaku. Ia tak bisa menggerakan tubuhnya sesuai keinginannya. Kiran hanya terdiam saat hidungnya dan hidung Bank saling bersentuhan. Bank menghentikan pergerakannya sesaat. Ia menatap dalam kedua mata Kiran kemudian ia kembali melanjutkan gerakannya yang sempat terhenti.

**

Younger HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang