Bulan sabit mengintip dibalik jendela kamar. Park Shinhye duduk termenung menatap langit kelam. Bintang gemintang berceceran seperti taburan intan yang berkilauan. Raut sendunya tak pernah lepas dari wajah itu. Kejadian menyakitan dua tahun silam membuat gadis itu selalu teringat setiap saat.
Gadis itu menatap pilu foto dengan bingkai bunga tulip. Seorang pria diam tak bergerak di dalam sana. Ia tersenyum seakan tak peduli gadis yang memandanginya sedang meratapi kepergiannya. Kehilangan seseorang yang amat dicintainya itu membuat ia sulit melupakan masa berkabung.
Memory kejadian yang menyakitkan itu otomatis menari-nari tanpa ia memutarnya, tanpa ia memintanya. Berapa seringpun ia melupakan, namun bayangan itu selalu menghantuinya.
Ia begitu lelah dengan hatinya sendiri. Betapa ia dalam masa sulit saat ia telah tahu fakta bahwa ia telah ditinggalkan. Ia tak ingin terus menerus berharap kepada seseoarang yang justru hadirnya tak bisa lagi diharapkan.
Oktober, 2015
"Mobilnya meledak, wajahnya hangus. Team kepolisian tidak bisa mengenal wajah korban." Seorang polisi dengan tegas tanpa beban mengutarakan fakta.
Ruangan koridor Rumah Sakit pecah oleh suara tangis Nyonya Lee dan juga Shinhye. Tak percaya mendengar kabar menyakitkan yang mendadak menjungkir balikkan hidupnya. Kedua perempuan itu saling memeluk untuk menguatkan.
"Apa sudah benar-benar diselidiki, Pak Polisi?" Tuan Lee selaku Ayah Jongsuk masih sulit untuk percaya dan memastikan.
Polisi itu menggeleng tegas. "Maafkan kami, Tuan. Tetapi nomor mobil polisi itu benar-benar milik Tuan Lee Jongsuk. Kami sudah mencocokkannya dengan surat ijin kendaraan yang kami temukan di sekitar jasadnya. "
"Apa yang sebenarnya telah terjadi?"
"Kami masih menyelidiki tentang ini. Menurut seorang saksi, mobil Tuan Jongsuk jatuh ke dalam jurang karena ditabrak oleh mobil yang ada di belakangnya. Dan kami telah menyelidiki kemungkinan kecil, Pengemudi itu dibawah pengaruh alkohol."
"Boleh kami melihat jasad Putra kami, Pak?"
Polisi mengangguk mengijinkan. Ia menggiring Tuan dan Nyonya Lee beserta Shinhye menuju ruang jenazah.
Sesampainya di ruangan itu, suasana lengang. Shinye berdiri dengan hati gematar. Mencengkeram lengan baju Nyonya Lee erat. Mempersiapkan hatinya untuk rasa sakit yang akan melandanya. Tuan Lee gemetar membuka kain putih yang menutup kesuluruhan tubuh.
Wajahnya hancur tak bisa dikenali. Tetapi Shinhye melihat dengan jelas cincin berlian yang melingkar di jari manis sebelah kiri. Itu adalah cincin tunangan mereka, ada inisial J&S yang diukir sebelum memesanya. Ia teringat saat Shinhye memilih cincin itu, Yang tiba-tiba sudah ia temukan berjajar di balik etalese kaca.
"Cincin yang tepat." Ujar Jongsuk disaat itu.
Shinhye terkulai lemas. Matanya berkaca-kaca menahan jebolan airmata. Semua sudah jelas, tidak perlu lagi penjelasan.
"Apa perlu kita melakukan tindak otopsi dan juga mengambil stempel DNA?" Tanya polisi itu.
Tuan Lee ragu untuk menjawab. Ia menatap Ibu Jongsuk dan Shinhye bergantian, meminta persetujuan.
Shinhye menggeleng. "Untuk apa, Ayah? Untuk mengetahui banyak lagi fakta menyakitkan bahwa itu adalah Jongsuk Oppa?"
Shinhye terisak-isak. Semua ini tak perlu penjelasan lebih jika faktanya satu bukti itu telah menuai penjelasan, maka buat apa mencari bukti lagi? Tak perlu melakukan tindakan apa-apa karena semuanya akan sama saja menyakitkan.
Shinhye menatap Ayah Jongsuk penuh permohonan. Tak tahu lagi apa yang terjadi sebab kegelapan merenggutnya.
Yang ia ingat saat itu, Polisi telah menjelaskan ciri-ciri dan juga nomor polisi mobil itu. Yang bahkan selalu terngiang dan ia catat hingga detik ini di dalam kepala. Meskipun kecelakaan itu sama sekali tak disengaja, tetap saja itu adalah pembunuhan. Ia pun tak tahu apakah penabrak itu mendapat hukuman setimpal atau bagaimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVING YOU 2(✔️)
FanficTidak semudah itu Shinhye melupakan masa berkabung ketika kehilangan seseorang yang dicintainya. Satu bulan menjelang upacara pernikahannya, yang ada malah berganti upacara pemakaman tunanganya yang meninggal karena kecelakaan. Hingga hampir 3 Tah...