Ulala Yeye... Akhirnya bisa publish lagi setelah melewati segala macam godaan. Maaf, ya kalau yang nungguin lanjutan cerita ini sampe jamuran. Ehehe 😬😬
Happy Reading.... 📑📑📑
Tatapan Jongsuk terus lurus dan tak pernah luput pada Shinhye yang kini terbaring di atas ranjang. Sejak ditemukannya Shinhye pingsan ditengah hujan salju, ia menjadi amat khawatir dan juga prihatin dengan kondisinya. Perempuan itu sudah dua jam lebih belum juga terbangun terbangun dari pingsannya. Jongsuk sudah mulai curiga bahwa ada yang aneh dengan gelagat Shinhye saat mereka di mall beberapa hari yang lalu. Hatinya kecewa bukan main, sebab bukan lagi dirinya yang kini duduk ada singgahsana hati Shinhye. Ia pikir keadaan tidak berubah sama sekali meski sepeninggal dirinya.
Lantas apa pantas jika ia menyalahkan Shinhye untuk masalah ini? Bukankah tidak ada yang dapat memaksa kehendak perasaan seseorang sekalipun sang empu hati sendiri? Perasaan itu kadang memang mengalir seiring berjalannya waktu. Yang dihindari kadang semakin mendekat, yang djaga mati-matian bisa juga terkikis habis.
Jadi, Jika sudah seperti ini pria itu perlu bertindak tegas. Ia harus membawa pergi Shinhye-nya itu sejauh mungkin, atau menyingkirkan pria bernama Jung Yonghwa yang selama ini disebut-sebut oleh Shinhye ketika lelap. Ia benar-benar tidak ingin kehilangan permata dalam genggamannya.
Jongsuk menyentuh dahi Shinhye untuk mengecek berapa derajat suhu badannya. Pria itu mengapitkan termometer pada lengan atas Shinhye. Sudah tidak setinggi tadi. Meski belum sadar namun ia bersyukur karena sudah lebih baik dari sebelumnya.
Dering suara ponsel di saku Jongsuk membuat lamunan pria itu buyar. Ia menatap layar ponselnya sambil sesekali melirik Shinhye yang masih belum sadar dari pingsan. Jongsuk mendesah kecil. Lagi-lagi ia harus meninggalkan Shinhye untuk alasan pekerjaan. Jika ia tidak konsisten membagi waktu, bisa-bisa ia kehilangan pekerjaan. Jongsuk hanya seorang Dokter ahli jiwa yang tempat kerjanya masih belum pasti nasibnya. Maskudnya, ia akan datang saat ada pasien dengan masalah tertentu. Kadang tidak ada panggilan sama sekali, kadang pula pekerjaan itu memanggil disaat waktu yang tidak tepat. Contohnya saja seperti sekarang. Jika seperti ini, ia merasa lebih pantas menjadi petugas pemadam kebakaran. Ia sungguh berharap Dewi fortuna datang memberinya keberutungannya, misalnya membuat ia bisa membangun rumah sakit sendiri dan bisa mempekerjaan orang lain. Ya, Mungkin itu suatu saat.
"Halo!"
"Dokter, Lee! Pasien di kamar 109 kalap dan kejang-kejang!" begitu suara seseorang dari sebrang telepon.
Tanpa babibu, Jongsuk menyambar jas dan kunci mobil. Namun sebelumnya ia berpesan pada Bibi Kim untuk menjaga Shinhye dan memantau keadaannya.
****
Shinhye membuka kedua matanya. Tangannya mencoba meraba sakelar lampu tidur di meja sebelahnya. Lantas ia mengecek jam pada ponselnya. Sudah jam 12:45 lewat tengah malam, dan ia benar-benar tidak menyangka ia akan pingsan selama itu.
Kemudian ingatannya kembali pada kejadian sore itu. Ketika ia dalam ambang keterpurukan yang amat menyakitkan. Lagi-lagi Shinhye terisak penuh rasa pilu. Terkadang ia menyesali mengapa ia harus bangun dan lagi- lagi mendapati kenyataan menyakitkan itu adalah miliknya. Semestinya ia pingsan saja selama mungkin, sampai ia mulai bisa belajar menerima jalan takdirnya.
"Sudah sadar?" ucap Jongsuk, pria itu berdiri di ambang pintu sembari melipat tangan di dada. Ia tersenyum senang karena akhirnya Shinhye bangun juga.
"Lain kali jangan membuatku khawatir, kau pingsan hampir seperti Putri Aurora " kekeh Jongsuk.
Shinhye membalas candaan itu dengan tersenyum simpul pada Jongsuk. "Maaf sudah merepotkanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVING YOU 2(✔️)
FanficTidak semudah itu Shinhye melupakan masa berkabung ketika kehilangan seseorang yang dicintainya. Satu bulan menjelang upacara pernikahannya, yang ada malah berganti upacara pemakaman tunanganya yang meninggal karena kecelakaan. Hingga hampir 3 Tah...