23. Memaksaku Pergi (Special PSH Point Of View).

1.1K 170 29
                                    

"Haruskah aku berlutut di kakimu, agar kau memaafkanku?"

"Kalau aku kecelakaan seperti Jongsuk? Apa kau akan kembali padaku?"

"Kalau aku mati, kau akan memaafkanku?"

"Aku harus apa agar kau tetap di sisiku?"

"Kau benar-benar tidak ingin melihatku lagi? Baiklah! Kelak jika aku menghilang jangan pernah mencariku!"

Kata-kata yang terus terngiang membayangi dan membuat hatiku mencelos setiap mengingatnya. Rasa bersalah akibat terbaringnya Yonghwa kini bersama alat penunjang kehidupan kini membuat hatiku luar biasa hancur-sehancurnya. Sungguh, ini bukan hal yang pernah aku bayangkan sekalipun. 

Di depan pintu ruangan operasi, aku menatap wajah-wajah sendu penuh luka. Mantan Ibu dan Ayah mertuaku tak kuasa menahan bendungan air mata yang sejak silih berganti berdesakan untuk keluar. Melihat semua ini aku sungguh merasa rapuh. Sama seperti mereka, hatiku terasa lemah dan tak berdaya. Seakan-akan diriku juga ikut dan merasakan betapa sakitnya pria di Ruangan sana.

Kondisinya yang sangat memprihatinkan sejak datang, membuat Yonghwa harus segera ditangani di meja Operasi. Selain kehilangan banyak darah, ada luka dalam yang perlu ditangani dengan alat pisau bedah. Tadi, tanpa memikirkan resiko atau maupun sebab musabab, Tuan Jung segera mendatangani surat perjanjian itu. Satu-satunya cara untuk melihat putranya sadar kembali hanya itu.

"Putraku... kau harus kuat!" Tangis Ibu terdengar semakin menyesak serta menghimpit hatiku.

"Ibu... maafkan aku!" Aku menggenggam tangan Ibu. Menatapnya dengan perasaan berdosa. Ibu balas menatapku, seakan ia menuduh akulah penyebab semua kesialan ini. Akupun tidak heran dan sudah siap menerima tatapan kebencian itu. Aku merasa pantas.

"Sudah terlanjur. Yonghwa kritis dan waktu tidak bisa diulang lagi. Lagipula, kenapa kau yang meminta maaf? Ini salahnya karena tidak fokus pada jalan dan terlalu memikirkanmu saat menyetir!" Ucapnya sambil mengambil lagi tangannya.

Semakin besar rasa bersalahku. Sindiran itu sudah jelas ditunjukkan untukku. Seseorang yang selama ini kuanggap sebagai ibuku sendiri kini mulai  menanam kebencian itu.

"Aku tidak di maafkan, ya?" aku tak kuasa menahan getaran di hati. 

"Tergantung bagaimana keadaan Yonghwa." Jawab Ibu mencoba acuh. Namun sebetulnya aku merasa Ibu tidak benar-benar ingin bersikap seperti itu. Seolah ia memaksakan dirinya untuk mulai belajar tidak menyukaiku.

Aku lalu menunduk menatap lantai rumah sakit yang kini kupijaki. Ayah Jung hanya menatapku datar tanpa ekspresi. Secara tak langsung ia juga memperlihatkan rasa kecewanya. Aku tidak mengerti bagaimana harus menghadapi semua ini sendiri.

"Aku pikir kalian benar-benar membina rumah tangga dengan saling  membangun kepercayaan, tapi nyatanya kau menghukum Yonghwa sampai seperti ini." Ucap Ayah tak percaya. 

Dan aku semakin terpojok sekarang. Saeakan segala  kesalahan ditumpahkan untukku. Menghukum? Siapa yang menghukum siapa? Aku memang tidak secara langsung mencelakakan Yonghwa. Tapi menurut perkiraan mereka secara tak langsung akulah penyebab kenapa Yonghwa bisa seperti ini.

Tapi aku bisa apa? Mengelak semua ucapan mereka dengan alasan bahwa Yonghwa lah yang selama ini membuat aku kehilangan Jongsuk? Padahal fakta membuktikan bahwa kini Jongsuk baik-baik saja. Justru saat ini ia lah yang kini berjuang mati-matian melawan maut.

Di saat kami sedang dalam perdebatan dingin, pintu ruang operasi terbuka. Menandakan operasi telah selesai di lakukan. Kini semua mata tertuju pada Dokter yang baru saja membuka maskernya.

LOVING YOU 2(✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang