Masih dalam diam, aku berusaha untuk terus menyuapinya dalam otak juga aku tetap berpikir lebih baik aku bicara tentang apa tapi aku masih bingung.
Keheningan ini sangat membuatku tidak nyaman dan aku juga merasa ini semua salah. Tapi aku masih belum berani membuka suara untuk menjelaskan apa yang terjadi kemarin siang.
Omelet buatanku habis, ketika aku memberikannya gelas susu dengan cepat dia meminumnya sampai setengah bagian dan juga menyimpannya sendiri. Aku ingin memberikan piring kedua berisi buah segar yang sudah kusiapkan tapi dia menahan tanganku.
Otomatis aku melihat wajahnya, dia seperti ingin berbicara namun ragu.
"Ada apa?" tanyaku
"Ada apa?" tanyanya lagi seolah dia memberikan ekspresi bingung.
"Aku tau kamu kesal" dia mengangguk, "Aku minta maaf padamu, dan aku hanya..."
"Gugup?" tanyanya, aku menggeleng.
"Lalu apa Ellinda Kavinty?" kini dia membernarkan posisi duduknya, dan kami duduk saling berhadapan.
"Aku sudah lama tidak berenang, dan kemarin pertama kalinya lagi aku berenang dengan kalian"Difga seolah mengikuti ceritaku dengan seksama.
"Lalu aku merasa malu, aku takut dan banyak pikiran lainnya yang mencemaskanku" mataku kali ini menghadap seprei kasurnya, aku tidak berani menatapnya.
"Aku takut kau tidak suka padaku, atau setidaknya kau malas melihatku" dia menarik nafasnya dengan cukup keras, aku mendengarnya jelas.
"Pikiran macam apa itu? Semudah itukah aku dalam penilaianmu?" tanyanya dengan nada serius.
"Aku hanya takut, karena aku tidak seperti yang lain. Aku tidak percaya diri dengan tubuhku, aku malu memakai bikini di hadapanmu" nadaku melemah, aku bagaikan keong yang berbicara dari dalam cangkangnya terdengar kecil.
"Ayolah Ell, aku bahkan tidak berpikir sampai sana. Aku hanya berharap kemarin bisa membuat momen indah bersamamu." dia menyentuh daguku, membuatnya dapat melihat wajahku dengan jelas.
Matanya memandangiku serius dan dalam sangat lekat. "Aku juga ingin seperti itu, tapi rasa takutku terlalu kuat membuat diriku enggan" ucapku dan kali ini dia tersenyum. Entah aku merasa lega saat senyumannya kembali.
"Kupikir kau tidak ingin bersamaku! Jangan buat aku sedih Ell" ucapannya membuat hatiku tergerak, seakan ingin memeluknya tapi aku tak ingin ini terlihat berlebihan. Jadi aku hanya tersenyum malu.
"Kau salah, aku terus ingin bersamamu tapi kau terlihat menjauh dan aku juga tidak enak dengan yang lain. Maafkan aku ya" dia mengangguk dan memunculkan jari kelingkingnya padaku.
"Berjanjilah untuk tidak membuatku takut, aku takut jika kau tidak ingin bersamaku. Atau tidak percaya diri saat kita bersama" aku memandangi jarinya dan mengaitkan jari kelingkingku lali kami berjabat janji jari kelingking.
Satu tangannya mencubit pipiku pelan, dan tawanya kembali lagi. Aku tau dia masih sakit karena terlihat jelas pucat di wajahnya masih ada tapi dia masih berusaha untuk tidak terlihat semudah itu lemah dihadapanku hari ini.
"Aku senang kau disini, semalam aku terbangun dan melihat kau tidur di bawah" ucapnya sambil memakan buat blueberrynya.
Aku mengunyah stoberinya, "Iya, semalam ayahmu ingin aku menginap dan juga dia sudah izinkan aku ke orang tuaku"
"Apa orang tuamu marah? Tau kamu ada disini?" aku menggeleng, "Tidak, aku mendengarnya bercakap melalui telpon. Dan aku juga menghubungi mereka setelah ayahmu pergi membeli obat"
KAMU SEDANG MEMBACA
D For E [ON GOING] / [REVISI]
Teen FictionKepercayaan diri timbul, jika kita bisa berpikir lebih positif. Aku tau itu, tapi sifat overthinkingku terhadap suatu nilai membuat aku merasa minder. Kalian tau body shaming? Aku adalah salah satu perempuan yang terbully. Karena memiliki tubuh ya...