Problem

84 10 2
                                    

Aku terdiam. Belum ada ucapan yang keluar dari mulutku.

"Hei. Kau kenapa Ell?" Tanya Billy yang kini terduduk dan memandangi wajahku dari samping.

Aku menggeleng, tapi perlahan aku bisa melihat wajahnya. Dan dia masih memandangiku menaikkan kedua alisnya seolah dia ingin aku menjawab pertanyaannya tadi.

"Difga" ucapku perlahan masih dengan nada terisak karena tangisanku tadi.

"Jelaskan secara perlahan. Aku akan mendengarkannya dan setelahnya aku bisa memberikan pendapatku tentang masalahmu" jelasnya.

"Dia mencium seseorang" ada raut kaget yang Billy tunjukkan. Tapi dia berusaha masih terlihat tenang dan mulai menepuk pundakku pelan.

"Apa dia biasa seperti ini? Maksudku.... apa dulu dia memperlakukan perempuan itu spesial?" Tanyaku, Billy masih bingung dengan siapa perempuan yang kumaksud.

"Dia bukanlah lelaki yang romantis. Kau tau itu dan aku kenal dia. Apa bersama Gladys? Bella?" Tanyanya padaku.

"Mungkin kau tidak perlu menutupinya Bil. Jelaskan padaku seberapa dekat Difga dengan...." air mataku mengalir. Aku benar - benar tidak bisa membendungnya lagi.

bahkan tangisanku ini semakin terdengar sesekali aku berusaha menahan suara tangisku tapi hanya sesak yang kudapat. Billy memelukku membelai rambutku dan aku tau dia ingin aku tenang.

Sekarang pukul dua malam dan pesta semakin menjadi. Bahkan aku enggan untuk kembali ke dalam pesta itu. Billy meminjamkan aku jaket oversize berwarna hijau army yang sedang dia pakai untuk menutupi tubuhku dari angin malam.

"Kau mau pulang? Akan aku antarkan" tawarnya namun aku menggeleng.

"Bisa aku tidur di mobilmu? Setidaknya itu lebih aman dari pada aku tidur di kamar rumah ini. Pasti banyak yang mabuk dan bercinta" Billy mengangguk dengan tawanya.

Akhirnya Billy meraih tanganku dan mengajaknya ke mobil yang terparkir di depan rumah.

"Kau bisa tidur di belakang. Aku akan menjagamu di jok depan" jelasnya saat membuka kunci mobil.

"Tak apa. kau tidak usah repot, kembalilah kesana. Temanmu pasti mencarimu Bil" ucapku.

"Difga akan kuurus nanti. Setidaknya kau istirahatlah. Aku bisa kemana saja kalau aku mau tenang saja Ell" jelasnya dan aku terduduk di jok belakang. Dengan kaca yang sedikit dia buka untuk membuat sirkulasi udara disini berjalan lancar.

Aku membaringkan tubuhku. Rasanya lelah dan menyedihkan, bahkan aku tidak berharap bisa pulang bersama Difga besok.

Billy menyalakan handphonenya seperti menelpon seseorang, aku berusaha untuk tertidur tapi sesekali aku merasa dia memperhatikanku dari jok depan.

****
Aku terbangun, dengan rambut acak - acakan aku melihat ada Difga yang tertidur di jok depan, tapi tidak ada Billy. Dan juga banyaknya orang - orang yang keluar dari rumah itu dengan jalan yang sempoyongan.

Aku terduduk kerapihkan rambutku dan mengikat rambutku ala buntut kuda. Aku melihat Difga kacau, rambut yang berantakan dan juga baju yang terkena noda minuman.

Lalu aku melihat Billy keluar dari rumah itu. Dia membuka pintu mobil.

"Kenapa dia disini?" Tanyaku bingung.

"Dia mabuk berat dan terkapar di sofa. Aku membawanya" ucapnya memberikanku sebotol air mineral.

Aku meneguknya perlahan. Ada tanya yang bersarang di otakku.

"Apa dia dengan seseorang?" Tanyaku.

"Tidak. Dia sendiri dan dia tak sadar saat aku membawanya kesini" jelasnya lagi.

D For E [ON GOING] / [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang