9

3.2K 227 0
                                    

Rian POV

Selepas keluar dari restauran, dia sama sekali tak berkutik. Bahkan beberapa kali kami bertanya dia hanya menjawab.

"Gak kok gapapa"

Atau,

"Nevermind, dia bukan jodoh aku."

Tapi wajahnya tak bisa membohongiku, aku tau dia benar benar hancur.

Dan benar saja, pagi ini aku tak sengaja melihatnya di Ruang Medis dengan wajah sembabnya, dan dia terlihat sedang dipeluk oleh Melin.

Mereka mungkin merasakan kehadiranku, karena begitu aku masuk mereka langsung melepas pelukannya.

"Eh Jom, sini masuk." Ucap Melin.

Aku menurut untuk masuk dan aku memposisikan dekat dengan Dinda.

Seperti biasa kakiku aku tumpangkan pada paha Dinda agar dia bisa memeriksa kakiku.

"Gimana Din?"

"Hmm, masih sama sih kaya kemarin cuma ini lebih kering dikit banget" Jawabnya, dia lalu mengoleskan obat tambahan dan menutup lukaku dengan perban lagi.

"Bukan kaki gue, tapi lo"

Dia terdiam sesaat, kemudian dia menatapku lalu tersenyum.

"Lama lama juga gue bakal terbiasa kok" lalu ia kembali melanjutkan menempelkan plester di pinggir perban.

Setelah itu dia terlihat mencatat sesuatu,

"Mel, tolong dong ambilin stock plester tambahan lagi ya sama ambilin pain killer yang spray sama tablet juga di gudang" Ujarnya sambil memberikan kertas yang tadi ia catat.

"Oke, wait ya" Melin lalu keluar dari Ruang Medis, dan yang tersisa hanya kita berdua.

"Tunggu bentar ya, obatnya ada yang harus Melin ambil."

Aku hanya mengangguk, kemudian kesunyian menyelimuti ruangan ini.

"Rian" Ucapnya memecah keheningan.

"Iya Din?"

"Waktu lo putus sama mantan lo, apa rasanya sesakit ini?"

Kenapa dia bertanya seperti itu?

"Sorry sorry, bukan maksud gue ikut campur tapi gue--"

"Jelas rasanya sakit, putus cinta itu gada yang enak Din, sekalipun lo cuma jadiin pasangan lo persinggahan doang."

Kenapa gue jadi bijak gini ya?

"Kemarin sakit banget rasanya, udah jatuh tertimpa tangga. Tapi hari ini gue udah cukup sadar kalau gue gabisa terus terusan kaya gini."

Aku mendekatinya, lalu mengusap tangannya. "Good girl."

Dia tiba tiba menatapku tajam. "Good girl, good girl. Lo aja belom move on!"

Aku menaikan sebelah alisku. "Tau dari siapa lo?"

"Keliatan kali ah! Buktinya waktu awal lo ketemu gue lo manggil gue dengan sebutan 'sye'"

"Oh, waktu lo meluk gue?" aku sedikit menggodanya.

Wajahnya langsung terlihat merah padam, sepertinya dia masih malu dengan kejadian itu. "Stop! Udah udah jangan dibahas!"

Aku tertawa menanggapinya, dia lucu juga ternyata.

"Mau gue peluk lagi gak?"

Tiba tiba dia meninju tanganku. "Sialan lo, Peluk aja si Sye sana"

AmethystTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang