74

2.6K 144 15
                                    

"Bunda!!"

Dinda yang asalnya sedang menonton, dengan cepat melihat ke arah pintu.

"Ali?"

Ali menghampiri Dinda bersama Ihsan dan Agustina.

"Ali duduk aja ya disini, kasian kalau bunda kesenggol." Ihsan menggendong Ali untuk duduk di Kursi yang ada di samping Dinda.

"Iya ayah."

"Assalamualaikum Umii." Dinda menyalami Agustina, Umi dari Ihsan.

"Walaikumsallam, gimana keadaan kamu nak sekarang?"

"Udah mendingan Umi, gak kaya kemarin banget. Umi dari bekasi sama Ali kesini naik apa?"

"Umi tadi dijemput Ihsan, katanya kamu udah kangen banget sama Ali."

Dinda terkekeh. "Iya Umi, Dinda kangen banget sama Ali."

"Bunda kapan keluar dari sini? Ali ingin main lagi sama Bunda."

"Nanti sebentar lagi ya Ali, Ali mau sabar kan nunggu Bunda?"

Ali mengangguk. "Iya Bunda, Ali sabar kok"

Dinda tersenyum. "Pinter anak Bunda."

"Ali sepertinya sudah sangat sayang sama kamu ya Dinda.." Ucap Agustina.

"Hehehe iya Bunda, Dinda juga sayang banget sama Ali."

"Ihsan.."

Ihsan menoleh. "Iya Umi?"

"Kamu ini udah cocok loh sama Dinda, kapan kalian mau lanjut ke jenjang selanjutnya?"

Ihsan sedikit terkejut mendengar pertanyaan Uminya tersebut, ia menoleh Dinda sesaat. "Umi Dinda kan lagi sakit, kok ditanya---"

"Doain aja ya Umi" Dinda memotong ucapan Ihsan.

Ihsan menoleh pada Dinda, ia tidak percaya dengan apa yang diucapkan Dinda.

Lalu Dinda, Ihsan, Ali, dan Agustina berbincang-bincang sesaat. Setelah itu Agustina dan Ali pamit untuk pulang.

"Umi, bener gak mau di anterin Ihsan aja?" Tanya Dinda.

"Gapapa Dinda, biar Ihsan temenin kamu disini aja."

Dinda lalu menyalami Agustina dan Ali. "Hati hati ya Umi, hati hati ya anak kesayangan Bunda."

"Dadah Bunda..."

Dinda tersenyum seraya melambaikan tangan, lalu pintu tertutup menandakan bahwa Agustina dan Ali sudah keluar dari ruangan ini.

"Kamu gak bercanda kan tadi ngejawab pertanyaan Umi?"

"Yang mana?"

"Tentang 'ke jenjang selanjutnya' "

Dinda terkekeh. "Ih kamu GR deh, kan aku bilangnya 'doain ya Umi.' bukan 'aku mau nikah sama Ihsan umi'."

Ihsan berdecih. "Yahh kirain, aku udah seneng loh padahal."

Dinda tersenyum, kemudian ia menggenggam tangan Ihsan. "Sabar ya San, tunggu semua ini selesai."

Ihsan tersenyum, kemudian ia mengusap puncak rambut Dinda. "Sampai kapanpun, aku akan selalu menunggu kamu."

"Aku gakan ngelepas kamu lagi Dinda, kamu gak tau betapa nyeselnya aku sama sekali gak ngucapin perpisahan waktu itu." Lanjut Ihsan.

"Udahlah, itu kan udah lewat?"

Ihsan terkekeh, lalu ia duduk di kursi yang ada dipinggir ranjang.

"Coba aja ya waktu itu aku gak nyasar di london, pasti aku gakan ketemu sama kamu." Ucap Ihsan.

AmethystTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang