29

2.1K 181 0
                                    

"Hahaha goblok sih lo jadi orang" Melin tertawa keras mendengar cerita Dinda. Sedangkan Dinda hanya bisa pasrah ditertawai oleh sahabatnya.

"Sumpah ya, lo kaya anak SD lagi jatuh cinta tau gak." lanjutnya lagi.

Dinda mendengus. "Yaelah Mel, udah kali ledekin guenya"

Bukannya berhenti, dia malah tertawa lebih keras.

"Bodo dah bodo"

Ponsel Dinda berbunyi, menandakan ada pesan masuk, segera Dinda mengeceknya.

+62 87665464xxx
Hello cucu kesayangan nenek,
Aku masih di jakarta nih,
Rasanya belum mau pulang nih,
Sebelum ketemu kamu.

Seketika tubuh Dinda menegang, dia tahu itu pesan dari orang yang sama walaupun nomornya berbeda.

Dadanya mulai terasa sesak, tapi ia mencoba menahannya karena Melin tak boleh tahu tentang hal ini.

+62 87665464xxx
Ayo dong samperin aku,
Atau aku yang harus samperin dulu orang terdekat kamu dulu baru kamu nyamperin aku?

Sialan.

Dinda tau dia ini orangnya sangat licik dan nekat, bahkan dulu Dion pun nyaris menjadi korbannya.

Dia tak ingin menemuinya, tapi bagaimana dengan nasib orang terdekatnya?

"Kenapa Din? Kok tegang gitu?"

Dinda menggeleng, rasa sesaknya makin lama makin menjadi, tak terasa air matanya mengalir.

"Lo kenapa Din?! Hey!" Melin menggoyang-goyangkan pundaknya.

Dengan sisa tenaga yang Dinda miliki, ia menujuk tas miliknya, ia memberi kode supaya Melin mengambilkan Inhalernya.

Untung Melin paham dan segera mengambil Inhaler miliknya dan memberikan pada Dinda.

"Udah tiduran dulu Din istirahat, lo kenapa sih tiba tiba gini?"

Dinda mengabaikan ucapan Melin, dia melirik sebentar pada layar ponselnya yang memunculkan pop up. Lalu dia tertidur masih dalam posisi duduknya.

+62 87665464xxx
Jam 10 malem, Pineast Club.

Dinda sudah bersiap diri dan tinggal berangkat menuju lokasi yang orang itu tentukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dinda sudah bersiap diri dan tinggal berangkat menuju lokasi yang orang itu tentukan. Sebelumnya Dinda berharap, semoga asthma nya tidak kumat di tempat seperti itu.

Beruntungnya, sebangun tidur tadi Melin tak terlihat, tapi dia mengabarkan kalau dia akan bertemu teman kuliahnya.

Jadi Dinda tak perlu repot mencari alasan, dan akan Melin juga akan panik jika tau dia pergi ke tempat seperti itu malam-malam begini.

Dinda memasuki mobilnya dan mulai pergi dari area pelatnas ini.

----

Begitu masuk, dia sudah disambut dengan bau alkohol dan bau rokok yang sangat menyengat.

Ditambah dengan degub musik yang kencang, membuat Dinda hampir tak bisa mendengar suaranya sendiri.

Sebenarnya bukan kali pertama ia datang ke tempat seperti ini, namun rasanya sudah lama sekali, bahkan Dinda tak ingat kapan terakhir kali dia bermain ke tempat seperti ini.

Setelah keluar dari desakan orang-orang yang sedang menari dengan gemulai, akhirnya Dinda bisa bernafas 'sedikit' lega. Dengan cepat dia mencari meja yang agak ujung untung pertemuannya dengan orang itu.

Sempat ada mata nakal dari para lelaki hidung belang, tapi ia abaikan. Dia bingung, padahal dia sama sekali tidak memakai baju yang terbuka, ia memakai celana panjang, turtle neck shirt, bahkan outer yang panjangnya hingga lutut. Manusia memang jika otaknya sudah berkarat seperti itu.

"Permisi Mbak, mau pesan apa?"

Dinda melihat sederetan menu itu. "Cola Float aja satu"

Pelayan itu mengerutkan keningnya. "Maaf mbak, mau di mix sama apa?"

Dinda menggeleng. "Saya gamau di mix pake apa-apa."

Pelayan itu sepertinya bingung dengan pesanan Dinda, mungkin aneh jika orang datang ke suatu club tapi tidak 'minum' itu.

Tak lama pelayan itu kembali datang dan memberikan pesanan Dinda, Dinda memberikan sejumlah uang pada pelayan beserta tips lalu pelayan itu kembali ke tempat.

"Hello cantik, sudah lama nunggunya?"

Dinda melihat ke atas untuk mencari tahu siapa yang memanggilnya, ternyata itu adalah orang yang selama ini selalu meneror Dinda lewat pesannya.

Ada rasa sesak yang Dinda rasakan, tapi masih bisa ia tahan. Karena sebelum datang kesini, dia meminum obat khususnya dengan dosis sedikit di naikan.

Tanpa izin orang itu duduk di samping Dinda, jarak cukup berjauhan.

"Santai kali Din, lo natap gue seakan akan gue ini mau lo bunuh."

Dinda berdecak, rasanya malas jika ia harus berbasa-basi dengan manusia ini.

"Waktu Gue gak banyak, ada apa lo sebegitunya ganggu kehidupan Gue lagi? Semua gue udah kasih dari mulai harta peninggalan Nenek, bagian dari Bunda, apalagi yang lo mau?"

Orang itu tertawa tanpa alasan sambil bertepuk tangan.

"Haduh adikku sayang, kamu kok gitu banget sih sama kakakmu ini?"

Dinda rasa orang ini hanya membuang waktunya, ia mengambil tasnya lalu berdiri.

Sayangnya, saat ia akan berjalan, tangannya ditahan oleh orang itu.

"Calm down lah, minuman gue belum datang, minuman lo aja belum lo minum sedikitpun."

Terpaksa Dinda kembali duduk, tak lama kemudian seorang pelayan menghampiri meja kami membawa sebotol minuman dan dua gelas berisi es, bisa dipastikan itu milik orang itu.

"Stop wasting my time, Alin!"

Orang yang Dinda sebut Alin itu hanya menoleh sesaat, dia menuangkan minuman yang ada di botol itu ke dua gelas yang tadi pelayan berikan dan memberikan satu gelasnya pada Dinda.

"Minum dulu biar santai, kapan lagi coba kita minum bareng?"

Dinda mengambil gelas yang diberikan Alin, namun ia tidak meminumnya, ia menaruhnya kembali di Meja.

Hal yang tak ia duga, Alin mengambil kembali gelas yang ia beri pada Dinda, dan memberikan paksa pada Dinda.

"Minum, atau Melin jadi korban Gue lagi?"

Dinda berdecak sebal, bisa bisanya dia mengancam dengan hal seperti itu.

Karena Dinda tak ingin terjadi apa-apa dengan Melin. Dengan terpaksa Dinda meminumnya.

Setelah meminumnya, Dinda melempar gelas itu ke arah Alin.

"Udah cukup mengulur waktunya, ada apa?!" Dinda berbicara dengan nada yang tinggi, ia muak dengan Alin yang terus mengulur waktunya.

Alin tersenyum padanya. "Engga ada apa apa kok, gue kan cuma kangen ingin ketemu sama adik tercinta gue"

Alin yang akan memegang wajah Dinda di tepis lebih dulu oleh Dinda.

Kesal kini ia rasakan, ancaman Alin tadi siang hanya membuang waktu Dinda saja.

Dengan kesal ia mengambil tasnya lalu pergi meninggalkan Alin sendiri.

"Haduh adikku sayang marah, santai dulu dong sini!" Teriak Alin.

Namun Dinda tak peduli, ia terus berjalan keluar tanpa melihat lagi ke belakang.

AmethystTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang