42

1.8K 159 2
                                    

Rian menggenggam tangan Sye, sambil diiringi dengan musik merdu yang mengalun di malam hari ini.

"Kamu siapin ini buat aku?"

Rian mengangguk. "Khusus buat kamu."

Mata Sye tak henti hentinya mengintari sekeliling ruangan ini telah diubah menjadi tempat yang sangat romantis dengan bunga yang menempel di dinding dan dilantai beserta lilin-lilin kecil yang menyala.

"Sye?"

Merasa dipanggil Sye pun menoleh pada Rian.

"Aku sebenernya mau ngomong sesuatu, tapi aku malu karena menurutku inu sedikit kekanak-kanakan."

Sye mengernyitkan dahinya. "Mau ngomong apa Rian? Ngomong aja."

"Emang sih pada awalnya kita dekat karena ayah kamu ingin menjodohkan kita, dan pada awalnya memang aku cukup terpaksa menjalani hubungan ini, tapi lama kelamaan aku semakin nyaman sama kamu, aku susah lepas dari kamu, aku ingin memperjelas hubungan kita Sye."

"Maksud kamu?" Tanya Sye.

Rian memberikan bunga pada Sye. "Mau kah kamu jadi pacarku?"

Sye tertawa. "Ahahaha Rian kamutuh kaku banget Sih."

Rian menggaruk tengkuknya. "Abisnya aku gak punya pengalaman nembak cewe sih Sye,kamu kan cinta pertama aku."

"Jadi gimana?kamu mau gak?" Lanjut Rian.

Tanpa berpikir Sye langsung mengangguk. "Aku mau Rian."

Rian pun tersenyum bahagia mendengar jawaban Sye, lalu ia mengampirinya dan memeluk Sye.

"Aku janji bakal bahagiain kamu, sye, aku sayang sama kamu."

Tiba tiba Rian merasa perih pada matanya, ia mencoba mengusap matanya untuk menghilangkan perih

"Woy bangun woy!"

"Hah?"

Rian membuka matanya, seketika ia tersentak saking terkejutnya. Karena dihadapan wajahnya saat ini ada Fajar, bukan Sye.

"Hah hoh hah hoh, ngigo kira kira dong gausah sampe pegang pegang tangan Gue!"

"Hah? Siapa yang ngigo?"

Fajar berdecak. "Ya elu lah!"

"Masa sih? Tapi ngapain ya gue mimpiin Sye?"

"Lo kangen kali sama dia."

"Yakali"

Rian kemudian beranjak dari tidurnya lalu menyandarkan badannya pada Headboard.

"Tapi kenapa bisa ya Gue mimpiin Sye gitu? Gamungkin deh kalau Gue kangen sama dia."

Fajar menghela nafasnya. "Menurut buku yang Gue baca sih tandanya di lubuk pikiran lo ada keraguan gitu tentang orang yang tiba tiba muncul di mimpi lo."

Rian mengernyitkan dahinya. "Ragu?"

Fajar mengangguk. "Apa mungkin lo tiba tiba kepikiran tentang omongan Gue kemarin? Tentang hubungan Sye sama Dinda?"

Rian berpikir sejenak, jika dia mau jujur, memang sedikit terlintas dibenaknya tentang hubungan mereka berdua.

"Iya sih tapi Gue masih teguh sama pendapat Gue kalau mereka gak ada hubungan darah, toh Sye dulu seinget Gue dia pernah bilang ga punya kakak atau adik."

"Tapi lo emang udah tau bener tentang silsilah keluarga sye? Udah tau bener tentang silsilah keluarga Dinda? Inget, manusia itu pandai memalsukan segala hal."

Rian menatap lurus kedepan, dalam hati dia meng'iya'kan ucapan Fajar barusan.

Tentang keluarga dua wanita itu, dia sama sekali belum mengetahuinya sangat jelas.

"Demi kebaikan, sepertinya Gue harus cari tahu ini semua Jar."

"Serius lo?"

"Iya, Gue serius."

"Din?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Din?"

"Hmm?"

"Din?"

"Hem.."

"ADINDA SHAQIRA EMERALDA NENGOK SINI DONG GOBLOK."

Dinda menghela nafasnya, kemudian dengan terpaksa ia menoleh pada Melin.

"Apa sih Mel, Gue lagi ngerjain laporan penutupan shift ini."

"Ya nengok dulu bentaran napa."

"Ini udah nengok, ada apa?"

"Pulangnya kerumah mamah yuk? Udah lama gak kesana"

Dinda menutup bukunya kemudian ia mengeser kursinya mendekati Melin.

"Emang tante Ferlen udah balik? Kok gabilang Gue?."

Melin menggedikan bahunya. "Mana Gue tau, malah asalnya mamah nyuruh Gue buat jangan bilang kedatangannya sama lo."

Dinda mengernyitkan dahinya. Tidak biasanya tantenya seperti ini.

Ponselnya tiba-tiba berdering, dengan segera ia mengambil ponselnya dan melihat terlebih dahulu layarnya.

Ada nomor tak dikenal menelfonnya, dengan cepat ia mengangkatnya, khawatir itu memang telepon penting.

"Hallo?" Ucap Dinda.

"Tante Ferlen ngajak lo ketemu?"

Dinda mengernyitkan dahinya. "Maaf ini siapa?"

"Alin. Jawab dulu, tante Ferlen apa ngajakin lo ketemu?"

"Bukan urusan lo"

"I told you, jangan mau kalau diajak ketemuan Din. Kali ini lo dengerin Gue please."

Dinda terkekeh. "Sejak kapan lo jadi care sama Gue?"

"Kali ini aja Din, please, dengerin Gue."

"Sorry Lin, tapi Gue gakan mau dengerin omongan lo atas apa yang terjadi."

Dengan cepat, Dinda menutup sambungan teleponnya dengan cepat.

"Siapa tuh 'Lin'? Lin Dan?" Tanya Melin.

"Yakali, adalah ini orang gajelas nelepon Gue."

"Ih siapa deh? Gamungkin lah kalau orang ga jelas tapi lo ngomongnga kaya udah musuhan ber abad abad sama dia."

"Ah bodo amat Mel."

Dinda beranjak untuk mengambil tasnya, lalu melemparkan kunci mobil pada Melin.

"Yuk sekarang kita ke tante Ferlen, tapi lo yang nyetir ya."

AmethystTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang