23

2.5K 208 4
                                    

Saat ini Dinda dan Ella sedang berada di Ruang medis Istora memeriksa kembali keadaan Rian.

Sejak tadi Rian dibawa menuju Ruang medis, entah karena faktor apa Rian tak sadarkan diri, hingga saat ini.

"Dugaan gue sih dia Dehidrasi Din, ditambah cerita dari lo tadi kalau dia ini stress." Ucap Ella sambil mencatat hasil diagnosanya.

"Ditambah lagi sakit yang dia rasain di bagian kakinya, jaitannya kembali gue tambah ini." Dinda mengambil catatan yang dipegang Ella, dan dia juga menulis hasil diagnosanya.

"Rian mesti dirawat inap ini, tapi gue gak yakin kalau dia bisa di rawat dirumah sakit."

Dinda mengerutkan kening. "Kenapa? Kan peralatan lebih lengkap disana."

"Gabisa, gakan ada yang stand by jagain Rian, keluarganya semua gada yang di jakarta ataupun sekitar, semua di Jogja."

Dari ucapan Ella, Dinda mendapat fakta baru tentang Rian.

"Gue bakal minta ke pak Willy buat preparein Ruang rawat Rian di Pelatnas, lo jagain dia dulu ya siapa tau dia sadar, kan lo bisa periksa lebih lanjut."

"Lah, kerjaan gue gimana?" Tanya Dinda.

"Gampang, Tim media cadangan banyak, yaudah gue kesana dulu ya?"

Dinda mengangguk, dan Ella pun pergi dari ruangan ini untuk menemui pak Willy.

Dia menatap Rian, dia merasa bersalah atas kejadian ini, dimana Rian rela menahan sakit demi mendapat Emas yang Rian janjikan untuk diberikan pada Dinda.

Melihat Rian dengan kondisi seperti ini dengan wajah pucat, tangan diberi infus, kaki yang diperban. Rasanya Dinda ingin menangis.

"Kenapa sampe sebegininya sih yan?" Dinda menarik kursi agar ia bisa duduk didekat Rian.

Dinda memegang tangan Rian yang terasa dingin.

Tanpa diinginkan, air mata lolos begitu saja dari mata Dinda. Dia sudah tak sanggup lagi menahan tangisnya.

"Kenapa Gue sakit liat lo kaya gini?"

Ia mengeratkan pegangan tangannya pada Rian. Saat ini yang ia inginkan hanyalah kesembuhan Rian.

"Din?"

Dinda menengadahkan kepalanya. Yang dilihatnya adalah Rian sudah sadar.

Dinda segera berdiri. "Lo udah sadar? Apa yang kerasa sekarang? Yang sakit belah mana? Bilang ke gue."

Bukannya menjawab, Rian malah menatap Dinda. "Lo nangis?"

Dinda langsung buru buru mengelap bekas air mata di wajahnya. "Engga, ini tadi keringet gue hehe panas disini."

Rian tahu Dinda berbohong, bagaimana tidak? Wajah Dinda sangat terlihat sembab.

"Din, gue kan bilang jangan khawatirin---"

"TERUS AJA LO BILANG JANGAN KHAWATIR, SEMENTARA KONDISI LO AJA MENGKHAWATIRKAN RIAN ARDIANTO!"

Dinda memalingkan wajahnya dari Rian, ia tak sengaja membentak Rian karena emosinya saat ini sedang tidak stabil.

"Makasih banyak Din atas segalanya."

Dinda menoleh ke arah Rian. "Hah? Untuk apa?"

"Makasih udah perhatian sama gue."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AmethystTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang