14K 2K 35
                                    

Embusan wacana efisiensi karyawan bertransformasi ke bentuk kabar official dari top management. Aku menggeliat gelisah di kursi. Bayangan status karyawan tetap terbang ke belahan dunia lain.

Sepanjang siang, pekerja kantor menampakan wajah lesu. Terutama mereka yang belum alih status kontrak. Aku masuk ke dalamnya. Mengikuti saran Tiar, aku menginstal aplikasi pencarian kerja, menjelajah sana sini, mencari lowongan yang paling mendekati kualifikasiku, dan kirim lamaran. Aku mengetik berbagai keywords pada kolom pencarian lowongan. Resepsionis, admin, HR, GA, sekretaris, TU, data, marketing, inventory, gudang, bahkan kata sereceh Inggris pun aku ketik. Semua demi persiapan atas kemungkinan terburuk dalam karirku.

Jemariku berhenti pada satu judul lowongan. Pet-Friendly Maid. Lowongan macam apa pula ini? Seperti orang bodoh, aku klik lowongan itu.

Introduction:
I am an expatriate who live in South Jakarta and I am looking for an English-speaking and Pet-friendly maid.

Orang macam apa yang membuat lowongan kerja begini? Mataku bergerak turun, membaca kelanjutannya.

My house
My house is located in gated community and I already knew a few of the expat residents there and their maids have like these maids community, so as long as you're not anti-social, you will have opportunity to make friends there. The house itself has maid-quarters and toilets.

Betapa pedulinya sang calon majikan, pikirku. Scroll ke atas dan teruskan membaca.

My Pets
I have three groups of pets. 1 dog, 1 cat, and 5 chickens. The maid must be able to assist with daily chores related to my pet.

Tanpa sadar aku mengangguk kagum. Belum pernah aku dengar ada bule yang memelihara ayam. Ayam di Jakarta. Jakarta Selatan pula.

I am offering competitive pay and comfortable working conditions for maids who can speak English.
Prior work experience is a must. Please send your resume with recent photograph via this job site.

Berapa banyak competitive pay yang ditawarkan? Aku menyeringai dan jempolku memencet 'apply'. Wanjay, aku tergiur oleh kata bayaran. Tanpa pikir panjang lamaranku terkirim. Sendirian di meja resepsionis, aku terbahak. Kok bisa-bisanya aku nggak pakai otakku.

"Happy banget. Dapat gebetan baru?" Frankie mendekat sambil membawa kantong putih berlogo donat.

"Nggak. Cuma human error yang lucu. Lo beli donat?" Aku membongkar kotak donat yang dibawa Frankie.

"Bukan. Itu pemberian tenant. Kebetulan dia beli banyak dan bagi gue satu kotak," ceritanya. Dia duduk di atas laci kerjaku yang tingginya sebatas setengah paha orang dewasa. Kursi di resepsionis hanya satu dan sudah aku duduki. Satu-satunya solusi ya duduk di situ.

"Frank, orang-orang dari Torrent ada yang ngasih info streamlining?" kadang Frankie dapat kabar lebih awal melalui desas-desus atasan. Pekerjaannya membuat Frankie mudah mengakses kabar top management. Apalagi atasan Frankie yang bisa dibilang lambe  kantor.

"Nggak ada. Gue belum pernah ketemu bagian HR Torrent. Gue selalu meeting bareng operasional, marketing, dan finance mereka. Gue udah apply lewat Jobstreet. Semoga cepat dipanggil."

"Lo ngapain apply? Target tembus melulu, jarang absen, klien lo loyal banget, dan lo ... cantik. Perusahaan nggak akan gila melepas lo," kataku menggebu. Ini fakta. Frankie memang kerjanya sebagus itu.

"Namanya persiapan, Kil. Lo sendiri gimana? Mau jadi TKI? Apa nikah?"

"TKI kemana? Nikah sama siapa? Suka benar omongan kisanak."

"Mohon maafkan kekhilafanku, Nyaik Kilau."

Aku dan Frankie tergelak untuk percakapan rendah manfaat kami. Kadang kami bisa menertawakan hal paling sepele yang belum tentu disangka orang. Mungkin itu alasan kami cocok berteman selama nyaris tiga tahun.

"Kadang gue pengen resign pakai alasan nikah. Tapi belum ada cowok yang melamar gue," keluh Frankie tiba-tiba.

"Lo yang nggak membuka diri," balasku langsung ke alasan krusial mengapa Frankie yang cantik masih jomlo lumutan.

"Lo juga sama, Kil. Nggak membuka diri dari pengalaman sama mantan. Gimana cowok mendekat kalo jidat lo ada tulisan 'habis diselingkuhi pacar dan sepupu. Jauh-jauh sana!' Cowok juga ogah mendekat. Kemarin ada Keita malah lo suruh pergi. Pilih-pilih." Frankie menyipitkan matanya penuh tuduhan. Wah, nggak lucu banget, dia yang curhat malah aku yang kena sasaran ceramah.

"Enak aja pilih-pilih. Selama Tiar ngenalin teman-temannya, gue nggak pilih-pilih. Masalahnya mereka banyak yang bengkok. Ngeri banget. Dan Keita beda kasus. Dia orang Jepang," bantahku.

"Apa masalah orang Jepang? Masih manusia. Lo baru kenal dan sudah me-judge negatif Keita. Ngaku aja." Frankie menunjuk mukaku dengan tatapan usil dan seringai konyol.

"Gue nggak me-judge Keita. Dia Jepang, belum tentu seiman. Belum tentu udah sunat. Belum tentu-"

"Wah! Ketahuan, kan!" Frankie berdiri dan semakin heboh menunjuk hidungku. "Lo mikir jorok soal cincin Keita."

"Heh?" Aku butuh waktu sejenak menganalisa ucapan Frankie. Kemudian ingatan itu datang. Pembahasan jorok ciwik-ciwik yang lama jomlo. Wanjay, Frankie nekat mengucap kata itu dalam versi negara lain. Cincin atau yang dalam bahasa Jepang alat kelamin cowok diucapkan Frankie begitu saja.

"Frank, gue memikirkan Keita dalam koridor agama. Bukan yang kayak tuduhan lo," jelasku lebih kalem.

"Pintar cari alasan. Lo belum mencoba dan sudah menyerah. Pejuang receh Jakarta nggak akan mundur tanpa usaha," sahut Frankie. Dari matanya, aku dapat melihat kobaran semangat yang menggelikan.

"Liat nanti aja. Berhenti main tebak-tebakan soal Keita atau percintaan. Masalah kita itu PHK," ucapku tegas.

△△△

Ada tuh masa-masa aku percaya sahabat itu sehidup semati. Kalau pun aku salah, itu karena aku kurang pintar memilih teman. Aku sebut saja namanya Bahtiar. Si botak yang sok ngeksis di segala situasi.

"Udah dipecat?" Sapaan khas Bahtiar seringnya bikin urat mau meledak.

"PHK, bukan pecat. Beda ya," koreksiku setengah emosi.

Sore ini Jakarta seperti nggak memahami perasaanku. Jam enam belum maghrib. Langit cerah ceria. Wajah penduduknya pun bahagia. Jalanan lancar jaya. Bahkan idola Korea mau bertandang ke sini. Nggak ada secuil pun yang menyesuaikan pada suasana hatiku sebagai pengangguran. Sejak setengah jam yang lalu aku resmi berstatus pengangguran, korban PHK.

Bahtiar terkekeh senang karena sukses membuat wajahku tambah ditekuk. Dia duduk di sebelahku pada warung soto yang mangkal dekat PI. Entah dapat bisikan dari mana Bahtiar mengusulkan warung ini.

"Udah lamar-lamar?" Tanyanya usai meminta seporsi soto ke penjual.

"Udah. Tapi belum ada yang manggil. Gue seret banget kalo lamar-lamar kerja gitu. Tiga tahun lalu, lo ingat gue nganggur setahun sejak wisuda," kataku miris.

"Jangan ingat yang lalu, Andi Lau. Lo sekarang punya kompetensi yang oke. Perjelas kemampuan lo apa aja di CV. Perusahaan pasti manggil."

"Gue 26, Tiar. Umur gue nggak shine bright like a diamond buat perusahaan."

"Andi Lau dodol. Diamond nggak memancarkan kilau, tapi memantulkan kilau. Nama lo Kilau, kan?"

"Nggak, nama gue Jessica Iskandar."

"Emaknya El Barrack dong."

"Cumi, ngelantur kan."

"Iye, sorry. Kasih CV lo ke gue. Nanti gue coba titip ke teman gue di Majalah Hello."

"Ada lowongan di situ?"

"Nggak tahu. Dicoba aja."

Pembicaraan kami beralih saat soto pesanan Bahtiar tiba. Kami membahas hal lain yang lebih menarik. Kemudian pulang menggunakan motor Bahtiar.

###

11/02/2019

Tebak yee...
Buaya-buaya apa yang adanya di Jepang??

GabbleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang