"Mampus," desis Frankie.
"Ada apa?" Aku nggak menemukan apapun yang menarik melalui jendela.
"Gue rasa gue punya kekuatan Avengers untuk nemu di mana pun bos gue berada."
"Hah?" Aku menoleh bingung.
Frankie menangkup wajahku, lalu memutar ke jendela lagi. "Lihat di depan gerbang lo."
"Siapa?"
"Bos gue!" pekiknya.
Kuping kananku berdengung akibat polusi suara Frankie. Aku perlu mengorek lubang kuping pakai kelingking agar pendengaranku kembali normal. Setelah membaik, aku kembali memerhatikan objek yang membuat Frankie ketar-ketir. Mataku memicing agak lama. Hasilnya nggak memuaskan. Aku berdecak.
"Kata lo, bos lo susunya gede? Yang itu mana ada susunya?" Aku menunjuk jengkel ke gerbang.
"Doi yang gue cerita bikin banyak karyawan resign. Bosnya bos susu gede. Yang susu gede supervisor. Yang itu menejer. Perhatiin dong aura kematian di sekitarnya." Frankie memutar wajahku ke jendela lagi. "Lo bisa lihat aura grim reaper, kan?"
"Mata gue bukan mata cabe-cabean yang bisa menyortir mana cowok kece, oppa Korean, kloningnya Harry Style, dan yang punya aura grim reaper." Aku menepis tangan Frankie.
"Lo harus periksa mata. Eh, masalah yang penting bukan itu. Bantu gue kabur tanpa ketahuan bos gue. Please."
"Bos lo resek banget?"
"Banget!"
"Terus... ngapain dia ke sini?"
Kami berpandangan sekitar dua detik, lalu saling melotot. "Keita!" seruku dan Frankie berbarengan.
"Cari tahunya belakangan. Gue harus kabur kalo nggak mau kena tegur." Frankie mengambil tas dan ponselnya.
"Kil, helo!" Frankie menggoyangkan bahuku.
Aku terkesiap. Sedetik tadi aku memikirkan hubungan bos Frankie dan Keita. "Oh. Kita lewat belakang. Lo harus muter rumah. Keluarnya tetap lewat gerbang depan. Nggak ada gerbang belakang. Tembok belakang rumah ini nempel tembok tetangga."
"Papasan juga gue sama si bos."
"Gue bawa masuk bos lo, ntar lo keluar pas gue masukin bos lo. Eh, itu juga kalo bos lo mau masuk. Kalo dia pergi, lo bisa santai." Aku mulai merapikan kotak pizza dan peralatan makan.
"Oke deh. Jalan yang itu?" Frankie menunjuk pintu kaca yang mengarah ke taman belakang.
"Iya. Ntar lo belok ke kanan, ada pintu. Buka aja slot kuncinya tapi jangan lupa kunci lagi." Aku nggak mau geng kukuruyuk kabur mengikuti Frankie. Membantu teman boleh, menjaga gaji juga wajib. Gajiku tergantung keamanan hewan peliharaan Keita.
"Sip. Gue pergi ya. Dadah." Frankie keluar terburu-buru. Geng kukuruyuk berlarian menemukan ada orang asing yang masuk teritorial mereka. Aku memandang Frankie keheranan.
Kayak ada yang kelupaan. Apa ya?
Suara dari depan rumah mengalihkan. Aku menyimpan kotak pizza dan peralatan makan di dapur, lalu aku segera keluar dan menghampiri bosnya Frankie.
Ebuset. Mataku membesar dan langkahku melambat. Pesona pria di balik gerbang gila-gilaan menyerang mata. Begitu mendekat, aku perlu mengedip beberapa kali agar pesonanya lepas dariku. Aku nggak tahu harus bilang Frankie beruntung atau buntung karena punya bos resek yang sialannya ganteng.
"Halo, Mbak Odie. Saya Yuga, teman Keita. Saya ada janji dengan Keita di sini," kata bosnya Frankie.
"Namanya Yuga?" gumamku terkesima. Namanya saja unik, cocok dengan pesona lakik yang dia emban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gabble
Chick-LitLulus kuliah, nyari kerja, pacaran, umur 25 tahun menikah. Sempurna! Kilau Odelia menata rencana hidupnya se-mainstream itu. Dia nggak butuh hidup muluk nemu cowok level hawt mampus yang bisa bikin wanita menggelepar. Atau anak milyuner minyak asal...