Kamar yang diperuntukan bagiku berada di seberang dapur. Jendelanya menghadap taman belakang dan mempunyai sirkulasi udara yang cukup. Selain itu kasur yang disediakan berukuran queen. Ada lemari kayu dan satu bufet, serta kipas angin dan AC.
Ini nyata? Aku mengerjap takjub. Sejak kapan kamar pembantu diberikan fasilitas AC? Atau karena ini Kemang, tempatnya orang-orang kekinian yang ngomong campur aduk bahasa bule?
"Bisa jadi AC rusak," kataku sambil tertawa bangga atas ide yang melintas. Gaji saja Keita tawar habis-habisan, yakali itu bos medit menyediakan AC segala. Aku meraih remote AC yang disimpan dekat pintu kamar, lalu menekan tombol ON. Hening. Nah, kan, AC rusak! Aku bertepuk tangan gembira. Tebakanku... MELESET, sodara-sodara! AC menyala, membuat seisi ruangan sejuk. Tawaku mendadak sumbang.
Aku membuka lemari yang cukup bersih untuk ukuran lemari kosong. Berpindah ke bufet kayu berornamen. Kosong juga, tapi sama bersih. Aku mencolok kipas angin ke saklar dan menekan tombol satu. Aku menganga kagum. Bahkan kipas angin pun berfungsi normal. Mari cek jendela. Dua daun jendela terbuka normal dan kuncinya bekerja. Aku menutup jendela, mematikan kipas angin, dan melemparkan badan ke kasur. Ini nyaman banget, pikirku.
"Meong!" Shuu naik ke atas kasur, lalu merebahkan diri dekat kepalaku.
"Enak banget hidupmu, wahai Shuu si kucing Keita," aku membalik badan jadi tengkurap menghadap Shuu, "kamu sejak kapan tinggal bareng Keita?"
Shuu merenggangkan tangan dan kakinya. Dia nggak mempedulikanku, lebih memilih asik sendiri. Kemudian melipat tangan dan menumpukan kepala di atasnya.
"Kamu pasti bahagia banget tinggal bareng Keita," lanjutku masa bodoh dicuekin kucing pakyuu, "kamu berantem sama Taro?"
Shuu melirikku dengan setengah mata terbuka, lalu merapatkan mata nggak peduli. Dia tidur.
"Kalo ada aku, kamu nggak boleh berantem sama Taro. Kamu dan Taro itu tanggung jawab aku. Awas kalo berani macam-macam. Aku bikin daging kamu jadi baso kucing!" Ancamku.
Shuu nggak bergeming. Bego banget aku mengajak bicara kucing yang tingkahnya bak anak raja. Aku duduk di kasur dan melihat Taro duduk di depan pintu kamar. Matanya memberikan tatapan 'aku mau masuk please'. Mau nggak mau aku mengangguk dan melambai, mengajak Taro ikut bergabung. Dia berjalan riang menghampiri, lalu melompat ke atas. Kasurku berdecit keras. Bobot badan Taro dan lompatannya membuat aku dan Shuu terlonjak. Shuu menggeram pada Taro yang masa bodoh menghak-milikan bantal. Dia tidur begitu saja. Shuu berputar sekali, sepertinya sudah melupakan kekesalannya pada Taro. Dia kembali tidur.
Aku menatap nelangsa kedua peliharaan Keita. Kasurku habis didominasi mereka. Nggak ada cukup ruang bagiku merenggangkan badan setelah menjalankan rutinitas yang dijadwalkan Keita. Pandanganku jatuh ke lantai. "Yakali gue tidur di lantai," ringisku.
△△△
Aku menguap sembari merebahkan badan ke sofa. Capek banget menggiring ayam ke kandang. Apalagi si Jago yang membuatku berlari-lari nggak jelas. Menangkap Jago bikin tenagaku terkuras.
"Saya pulang," seru Keita dari ruang tamu.
Aku malas-malasan mengangkat badan. Dia menatapku geli. Siapa yang nggak aneh menemukan ciwik macam aku di ruang tengah. Rambut acak kadut, wajah kucel, baju kotor dan bau, ditambah ekspresi bak Cinderella yang dianiaya.
"Selamat datang. Bagaimana kabar kamu?" Tanyaku sarat basa-basi.
"Sibuk. Ya. Kamu di rumah senang?" Dia duduk di sofa tunggal dekatku.
"Aku keliatan senang ya?" Tanyaku sarkas. Pekerjaan bersih-bersih mudah saja aku lakukan jika mengikuti jadwal Keita. Tapi memberi makan ayam, beserta dua makhluk kaki empat yang tengah menguasai kasurku, rasanya lebih dari sesuatu. Capek kali dongkol tambah gemas hasilnya PakYuuu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gabble
Literatura FemininaLulus kuliah, nyari kerja, pacaran, umur 25 tahun menikah. Sempurna! Kilau Odelia menata rencana hidupnya se-mainstream itu. Dia nggak butuh hidup muluk nemu cowok level hawt mampus yang bisa bikin wanita menggelepar. Atau anak milyuner minyak asal...