12.3K 2.1K 78
                                    

"Nggak boleh!"

"Tiar!"

"Andy Lau, lu masih bisa dapat yang lebih baik. Paham?" Bahtiar bertahan pada pemikirannya kalau keputusanku menjadi maid adalah salah total.

Coba saja Bahtiar bisa melihat dari sisiku. Seminggu di rumah benar-benar kacau. Levelnya sudah menembus kata 'bosan' dikali 'dongkol'. Bayangkan, sodara-sodara, mantan bejad dan sepupu setan telah mengumumkan secara official mereka jadian. Keluarga besar kami kaget. Kemudian tatapan iba melayang kepadaku. Orangtuaku apalagi. Mereka terang-terangan menanyakan perasaanku. Aku hanya menjawab 'bukan masalah', yang mana sebenarnya aku bermasalah. Aku ingin mendoakan keburukan, tetapi menurut Nyak Imin doa yang buruk akan kembali pada yang mendoakan. Jadi aku harus melonggarkan jarakku terhadap mantan bejad dan sepupu setan. Sekarang pilihannya hanyalah pekerjaan ini. Yang secara jelas menuntutku menginap di sana.

"Tiar, kepala gue serasa mau pecah," ungkapku.

"Itu karena lo nggak mau melepas masa lalu lo dan Irfan. Sekarang belum terlambat buat lo merelakan hubungan kalian. Daripada lo harus ambil pekerjaan aneh itu," sahut Bahtiar yang telah mendengar curhatanku.

Aku dan mantan bejad putus bukan sebab kami nggak cocok. Situasi kami saat itu lagi sayang-sayangnya eh ditinggal. Sumpah, rasanya kaya makan chocolava yang ternyata lava di dalamnya berisi sambal mercon level meledak. Bikin menyesakkan dada, uh.

"Gimana gue bisa merelakan mereka kalau sebelum gue menguatkan hati, tiap hari gue berpotensi ketemu mereka yang nempel kaya tikus dalam perangkap lem gajah? Gue kayak menyodorkan diri gue sendiri untuk disayat. Tiar, tolong paham. Gue butuh dukungan lo."

Rumah sepupu bejad dan rumahku berada berseberangan. Itu yang namanya kebetulan bakal terjadi berulang. Tadi pagi saja aku harus menahan diri menemukan mantan bejad menjemput sepupu setan. Mereka naik motor berangkat kerja, sementara aku berdiri di depan rumah dalam status pengangguran. Miris banget.

Bahtiar mendesah panjang dan berat. Dia memang teman yang senang mengerjaiku, sekaligus seseorang yang akan maju duluan mengungkap segala pendapatnya demi kebaikanku. Bahtiar bukan jenis pria tsundere, yang gayanya cool dan berbibir pedas tetapi super peduli. Bahtiar itu bawel, petakilan, dan usil. Di balik semua sifat menyebalkannya itu, Bahtiar peduli dan mau menolong. Sudah sepuluh lamaranku yang dia bawa untuk dititipkan ke kantor teman-temannya. Selain itu dia selalu mengirimiku lowongan kerja. Kali ini pun aku tahu Bahtiar mempedulikan aku.

"Apa jaminan lo aman tinggal di rumah bos lo?" Tanya Bahtiar. Akhirnya si botak buka suara juga. Aku sudah was-was dia kesal padaku dan berniat memberitahu orangtuaku soal pekerjaan maid.

"Jaminan gimana?"

Bahtiar geleng-geleng kepala sebelum melanjutkan, "Andy Lau dong-dong, lo bakal tinggal di rumah bos lo. Dia cowok kan? Gimana kalo ada apa-apa di sana?"

Aku jadi memikirkan omongan Bahtiar. Tinggal bersama orang asing. Ini asing bukan sekedar kewarganegaraannya. Dia juga bukan orang yang aku kenal. Wanjay! Seketika berita koran lampu merah melintas di benak. Kasus mutilasi, perkosaan, human traffic, perampokan, penculikan, dan penganiayaan. Begitu banyak kasus kejahatan yang terjadi dan berkembang semakin aneh di masa kini.

"Gue harus mencoba dan tahu," putusku masih dengan kepala dan hati yang bergumul.

"Nggak ada yang menjamin keselamatan lo di sana. Lo bisa saja di..."

Aku melotot pada Bahtiar yang mulai masuk mode Bahtiar bawel level tiga. Jadi yang dari tadi berargumen denganku adalah Bahtiar level dua. Belum begitu parah. Aku enggan melanjutkan pembicaraan ini jika Bahtiar sudah naik level. Kadang kerja otaknya lebih lamban dari kemampuan mulutnya mengeluarkan kata.

"Gue akan ke sana dan melihat langsung. Kalau gue nggak puas, gue akan tinggalkan pekerjaan itu. Jangan khawatir. Gue belum sign kontrak apapun." Aku menutup ucapanku dengan senyum bangga.

Bahtiar melotot takjub, lantas memegangi kedua bahuku dan menggoyangkannya. "Akhirnya Andy Lau bisa juga pake otaknya. Gitu dong. Lo harus berani nawar demi masa depan lo. Inget lo bukan lagi fresh grad," serunya luar biasa gembira.

"Heh, maksud lo, gue nggak pernah pake otak?" Aku menoyor jidat lebar Bahtiar membuatnya melepaskan kedua tangan dari bahuku. "Gue juga bukan maid berpengalaman. Lo kan dengar sendiri cerita gue, mereka berani nawar gue tujuh juta. Gila, kan?"

"Bos gue Indonesia tulen pakai nanny orang Filipina. Gaji itu nanny tiga kali gaji gue. Nggak kaget lagi dengar ada yang aneh bin ajaib kayak kasus lo. Mungkin bos lo sayang banget sama peliharaannya." Bahtiar menyalakan tv layar datar yang ada dalam kamarnya dan menyetel saluran gosip.

Aku sudah nggak kaget lagi menemukan Bahtiar tengah menonton acara gosip dengan khidmat. Profesinya kadang menuntutnya update kabar selebriti ibukota dan acara gosip adalah wadah yang diperlukan Bahtiar untuk tahu reputasi seleb ini bagaimana di mata publik.

"Gue nggak enak bakal bohong ke nyokap dan bokap gue seandainya gue menerima pekerjaan ini," kan, aku mengakui apa yang membebani pikiranku selama dua hari sejak bertemu Kylie. Rencananya besok aku akan bertemu calon bos dan membahas kontrak serta segala tetek bengek. Mungkin benar pendapat Bahtiar barusan, calon orang yang akan memperkerjakanku sangat mencintai hewan peliharaannya.

"Tuh sadar mau berbuat dosa," sindir Bahtiar tanpa repot menoleh padaku. Acara gosip tengah membahas BCL dan lagu barunya. Bahtiar tampak khusyuk menyimak. Aku batal membahas lebih lanjut.

"Kalo lo nggak mau berburuk sangka, coba saja ke sana. Ketemu calon bos lo dan lihat situasi rumahnya. Kalau lo cocok, cari cara yang lebih baik buat ngasih tahu orangtua lo soal pekerjaan ini. Nggak etis kalo lo berbohong ke mereka," lanjut Bahtiar lagi.

Aku terperangah. Si botak ini memang hebat membagi fokus. Masih mendengarkan gosip dan tetap berbicara denganku.

"Gue nggak mau menyakiti mereka," ujarku.

Bahtiarーmasih tanpa melepaskan fokus dari tvーmenepuk puncak kepalaku menggunakan tangannya yang besar. Jantungku terpompa cepat dan darahku berdesir nggak nyaman. Spontan aku menepis tangan Bahtiar.

"Lo cuci tangan abis cebok? Jangan pegang-pegang gue kalo belum cuci tangan ya! Rambut gue itu creambath di salon. Mahal," omelku.

"Heh, Andy Lau, gue cuci tangan melulu tiap kelar mengeluarkan hajat. Omongan lo sarat akan pembunuhan karakter. Gue bisa tuntut!"

"Mau nuntut ke mana lo? Jangan sok iye deh."

"Gue tuntut ke Pak RT. Gue merasa tersinggung. Lagian lo creambath di Salon Mbak Sari nggak ampe lima puluh ribu. Gue hapal tarif di salon itu. Lo cuma bayar 35 ribu doang."

"35 ribu duit juga, Kampret botak!"

"Wah, sekarang lo sebut gue kampret botak padahal lo tahu gue masuk bujangan idaman se-RW 06."

Vangke, aku sudah salah tingkah gara-gara Bahtiar menepuk kepalaku dengan lembut. Ternyata dia tetap saja Bahtiar nyebelin. Memang kelamaan jomlo mempengaruhi ketajaman insting cewekku menilai cowok.

###

04/03/2019

Gw ga sabar nulis lanjutannya... demi apa gw segitu menikmati cerita ini Padahal pembacanya dikit dan rendah komen plus vote. Tak masalah, gaes... gw benar2 suka yg ini karena gw ga dituntut apapun dari kalian 💃 gw pun bisa kembali pake pov1 yg bebas merdeka lagiii...

GabbleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang