23. pilihan

1.1K 50 6
                                    

"Alex..."

Arkan mengangkat sebelah alisnya karena hanya kata 'Alex' yang keluar dari mulut Onna. Pandangan gadis itu juga terlihat gelisah dan takut.

"Kita pulang aja ya?" Arkan tersenyum saat Onna menatapnya lalu ia segera menjalankan mobilnya dengan perasaan berkecamuk.

Ia takut apa yang dipikirkannya benar terjadi. Alex sudah membalas perasaan Onna. Ia tidak mau melepaskan Onna, tapi ia juga tidak boleh egois.

Arkan menginjak pedal rem saat sudah didepan rumah Alex.

"Kak," panggil Onna.

Arkan menoleh, berusaha untuk menutupi pikirannya yang berkecamuk dengan senyum dibibirnya.

"Apa?"

Onna menatap Arkan lalu kembali menunduk.

"Maaf, aku hancurin acara hari ini, aku juga bikin Kak Arkan khawatir. Tapi maaf, aku belum bisa cerita."

Arkan mengusap rambut hitam Onna, "iya, nggak apa. Kalo lo udah siap cerita, bilang sama gue."

Onna menatap Arkan lalu tersenyum, "makasih, Kakak emang selalu ngertiin aku."

Onna memeluk Arkan, yang dibalas dengan senang hati oleh lelaki itu. Arkan melepas pelukannya terlebih dahulu.

"Masuk sana, istirahat. Lo mungkin kecapean karena acara semalem."

Onna mengangguk lalu keluar dari mobil Arkan, ia sempat melambaikan tangan sebentar sebelum masuk kedalam rumah. Setelah Onna tak terlihat lagi, Arkan menjalankan kembali mobilnya. Namun bukan menuju rumahnya, melainkan menuju tempat olahraga.

---------------

Gifan dan Fahri hanya diam mendengar cerita Alex. Mereka tidak tahu harus berbuat apa mengetahui sahabat mereka sedang galau karena cintanya digantung.

"Mereka sekarang lagi jalan, semoga aja Onna bilang ke Arkan hari ini."

Fahri menghela napas lalu menepuk pelan bahu Alex.

"Lo nggak seharusnya maksa Onna kayak gini, kalo begini cuma bakal bikin dia kepikiran karena gue yakin, memilih antara lo dan Arkan pasti susah buat dia."

"Apa susahnya,sih? Dia nggak punya rasa kok sama Arkan, jadi pasti dia bakal milih gue."

Gifan memukul kepala Alex membuat sang empunya meringis.

"Onna yang ngerasain bukan lo."

"Gini Lex, sepenglihatan gue nih,ya. Arkan itu perhatian sama Onna, sayang sama Onna. Dan, gue rasa itu membuat Onna nyaman dan otomatis Onna nggak akan semudah itu mau melepas sumber kenyamanannya."

"Gue juga perhatian, sayang juga sama Onna."

Lagi, Gifan memukul kepala Alex, "tapi lo telat nyadarnya, goblok."

"Lo bisa nggak, nggak usah pukul kepala gue? Sakit!"

"Lo bego banget,sih."

Fahri menggeleng pelan, "gue pengen balik,ah. Kirain gue ada yang penting, ternyata cuma curhatan doang."

Gifan berdecak, "nongkrong, kuy Ri!"

Fahri menatap Gifan lalu menggeleng pelan, "ngantuk gue njir."

"Terus gue harus gimana?"

Pertanyaan Alex membuat Gifan dan Fahri berhenti mengobrol.

"Biarin Onna milih, jangan dipaksa. Gue pulang."

Setelah mengucapkan itu, Fahri langsung berjalan keluar rumah Gifan dan mengendarai motornya menuju rumahnya.

Sedangkan Alex dan Gifan sibuk dengan pikirannya masing-masing. Alex sibuk memikirkan Onna, sedangkan Gifan sibuk memikirkan apa yang ingin dia lakukan setelah ini.

"Fan,"

Gifan menoleh menatap Alex yang sedang menunduk.

"Kenapa?"

"Gue salah ya, udah maksa Onna?"

"Salah."

Alex berdecak lalu menatap Gifan kesal.

"Lo kenapa,sih?"

Gifan mengangkat sebelah alisnya, "kenapa?"

"Lo kayaknya irit banget kalo ngomong sama gue. Daritadi juga mukul kepala gue, terus ngatain gue goblok, bego. Lo kenapa?"

Gifan memutar kedua bola matanya kesal, "enggak, balik sana lo. Gue mau hirbenasi seharian."

------------------

Onna memejamkan matanya, ia sedang memikirkan cara agar ia bisa memberi kepastian pada Alex secepatnya tapi tidak melukai Arkan. Ah, entahlah dia merasa harus cepat memberi kepastian pada Alex sedangkan ia baru mendapat kepastian setelah lebih dari dua tahun.

Cinta kadang segila itu.

Onna membuka matanya lalu mengacak rambutnya sampai berantakan.

"Ah, gila, gue nggak tahu gimana caranya".

Onna berjalan menuju meja rias lalu duduk dikursi kecil, ia merapihkan rambutnya.

"Gue pengen potong rambut,ah. Gerah banget rambut panjang begini," oceh Onna sambil terus menyisir rambutnya.

Setelah selesai, ia mengganti pakaiannya dengan kaos lengan pendek dan celana selutut. Ia keluar kamar menuju keruang keluarga. Disana sepi tidak ada seorangpun.

"Pada kemana ya?" Onna duduk disofa lalu menyalakan televisi.

Tak lama kemudian Alex datang dan langsung duduk disamping Onna. Onna yang menyadari kedatangan Alex langsung gugup.

"Lo dari mana, Lex?" Tanya Onna sambil memainkan remot tv.

"Rumah Gifan."

Onna hanya mengangguk lalu kembali menonton acara gosip yang sedang tayang di tv. Alex menatap Onna dari samping dengan tatapan bersalah, mungkin ucapan Fahri dan Gifan ada benarnya.

"Na," panggil Alex.

"Iya?" Onna menoleh menatap balik Alex.

"Lo susah nggak milih antara gue sama Arkan?"

Onna tersentak sebentar lalu langsung mengalihkan pandangannya ke arah tv.

"Na?" Panggil Alex karena Onna tak kunjung menjawab.

"Eum- gue nggak tahu," jawab Onna.

Alex menghela napas karena merasa bahwa maksud dari jawaban Onna adalah iya.

"Gue nggak bakal maksa lo sekarang. Terserah lo mau milih siapa,"

Onna menatap Alex bingung membuat Alex tersenyum.

"Kalo lo mau milih Arkan, gue nggak apa-apa. Dan, kalo lo milih gue, gue anggap itu bonus dan gue akan seneng banget."

"Alex..." Onna menunduk, entah mengapa ia ingin menangis.

"Tapi harus selalu lo inget," Alex mengelus rambut Onna pelan.
"kita pernah janji gak akan ada yang kita sembunyiin. Gue ngerti mungkin lo nggak siap. Tapi inget ucapan gue, gue bakal selalu ada buat lo. Sesuai perjanjian kita."

Onna memeluk Alex dan menangis dalam dekapannya. Alex tersenyum kecil lalu membalas pelukan Onna.

"Alex, maaf..."

"Jangan minta maaf, lo nggak salah. Gue yang salah karena udah buat lo milih pilihan yang sulit. Nggak apa-apa, mungkin kita memang hanya ditakdirkan untuk bersahabat. Iya, kan?"

Onna menggeleng cepat dalam dekapan Alex, "jangan ngomong gitu, kasih gue waktu buat mikirin ini."

"Udah,Na. Nggak usah dipikirin lagi, dua minggu lagi kita ujian akhir nanti kalo lo mikirin ini malah nggak fokus, gimana?"

Onna kembali menggeleng, "nggak bakal keganggu, kok. Gue bakal mikirin ini secepatnya."

"Terserah lo,"

-----------------

Teman Saja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang