2. AMPLOP BERPITA MERAH MUDA

23.7K 877 5
                                    

Clarissa POV.

Sebuah amplop putih dengan pita berwarna merah muda tiba di depan pintu kamar kami, seorang pelayan mengantarnya, mengetuk pintu kamar lalu memberikannya kepadaku karena saat itu Fabian tengah membersihkan diri di kamar mandi sehingga aku yang menerimanya.

Tidak ada nama pengirim.

Apalagi alamat pengirim, jadi ku pikir pasti amplop ini ditujukan untuk Fabian atau untuk ku karena mana mungkin pelayan itu mengantar kesini dengan sengaja jika tidak untuk kami.

Tanpa menaruh sedikitpun rasa curiga, ku buka amplop itu dan langsung saja badai itu datang, badai di hatiku lebih tepatnya.

Dengan tangan bergetar, ku amati satu persatu lembar kertas itu, mencoba menyangkal dengan segala alasan yang bisa ku ambil dan berpikir jika ini semua tidak lah benar, aku tidak bisa mempercayainya begitu saja. Ini salah.

Pintu kamar mandi terbuka, Fabian muncul dari sana. tampak segar setelah mandi, berjalan menedekatiku yang kini berdiri mematung di depan pintu.

"Sayang." Panggilnya.

Berdoa semoga aku masih bisa berpikir jernih dengan tidak membabibuta saat ini, apa yang aku dapatkan saat ini belum tentu akan kebenarannya, aku tidak bisa langsung menuduh begitu saja.

Malam ini adalah malam pengantin kami. Aku tidak ingin merusak momen yang sudah ku nantikan sepanjang hidup ku bersama pria ini.

Tapi kenyataan yang terpapar beberapa detik lalu itu tidak bisa ku pungkiri sudah berhasil merubah mood ku.

Haruskah aku menanyakannya sekarang?

"Sayang." Panggilnya kembali ketika aku tidak juga merespon atas panggilan pertamanya.

Aku menatapnya dalam gugup.

Suara Fabian berhasil menyadarkanku kembali dari alam bawah sadar, dia mendekat kemudian memelukku dalam kehangatan tubuhnya, harum semerbak wangi sabun dari tubuhnya berhasil membuat ku melupakan goncangan yang baru saja aku alami.

Fabian tampak melepaskan pelukannya, kemudian dia menatapku dengan kening berkerut, seolah menyadari ada yang tidak beres dengan keadaan jiwaku.

"Ada apa?" tanyanya lembut, tatapannya kini beralih kepada kertas yang masih berada di genggaman tanganku.

Dia mengambilnya.

Aku sudah kehabisan akal jika saja Fabian melihat isi dari amplop itu, tapi untungnya dia tidak membacanya sama sekali, dia menyingkirkan amplop itu begitu saja, kemudian menyimpannya di laci lemari di dekat kami berdiri saat ini.

Aku menatapnya dalam diam, 3 tahun mengenalnya ternyata tidak mampu membuka semua topeng yang Fabian miliki, nyatanya Fabian bahkan menyimpan rahasia itu seorang diri.

Dia kembali merengkuhku ke dalam pelukannya.

"Apa kau ingin mandi sekarang?" bisiknya tepat di telingaku, aku tidak bodoh dengan pertanyaan itu, toh kami sudah sama-sama dewasa, aku mengerti tentang kebutuhannya dan keinginannya untuk menyempurnakan malam pengantin kami, aku pun begitu menginginkannya tadi.

Ya.. tadi aku begitu menginginkannya dengan ratusan cinta di hatiku, tapi sekarang? Entahlah... bisakah aku tidak menuruti perasaanku begitu saja?

Aku masih diam, namun kedua tanganku sudah terangkat untuk membalas pelukannya.

Fabian merespon.

Dan kami akhirnya terbuai dalam indahnya malam pengantin kami.

Di kamar ini, kamar yang kami sewa bersama ratusan tamu yang kami bawa berlayar untuk merayakan pesta pernikahan kami.

2. TRUTH (FAST UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang